Pendidikan karakter yang seharusnya menjadi pondasi moral bagi anak-anak di Sekolah Dasar (SD) kini berada dalam sorotan tajam seiring dengan munculnya kasus pelecehan yang melibatkan oknum guru. Kasus ini tidak hanya mencoreng dunia pendidikan, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap lembaga pendidikan. Anak-anak yang seharusnya belajar dalam suasana aman dan penuh kasih justru harus menghadapi kekerasan atau pelecehan dari sosok yang mereka percayai sebagai pembimbing dan pelindung. "Pelecehan terhadap anak, baik fisik maupun emosional, mengganggu perkembangan psikologis mereka, yang berdampak buruk pada pembentukan karakter dan masa depan mereka," ujar Dr. Eka Nuraini, seorang pakar psikologi pendidikan.
Di balik kenyataan kelam ini, pendidikan karakter yang seharusnya menjadi salah satu landasan utama dalam Undang-Undang Dasar 1945, khususnya dalam Pasal 31 ayat (1) yang menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan, kini menghadapi tantangan besar. Pendidikan yang ideal tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga menanamkan nilai-nilai moral, integritas, dan rasa hormat antar sesama. Namun, ketika terjadi pelecehan, sistem pendidikan gagal dalam menyediakan lingkungan yang aman bagi anak-anak. Irwan Setiawan, pengamat pendidikan, menambahkan, "Dalam semangat Undang-Undang Dasar 1945, yang menjamin hak setiap anak untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu dan aman, kita perlu memastikan bahwa setiap sekolah memiliki mekanisme pengawasan yang ketat terhadap perilaku guru. Tanpa pengawasan, potensi penyalahgunaan wewenang akan tetap ada."
Dampak dari pelecehan yang dialami anak-anak tidak hanya merusak mental mereka, tetapi juga menghambat proses pembentukan karakter yang menjadi esensi dari pendidikan itu sendiri. Ketika anak-anak kehilangan rasa aman, mereka cenderung lebih tertutup dan tertekan, yang akhirnya mempengaruhi proses pembelajaran dan perkembangan sosial mereka. Seperti yang ditegaskan oleh Dr. Nuraini, "Anak-anak yang menjadi korban pelecehan akan menghadapi kesulitan dalam menjalani kehidupan sosial dan emosional yang sehat, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi masa depan mereka."
Untuk mengatasi masalah ini, solusi yang bersifat sistemik dan menyeluruh harus segera diterapkan. Pertama, pendidikan karakter yang diberikan kepada guru harus dipertegas, mengingat mereka adalah ujung tombak dalam membentuk mental anak. Dalam hal ini, sistem pengawasan yang lebih ketat juga harus diterapkan, dengan mekanisme pelaporan yang aman bagi siswa. Pemerintah juga harus memastikan bahwa implementasi Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diterapkan dengan benar, di mana pendidikan tidak hanya sebatas ilmu pengetahuan, tetapi juga mencakup aspek moral dan karakter yang mendalam.
Pentingnya peran orang tua dalam pendidikan karakter juga tidak bisa diabaikan. Orang tua harus lebih aktif dalam berkomunikasi dengan sekolah dan memperhatikan perkembangan anak-anak mereka. Kolaborasi antara sekolah, orang tua, dan masyarakat, dengan mengacu pada prinsip-prinsip yang terkandung dalam UUD 1945 yang menjamin hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang aman dan bermartabat, sangatlah penting. Dengan pengawasan bersama yang lebih baik, diharapkan kasus pelecehan dapat diminimalkan, dan sekolah dapat kembali menjadi tempat yang aman dan mendidik bagi generasi penerus bangsa.
Dengan penerapan langkah-langkah yang lebih tegas dan sistematis, diharapkan pendidikan karakter dapat berjalan dengan lebih efektif, sekaligus menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan anak secara utuh. Begitu pun dengan melindungi hak-hak mereka sesuai dengan amanat UUD 1945, yang menjamin bahwa setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang tidak hanya cerdas, tetapi juga mengandung nilai moral yang kuat dan karakter yang baik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI