Fenomena komunikasi politik di Indonesia sejak tahun 2014 mulai bergeser dengan memanfaatkan ruang-ruang virtual sebagai medan pertarungan gagasan. Kemunculan meme di internet/media sosial turut berkontribusi dalam mengubah citra politik yang terkenal dengan dominasi elit menjadi ulasan keseharian masyarakat awam. Tahun 2019 media sosial di Indonesia pernah dibuat heboh dengan kemunculan pasangan calon presiden (capres) dan wakil presiden (Wapres) fiktif yang penuh dengan candaan bernama Nurhadi dan Aldo. Layaknya capres-cawapres betulan, mereka memiliki akun media sosial yang dikelola oleh sejumlah orang dengan desain yang kekinian. Kontennya pun tak sembarangan, mereka mengumbar janji yang akan ditepati andai ‘terpilih’ nanti melalui beragam macam mem yang ditampilkan.
instagram.com/nurhadi_aldo
Mem atau meme [baca: mim] dalam ilmu memetika itu semacam kode rahasia perilaku manusia yang bisa jadi pembuka kotak pandora untuk telanjangi serangkaian teknik baru memanipulasi masa yang ada dalam iklan, pidato politik, dan khotbah di TV yang bersifat manipulatif. Jadi, sebagai bentuk keresahan kritis masyarakat terhadap mem yang dahsyat dalam materi iklan calon presiden, calon gubernur, calon walikota, calon legislatif, dan lain-lain. Seperti mem yang pernah dibuat Kahlil Gibran, mem "Bangsa Kasihan". Begini bunyi mem Kahlil Gibran itu:
"Kasihan bangsa yang memakai pakaian yang tidak ditenunnya, memakan roti dari gandum yang tidak dituainya dan meminum anggur yang tidak diperasnya.
Kasihan bangsa yang menjadikan orang bodoh menjadi pahlawan dan menganggap penindasan penjajah sebagai hadiah.
Kasihan bangsa yang tidak pernah angkat suara kecuali jika sedang berjalan diatas kuburan, tidak sesumbar kecuali di reruntuhan, dan tidak memberontak kecuali ketika lehernya sudah berada diantara pedang dan landasan.
Kasihan bangsa yang negarawannya serigala, falsafahnya karung nasi, dan senimannya cuma tukang tambal dan tukang tiru.
Kasihan bangsa yang menyambut penguasa barunya dengan terompet kehormatan namun melepasnya dengan cacian, hanya untuk menyambut penguasa baru lain dengan terompet lagi.
Kasihan bangsa yang orang sucinya dungu menghitung tahun-tahun berlalu dan orang kuatnya masih dalam gendongan.
Kasihan bangsa yang terpecah belah, dan masing-masing menganggap dirinya sebagai satu bangsa"
Jadi, sekali lagi agar tak jadi bangsa pilihan dan bangsa kasihan, orang pun membuat meme di media sosial seperti "Pilihlah pemimpin dengan kritis, karena 5 menit di kotak suara untuk nasib bangsa 5 tahun ke depan". Kalau sampai salah kita akan mendirikan PLTAM yang baru: Perusahaan Listrik Tenaga Air Mata, sebab kesedihan dan air mata rakyat sudah sangat cukup untuk itu. Dan untuk pemimpin yang terpilih, jangan sampai rakyat datang ke depan rumah anda dengan menyerahkan mem seperti ini: "Everybody Knew You're Liar!".
www.lucu.me www.simomot.com
Meme sendiri dalam konstruk negara demokrasi dianggap sebagai bagian dari kebebasan berpendapat masyarakat yang disampaikan melalui media sosial. Meski tidak semua meme yang bertebaran di internet bernuansa politik, akan tetapi meme politik ternyata mendapat penilaian yang berbeda dibandingkan meme nonpolitik. Sebuah studi yang membandingkan meme politik dan nonpolitik mengungkap bahwa meme nonpolitik dianggap sebagai lelucon semata, sementara meme politik dianggap lebih dari itu. Hal ini menunjukkan bahwa meme politik dapat berfungsi lebih dari sekedar menghibur khalayak. Meme politik yang diunggah di internet adalah salah satu bentuk adaptasi satir terhadap kemajuan teknologi serta ruang terbatas yang disediakan oleh media sosial. Keberadaan satir lebih dari sekedar penghasil tawa, namun juga sarana refleksi atas kehidupan sosial politik. Meme politik sebagai format termutakhir dari satir telah berkembang dan menyebar begitu luas, hingga pemilihan umum akan terasa tidak lengkap tanpa adanya meme.
Instagram.com/EriesMeilani
Meskipun bukan artikel berita yang memenuhi unsur 5W+1H, namun bukan berarti meme tidak mampu berperan dalam usaha menciptakan masyarakat yang melek politik. Para pemuda dan orang-orang yang tidak percaya pada politik lebih menyukai pengetahuan politik yang disajikan dalam bentuk yang menghibur. Melalui meme, suara masyarakat yang bukan dari kalangan elit dapat tersampaikan dan didengar. Meme membuat warga negara tetap mendapat informasi mengenai kondisi sosial politik, meski mereka tidak mengakses berita. Bahkan, lebih dari sekedar informatif, meme dapat mengubah opini publik dan menginisiasi terciptanya gerakan sosial terlebih karena pesan yang disampaikan dapat menyebar dengan cepat dan sampai ke tujuan.