Politik dinasti merupakan sebuah hal yang tidak asing lagi untuk didengar oleh telinga. Politik dinasti dapat dikatakan sebuah warisan budaya kekuasaan tradisional yang sudah dibawa sejak berabad-abad yang lalu terutama di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir peristiwa dinasti politik sering kali menjadi topik hangat sekaligus sorotan di Indonesia. Peristiwa dinasti politik sendiri merujuk kepada situasi dimana kekuasaan/kewenangan politik diwariskan kepada satu keluarga,seperti warisan Kerajaan. Apakah fenomena ini mencerminkan dari sebuah esensi demokrasi atau justru menjadi sebuah jalan menuju nepotisme?
Beberapa pendapat utama yang mendukung peristiwa dinasti politik adalah sebuah stabilitas dan keberlanjutan. Orang-orang yang pro terhadap peristiwa ini berpendapat bahwa tokoh-tokoh dari keluarga yang sudah lama berkecimpung di dalam dunia politik memiliki koneksi,pengalaman dan pemahaman yang lebih dalam mengenal dunia politik dan pemerintahan. Mereka yang pro terhadap politik dinasti percaya bahwa warisan politik ini dapat memastikan kestabilan kebijakan dan pemerintahan yang telah dirancang sebelumnya.
Namun argumen tersebut sering kali mendapat kontra dari berbagai pandangan karena dianggap dapat memicu adanya tindakan nepotisme.Ketika sebuah kekuasaan dipusatkan kepada satu keluarga, peluang bagi orang luar untuk berkompetisi dalam arena politik akan semakin sempit. Situasi tersebut dapat menghambat munculnya ide-ide yang segar dan inovasi yang mungkin diperlukan dalam memecahkan permasalahan yang berada di Masyarakat.
Selain itu, politik dinasti dapat merusak prinsip meritokrasi. Meritokrasi memiliki system jika seseorang akan menempati posisi berdasarkan kepada kemampuan dan prestasi yang dimilikinya,bukan berdasarkan hubungan keluarga. Dengan terjadinya dinasti politik, banyak kekhawatiran behwa kompetensi dan kemampuan akan diabaikan, dan posisi diberikan kepada anggota keluarga yang mungkin kurang memenuhi syarat.
Di Indonesia, kita dapat melihat banyaknya peridtiwa dinasti politik yang terjadi didepan mat akita, di berbagai daerah seringkali terdapat satu keluarga yang memegang jabatan politik secara berturut-turut. Fenomena tersebut memunculkan sebuah pertanyaan mengenai kualitas demokrasi kita. Apakah benar bahwa masyarakat memiliki kebebasan untuk memilih siapa pemimpin mereka, atau pilihan tersebut telah dipersempit oleh hegemoni keluarga tertentu?
Dinasti politik bukanlah sebuah peristiwa baru,dampaknya terhadap demokrasi menimbulkan berbagai kontra dari sudut pandang masyarakat. Sejatinya demokrasi ialah dapat memberikan peluang yang adil bagi setiap individu, tanpa memandang latar belakang keluarga. Ketika sebuah kekuasaan terpusat pada satu keluarga esensi demokrasi yang adil akan terganggu.
Maka dari itu, perlu adanya sebuah regulasi yang lebih ketat yang bertujuan untuk memastikan bahwa praktik politik dinasti tidak mengarah kepada penyalahgunaan kekuasaan dan juga nepotisme.Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memperkuat sistem seleksi calon pemimpin berdasarkan kriteria yang objektif dan memenuhi syarat secara transparan. Dan juga pentingnya memberikan edukasi kepada masyarakat supaya lebih selektif dalam memilih calon pemimpin berdasarkan kemampuanya bukan hanya nama besar.
Di era globalisasi ini, indonesia harus terus dapat mempertahankan keseimbangan integritas dan keadilan demokrasi. Dinasti politik mungkin menawarkan stabilitas,namun stabilitas tanpa demokrasi sejatinya hanya akan menjadi sebuah ilusi.Masyarakat harus objektif dan kritis dalam mengawasi peristiwa politik, memastikan bahwa jalan menuju kepemimpinan tidak dilalui nepotisme melainkan dibentuk oleh semangat demokrasi yang sebenarnya.
Penulis: Alia Nazwa Regina
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H