Lihat ke Halaman Asli

Jilal Mardhani

TERVERIFIKASI

Pemerhati

Musik dan Kota, Sebuah Perspektif Planologi Politik

Diperbarui: 28 Februari 2017   20:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumentasi pribadi

Musik yang bagus bermula dari komposisinya. Sebuah rancangan tentang (sekumpulan) bunyi dan nada yang dihadirkan dalam sebuah harmoni. Tebal-tipis, tajam-lembut, cepat-lambat, lebar-sempit, penuh-kosong, naik-turun, dan seterusnya. Seluruh instrumen yang terlibat diberi ruang yang paling pas. Juga semestinya. Disana, adil tak berarti sama — sebab adil bermakna sempurna.

Kemudian, musik itu betul-betul diakui bagus, indah, mengagumkan, bahkan menghanyutkan setelah dibuktikan oleh kerja musisinya. Melalui kepiawaian mereka melakukan interpretasi terhadap komposisi yang telah digubah. Mereka adalah seniman-seniman musik yang telah menguasai instrumen yang perlu digunakan secara 'fisik' maupun 'kejiwaan'-nya.

Lalu — untuk mengkoordinasikan dan mengarahkan para musisi hebat yang terlibat — hadirlah sosok konduktor. Tokoh yang berdiri di depan mereka. Sosok yang menjembatani seluruh musisi menterjemahkan maksud dan hasrat yang dituangkan komponis dalam musik yang digubahnya.

Maka sebuah musik sesungguhnya merupakan persembahan kolaboratif dari tiga serangkai: komponis, konduktor, dan para musisi yang menguasai jiwa dan raga perangkat-perlengkapan yang digunakan.

Mereka saling menghargai. Masing-masing  menghormati fungsi dan peran yang lain. Mimpi dan keinginannya sama: menghadirkan orkestrasi musik yang bagus, indah, dan menakjubkan untuk dapat dipahami sekaligus dinikmati mereka yang berkenan mendengarkannya.

***

Demikianlah semestinya sebuah ruang kota diperlakukan. Layaknya sebuah musik. Harus ada yang menggubah komposisi, meng-interpretasi-kan pada instrumen musik yang dilibatkan, dan memimpin orkestrasi keseluruhan instrumen.

+++

Kota (dan wilayah) adalah ruang politik dimana satu kelompok dengan yang lain saling bertempur untuk menawarkan gagasan terbaik bagi keseluruhan masyarakat yang hidup di dalamnya. Masing-masing merayu publik agar memenangkan kontestasi kekuasaan agar sah sekaligus mudah mewujudkan cita-citanya. Membuktikan janji-janjinya.

Jadi tujuan politik yang ideal semestinya adalah mewujudkan dan membuktikan gagasan. Bukan sekedar merebut kekuasaan. Sebab, corak dan warna yang membedakan suatu kelompok (partai) politik dengan yang lain sesungguhnya ada pada gagasan yang ditawarkan. Bukan kekuasaan.

Apa yang kita saksikan dalam dunia perpolitikan Indonesia hari ini adalah sebuah ketololan Nasional yang dengan sengaja memelihara kenaifan, kebodohan, dan kebingungan masyarakat yang sejatinya pemegang kekuasaan tertinggi. Sebab, mereka yang berhimpun dalam kelompok (partai) politik hanya memikirkan kekuasaan sebagai tujuan yang utama. Bukan tentang bagaimana mengembangkan, mewujudkan, dan mempertajam konsep maupun gagasan yang diyakini sebagai yang terbaik bagi masyarakat (bangsa). 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline