Lihat ke Halaman Asli

Jihan Medina

Mahasiswi Semester 1 Sastra Inggris UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Pengaruh Media Sosial terhadap Identitas Diri

Diperbarui: 14 Desember 2022   19:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sebagai manusia kita harus memiliki sifat percaya diri, karena jika kita tidak percaya pada diri kita sendiri maka bagaimana nantinya orang lain akan percaya pada diri kita. 

Identitas diri merupakan ciri khas diri kita yang tidak dimiliki oleh orang lain, identitas diri bukan hanya berbicara tentang bagaimana kita menilai diri sendiri, tetapi tentang bagaimana diri saya dinilai oleh orang lain. Setiap orang berhak memakai "topeng", tetapi kita harus siap lepas pasang agar tidak kehilangan jati diri dan kita harus bisa menyesuaikannya dalam kehidupan sehari-hari. 

Contohnya, dalam dunia nyata kita adalah orang yang pendiam dan sulit bergaul dengan orang lain, tetapi dalam dunia maya (media sosial) kita adalah orang yang aktif dan mudah bergaul dengan banyak orang. 

Hal tersebut bisa terjadi karena dengan adanya "topeng" kita dapat merubah sifat kita di dunia nyata, yang awalnya pendiam menjadi aktif dan yang awalnya sulit bergaul menjadi mudah bergaul. Dalam menggunakan "topeng" harus dalam keadaan sadar, karena hal tersebut masih dalam keadaan normal. Akan tetapi, jika dalam penggunaan "topeng" tidak dalam keadaan sadar (diluar kendali) maka akan berbahaya bagi kesehatan mental.

Gunakanlah akun media sosial dengan baik, tidak ada salahnya memisahkan akun media sosial pribadi dan akun media sosial untuk keperluan lainnya. Hal tersebut berguna agar dapat mengatur postingan media sosial dengan mudah. Bijaklah dalam memposting sesuatu karena itu menunjukkan jati diri dan identitas diri kita. Jangan sampai media sosial membuat kita menjadi kecanduan, terobsesi dengan like dan viewers sehingga menimbulkan kecemburuan. Perbandingan yang paling baik adalah membandingkan diri kita sekarang dengan diri kita sebelumnya, bukan membandingkan diri kita dengan orang lain.

Media sosial itu seperti narkoba, artinya dapat sebagai penyembuh atau kecanduan. Selanjutnya, tugas kita adalah memilih apakah kita menggunakan media sosial untuk hal positif atau negatif. Selain itu, dalam bermedia sosial kita harus bisa menyeimbangkan dengan kehidupan sehari-hari. Kita juga dapat menerapkan 3 prinsip sindu dalam kehidupan digital. Salah satu contohnya adalah prinsip Humanum, kita bisa membuka open donasi melalui suatu website. Ada juga prinsip keberagaman, kita bisa melakukan zoom meeting Bersama seseorang dan membahas berbagai hal.

Dalam bermedia sosial tindakan yang kita lakukan harus baik, benar, dan bermanfaat bagi semua orang. Agar media sosial membawa kebaikan bagi kita, maka kita harus baik pula dalam menggunakannya. Terakhir, dalam bermedia sosial bisa pula dilihat dari perspektif religius dengan cara mencapai tujuan hidup yang luhur, membantu orang lain, mewartakan kebenaran, dan menjalin persaudaraan.

Refleksi Diri Apabila Dikaitkan Dengan Kebebasan, Tanggung Jawab, dan Suara Hati. 

Semua orang memiliki hak dalam bermedia sosial, kita bebas untuk melihat apapun dan menggunakan apapun. Akan tetapi, kita harus tetap membatasi kebebasan tersebut. Hal itu bertujuan karena ada hak orang lain yang sama besarnya dan demi kepentingan masyarakat. Ketika kita menjalankan kebebasan di media sosial, sudah jelas bahwa kita harus memiliki kewajiban moral.

Oleh karena itu, tidak ada yang bisa merenggut kebebasan seseorang dari media sosial. Bermedia sosial boleh sebebas-bebasnya, tetapi kita juga harus tetap memiliki tanggung jawab. Artinya semua perbuatan yang kita lakukan di media sosial pasti ada dampak positif dan dampak negatif, kita harus mempertanggungjawabkan semua hal yang dilakukan selama bermedia sosial baik itu tindakan positif maupun tindakan negatif. Selama kita bisa bertanggung jawab dalam bermedia sosial, maka kita boleh menggunakan media sosial sebebas-bebasnya. Akan tetapi, jika tidak bertanggung jawab dalam bermedia sosial, maka semakin tidak bebas pula kita dalam bermedia sosial. 

Suara hati itu terus berkembang sejak kita lahir, jika kita sejak lahir dibiasakan bersikap baik maka sampai dewasa pun akan tetap bersikap baik. Akan tetapi, jika sejak lahir kita dibiasakan bersikap buruk maka sampai dewasa pun akan tetap bersikap buruk. Sama halnya dalam bermedia sosial, jika sejak awal bermedia sosial kita untuk melakukan hal positif, maka sampai akhir pun kita akan tetap menggunakannya untuk hal positif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline