Lihat ke Halaman Asli

Jilal Mardhani

TERVERIFIKASI

Pemerhati

Jurnalisme Hoax

Diperbarui: 9 Januari 2017   22:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Hal yang tidak menyenangkan, tidak ingin didengar/dilihat, atau tidak diharapkan —- hadir bergantian di hadapan kita. Sering dengan cara yang memaksa. Tiba-tiba dan begitu saja memasuki wilayah privat. Tanpa permisi ataupun basa-basi. Walau kita tak pernah mengundangnya.

Semua gara-gara aksesibilitas (broadband) telepon seluler yang di negeri kita penetrasinya terhadap jumlah penduduk telah mencapai angka 132.3 persen. Perangkat yang menyatu dengan ‘jalan raya informasi’ dan mampu menghubungkan ‘taman pribadi’ kita dengan apa saja, siapa saja, kapan saja, dan dimana saja.

Bertahap tapi pasti, media tradisional —- koran, majalah, radio, dan televisi —- yang sebelumnya menjadi panutan, semakin tersingkir. Kini, mereka lebih sering menjadi pesorak di pinggir panggung yang hingar-bingar, sesak, dan kacau.  

***

Jurnalisme mula-mula ragu — sungguhkah nilai-nilai yang diusung masih memiliki kesucian dan keluhuran seperti yang diyakini selama ini?  

Kemudian mereka gamang —- karena universalitas nilai itu ternyata tak lagi sakral.  

Lalu menciut —- menghadapi kenyataan yang terus-menerus menista hak dan kewajiban istimewa mereka untuk mempertahankan, memelihara, maupun mengembangkan keniscayaannya.

***

Dunia memang telah begitu cair. 

Atas nama pasar popularitas —- setelah semua kemudahan yang semakin mudah —- sesungguhnya hoax pernah didekati. Kemudian digoda. Bahkan dirayu dan dirangkul. Meski wajah culas dan sikap buasnya nyata membayang di balik keindahan yang tampak. 

Waktu itu, ia masih muda. Belum berkuasa. Juga asing.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline