Lihat ke Halaman Asli

Jilal Mardhani

TERVERIFIKASI

Pemerhati

Dialog Imajiner yang Asyik: Agus-Silvi-Ahok-Jarot-Anies-Sandi

Diperbarui: 2 Februari 2017   11:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ANIES/ Koh Ahok, sorry lho. Kemarin waktu saya masih jadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pernah ngusulin bersama pak Buwas soal mata pelajaran khusus tentang narkoba kan? 

AHOK/ Iya, bang. Kok ga disetujui sih? 

ANIES/ Bukan ga setuju. Saya masih pusing soal Ujian Nasional dan macam-macam kekacauan sistem pendidikan kita. Semua perlu dan penting. Sementara tangan cuma 2 nih!

AGUS/ Kok bang Anies tidak mengembangkan lebih jauh konsep Program Indonesia Mengajar-nya saja sih? 

AHOK/ Iya, bang. Mas Agus bener juga. Kalau bang Anies fokus mengembangkan konsep Indonesia Mengajar kemarin pasti lebih keren. Sebab, filosofinya gotong-royong kan? Itu lebih jelas dibanding Ujian Nasional yg berorientasi nilai. Proses belajar-mengajarnya malah jadi kita cuekin. Mengembangkan konsep gotong-royong Indonesia Mengajar pasti lebih asyik. Soal pelajaran Narkoba juga bisa masuk di sana kan? 

ANIES/ Betul, koh Ahok. Saya kemarin kok ga terfikir ya? Tapi maksud koh Ahok dikembangkan lebih lanjut itu bagaimana? 

SILVI/ Mungkin bisa sekalian dengan pelibatan masyarakat agar program-program pemerintah kita lebih manusiawi juga ya? BNN, GRANAT, KPK, ICW, LBH, WALHI, dsb bisa masuk bagian Kapita Selekta-nya.

AHOK/ Nah, cocok tuh. Sebetulnya banyak masyarakat yg prihatin dengan nasib yg lain. Tapi tatanan kehidupan kita sekarang semakin menyudutkan masyarakat untuk sibuk mengurus dirinya sendiri-sendiri

SANDI/ Makanya saya usulkan Jakarta OK-Oce, koh. Supaya tiap komunitas punya pusat pengembangan masing-masing. 

AHOK/ Keren tuh, bang Sandi. Kayaknya konsep Rukun Tetangga Jakarta memang perlu kita bongkar nih. Fokusnya ke masalah pendidikan dan pengembangan generasi muda saja dulu. Kalau soal wiraswasta agak kejauhan, bang. Masyarakat kita belum terbiasa berdagang seperti saudara-saudara saya di Glodok sana. Masih banyak yg menikmati rezeki jadi calo, makelar, atau preman sekalian. Paling banter jadi pekerja atau buruh kan? Jadi kita perkuat dulu ilmu pengetahuan dan kebiasaan berfikir rasionalnya. 

JAROT/ Kita memang tidak pernah memberikan tempat layak kepada anak-anak mengembangkan bakat dan kemampuan supaya berprestasi. Semua diukur dengan uang dan harta. Makanya banyak yg berlomba pamer kekayaan saja. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline