Lihat ke Halaman Asli

Jilal Mardhani

TERVERIFIKASI

Pemerhati

Pemberdayaan Upah Minimum, Instrumen Pajak, dan Angkot "Online", Mengapa Tidak?

Diperbarui: 27 Maret 2017   06:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

RINGKASAN EKSEKUTIF, TAK MUDAH TAPI COBALAH PIKIRKAN

Latar belakang pemikiran dan sejumlah pertimbangan yang menyertai 5 hal yang disarankan berikut, diuraikan pada bagian-bagian selanjutnya. Tulisan-tulisan yang panjang-lebar di bawah itu dimaksudkan untuk memberi gambaran dan pemahaman menyeluruh dan lebih baik. Setidaknya demikianlah harapan yang saya panjatkan. 

Lima saran yang disampaikan hanyalah ilustrasi dari langkah inovatif dan kreatif — kadang menabrak pakem dan seperti keluar dari kelaziman — yang perlu dipertimbangkan Pemerintah untuk menghadapi berbagai persoalan kontemporernya. 

Bagaimanapun, saya meragukan pendekatan linear dalam memecahkan masalah yang telah terlanjur kusut dan rumit di bidang transportasi kita. 

Saran #1: Standar Upah

Pertimbangkanlah agar ketentuan Upah Minimum Regional (sehingga dapat disesuaikan dengan standar masing-masing kota atau daerah) diterapkan kepada mitra — pemilik/pengemudi kendaraan operasional — dari usaha platform teknologi yang menyelenggarakan layanan angkutan umum berbasis aplikasi online. 

Maksudnya, bagaimana cara agar setiap perusahaan penyelenggara jasa platform teknologi angkutan online dapat dituntut pertanggung-jawabannya, untuk menjamin pendapatan minimum dari setiap pemilik/pengemudi kendaraan yang menjadi mitra kerja dan bagian jaringannya,  sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan?

Berbeda dengan ketentuan UMR pada buruh dan pegawai yang memiliki hari dan jam kerja tetap seperti pabrik dan kantor, ketentuan UMR bagi pemilik/pengemudi kendaraan yang digunakan sebagai angkutan online, perlu disesuaikan dengan jumlah jam kerja efektif mereka. Aplikasi yang digunakan penyedia platform teknologi dapat menghitung otomatis dan presisi total jam kerja setiap pengemudi berdasarkan waktu sign-in dan sign-off mereka. Di sisi lain, pengelola platform teknologi akan berupa untuk menyampaikan pesanan penumpang selama pemilik/pengemudi aktif terhubung dengan aplikasi sehingga quota pendapatan mereka yang sesuai aturan jam kerja, terpenuhi.

Dengan demikian, Pemerintah tak perlu memusingkan soal batas bawah atau batas atas tarif maupun quota jumlah kendaraan yang diizinkan beroperasi. Sebab, ketentuan pengupahan tersebut menyebabkan perusahaan pemilik platform aplikasi harus berhitung lebih cermat soal armada yang beroperasi sehari-hari maupun tarif yang ditetapkan. 

Sementara jika tak memenuhi ketentuan pengupahan maka perusahaan diwajibkan untuk menutupi dan hak pemilik kendaraan/pengemudi harus tetap terpenuhi.

Ketentuan pengupahan untuk mereka yang melampaui jam kerja juga harus dimasukkan. Misalnya, untuk pengemudi kendaraan online, ketentuannya diberlakukan untuk jumlah jam kerja maksimal per minggu atau per bulan. Standar ketenaga kerjaan yang umum berlaku di Indonesia adalah 40 jam seminggu atau 173 jam per bulan. Ketentuan upah untuk setiap kelebihan jam kerja (lembur) juga ada. Artinya, para pengemudi yang bekerja melebihi ketentuan jam standar yang ditetapkan khusus (misalnya untuk pengemudi online akan ditetapkan 50 jam seminggu atau 185 jam sebulan) berhak atas penerimaan yang setara dengan ketentuan lembur.

Hal ini akan menyebabkan pemilik platform teknologi memperhatikan jam operasional aktif setiap pengemudi. Artinya, jika pendapatan yang dikumpulkan tidak sesuai karena penumpang tidak tersedia atau mencukupi, maka mereka akan melakukan pemaksaan (forced) sign off agar pengemudi mengakhiri jam kerjanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline