Lihat ke Halaman Asli

Jihan Makailah

Kontributor Tulisan

Meme Sarana Ekspresi Politik

Diperbarui: 3 Januari 2024   16:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

instagram.com/nurhadi_aldo 

Fenomena  komunikasi  politik  di Indonesia  sejak  tahun  2014  mulai  bergeser  dengan memanfaatkan  ruang-ruang  virtual  sebagai medan  pertarungan  gagasan. Kemunculan meme di internet/media sosial turut berkontribusi dalam mengubah citra politik yang terkenal dengan dominasi elit menjadi ulasan keseharian masyarakat awam. Tahun 2019 media sosial di Indonesia pernah dibuat heboh dengan kemunculan pasangan calon presiden (capres) dan wakil presiden (Wapres) fiktif yang penuh dengan candaan bernama Nurhadi dan Aldo. Layaknya capres-cawapres betulan, mereka memiliki akun media sosial yang dikelola oleh sejumlah orang dengan desain yang kekinian. Kontennya pun tak sembarangan, mereka mengumbar janji yang akan ditepati andai ‘terpilih’ nanti melalui beragam macam mem yang ditampilkan.

instagram.com/nurhadi_aldo 

Mem atau meme [baca: mim] dalam ilmu memetika itu semacam kode rahasia perilaku manusia yang bisa jadi pembuka kotak pandora untuk telanjangi serangkaian teknik baru memanipulasi masa yang ada dalam iklan, pidato politik, dan khotbah di TV yang bersifat manipulatif. Jadi, sebagai bentuk keresahan kritis masyarakat terhadap mem yang dahsyat dalam materi iklan calon presiden, calon gubernur, calon walikota, calon legislatif, dan lain-lain. Seperti mem yang pernah dibuat Kahlil Gibran, mem "Bangsa Kasihan". Begini bunyi mem Kahlil Gibran itu:

"Kasihan bangsa yang memakai pakaian yang tidak ditenunnya, memakan roti dari gandum yang tidak dituainya dan meminum anggur yang tidak diperasnya.

Kasihan bangsa yang menjadikan orang bodoh menjadi pahlawan dan menganggap penindasan penjajah sebagai hadiah.

Kasihan bangsa yang tidak pernah angkat suara kecuali jika sedang berjalan diatas kuburan, tidak sesumbar kecuali di reruntuhan, dan tidak memberontak kecuali ketika lehernya sudah berada diantara pedang dan landasan.

Kasihan bangsa yang negarawannya serigala, falsafahnya karung nasi, dan senimannya cuma tukang tambal dan tukang tiru.

Kasihan bangsa yang menyambut penguasa barunya dengan terompet kehormatan namun melepasnya dengan cacian, hanya untuk menyambut penguasa baru lain dengan terompet lagi.

Kasihan bangsa yang orang sucinya dungu menghitung tahun-tahun berlalu dan orang kuatnya masih dalam gendongan.

Kasihan bangsa yang terpecah belah, dan masing-masing menganggap dirinya sebagai satu bangsa"

Jadi, sekali lagi agar tak jadi bangsa pilihan dan bangsa kasihan, orang pun membuat meme di media sosial seperti "Pilihlah pemimpin dengan kritis, karena 5 menit di kotak suara untuk nasib bangsa 5 tahun ke depan". Kalau sampai salah kita akan mendirikan PLTAM yang baru: Perusahaan Listrik Tenaga Air Mata, sebab kesedihan dan air mata rakyat sudah sangat cukup untuk itu. Dan untuk pemimpin yang terpilih, jangan sampai rakyat datang ke depan rumah anda dengan menyerahkan mem seperti ini: "Everybody Knew You're Liar!".

www.lucu.me

www.simomot.com

Begitulah meme menjadi pemuas bagi masyarakat yang terkadang geram dengan elit politik namun tidak bisa berbuat apa-apa.

Meme sendiri dalam konstruk negara demokrasi dianggap sebagai bagian dari kebebasan berpendapat masyarakat yang disampaikan melalui media sosial. Meski tidak semua meme yang bertebaran di internet bernuansa politik, akan tetapi meme politik ternyata mendapat penilaian yang berbeda dibandingkan meme nonpolitik. Sebuah studi yang membandingkan meme politik dan nonpolitik mengungkap bahwa meme nonpolitik dianggap sebagai lelucon semata, sementara meme politik dianggap lebih dari itu. Hal ini menunjukkan bahwa meme politik dapat berfungsi lebih dari sekedar menghibur khalayak. Meme politik yang diunggah di internet adalah salah satu bentuk adaptasi satir terhadap kemajuan teknologi serta ruang terbatas yang disediakan oleh media sosial. Keberadaan satir lebih dari sekedar penghasil tawa, namun juga sarana refleksi atas kehidupan sosial politik. Meme politik sebagai format termutakhir dari satir telah berkembang dan menyebar begitu luas, hingga pemilihan umum akan terasa tidak lengkap tanpa adanya meme. 

Instagram.com/EriesMeilani

Meskipun bukan   artikel   berita   yang memenuhi  unsur  5W+1H,  namun  bukan  berarti  meme tidak mampu berperan dalam usaha menciptakan masyarakat yang melek politik. Para pemuda dan orang-orang yang tidak percaya pada politik lebih menyukai pengetahuan politik  yang  disajikan  dalam  bentuk  yang  menghibur. Melalui meme, suara masyarakat yang bukan dari kalangan elit dapat tersampaikan dan didengar.  Meme membuat   warga   negara   tetap   mendapat   informasi mengenai  kondisi sosial  politik, meski  mereka  tidak mengakses berita. Bahkan, lebih dari sekedar informatif,  meme dapat mengubah opini  publik dan  menginisiasi terciptanya  gerakan  sosial terlebih karena pesan yang disampaikan dapat menyebar dengan cepat dan sampai ke tujuan. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline