Lihat ke Halaman Asli

Jilal Mardhani

TERVERIFIKASI

Pemerhati

IA ITB : Belum 'Move On' dan Kurang 'Jihad'

Diperbarui: 23 Januari 2016   00:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Rekan-rekan saya dari ITB memang sering selangkah di depan zaman. Terutama untuk hal yang berkait dengan teknologi. Kami memang berasal dari institusi pendidikan tinggi ternama di Indonesia yang menekuni bidang itu.

Besok kami menyelenggarakan perhelatan akbar : kongres sekaligus memilih ketua ikatan alumni. Untuk itu, kami mengaplikasikan teknologi masa kini dalam proses pemungutan suaranya. Rekan-rekan alumni yang tersebar di segenap pelosok tanah air - juga di seluruh penjuru dunia - kini dimungkinkan berpartisipasi aktif tanpa perlu hadir di Bandung ataupun kota-kota lain yang menyediakan tempat pemungutan suara. Kami telah berkemampuan untuk memilih - sekaligus memiliki - cara yang paling efektif dan efisien pada hari ini. Setiap alumni yang ingin berpartisipasi menyuarakan aspirasi dan menggunakan hak pilih tak perlu lagi banyak mengorban waktu ataupun biaya. Tentu saja sepanjang yang bersangkutan terjangkau akses internet yang menjadi prasarat beroperasinya cara ini.

Oleh karena itu, jika faktor kemudahan menjadi salah satu tolak ukur demokratisasi maka pemilihan Ketua Ikatan Alumni ITB kali ini sungguh sudah mencapainya. Sebuah terobosan yang layak dipertimbangkan dan dikembangkan untuk menyempurnakan tata-cara berbagai pesta demokrasi yang berlangsung di tanah air. Termasuk ketika memilih anggota lembaga legislatif, kepala daerah maupun presiden Indonesia yang masing-masing selalu berulang setiap 5 tahun sekali.

TAPI,

Seperti banyak kejadian yang kami lakukan ketika menghadirkan dan menerapkan teknologi dalam banyak aspek kehidupan praktis sehari-hari, kami kerap gagal melakukan ‘proses rekayasa‘ (to engineering) atau ‘menyusun rancangan proses kayasa’ (engineering design) yang dibutuhkan pada habitat atau lingkungan sosial dimana teknologi rekayasa itu diperkenalkan dan diterapkan.

Kami sering terjebak dengan teknologi rekayasa itu sendiri.

Kami sering alpa menyiapkan dan merekayasa habitat dimana teknologi itu ditempatkan.

Teknologi hadir untuk memangkas pengorbanan manusia dalam melakoni aktivitas sehari-sehari sehingga ia dapat lebih leluasa menguak rahasia alam-semesta dan menikmati anugerah kehidupan yang fana ini. Jadi, kehadiran teknologi sesungguhnya ditujukan untuk memberi manfaat yang lebih menguntungkan pada suatu tatanan.

Meski demikian, pada mulanya ia tetaplah sesuatu yang asing. Ia bukan bagian dari lakon sehari-hari yang berada di tatanan itu. Agar kehadirannya beradaptasi dan teradaptasi sempurna, maka perlu diupayakan rekayasa terhadap berbagai unsur lain yang terkait. Sebagian adalah yang ada dan menjadi bagian dari lingkungan itu sendiri.

Pada pemilihan ketua ikatan alumni sebelumnya, kami masih mengandalkan cara tradisional. Alumni yang memiliki hak suara dan ingin menggunakan - pada hari yang ditetapkan - datang ke bilik-bilik suara di tempat pemungutan yang disiapkan. Lalu mencoblos pilihannya.

Alumnus ITB tentu saja masuk kelompok masyarakat Indonesia yang memiliki tingkat literasi tertinggi dalam hal menggunakan teknologi yang demikian jika diterapkan pada sebuah proses pemungutan suara. Mengajarkan tata-cara menggunakannya dapat dikategorikan sebagai ‘mengajarkan ikan berenang’. Lebay, bukan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline