A. Pengertian Filsafat Pendidikan eksistensialisme
Eksistensialisme adalah sebuah paham yang beranggapan bahwa manusia mempunyai kekuatan/kebebasan dalam menentukan tindakan dan menentukan sendiri nasib atau wujud keberadaannya dan bertanggungjawab atas pilihan tersebut. Aliran ini dibagi menjadi dua yaitu teitis dan ateitis.
Teitis beranggapan bahwa manusia memiliki bereksistensi namun atas pengaruh kehendak tuhan. Sedangkan ateitis berkebalikan yang dimana manusia mempunyai kebebasan dalam bereksistensi terlepas dari kehendak tuhan. Perbedaan pemikiran dalam eksistensialisme berawal dari anggapan esensi mendahului eksistensi atau eksistensi mendahului esensi.
Sebagian yag berpikir esensi mendahului eksistensi beranggapan manusia memiliki keterbatasan dalam dunia ini, dan Tuhan menjadi penolongnya. Ini adalah orang teistik.
Sebagian lainnya, eksistensi mendahului esensi. Segala sesuatu yang dikatakan benar itu yang terlihat. Yg tak terlihat tidak pernah ada, semuanya tidak ada kecuali diri kita dalam kehidupan ini. Inilah sebagian penganut atheistik.
Sedangkan dalam dunia pendidikan, misal ya, orang yg dikatakan pinter kalau nilainya bagus. Dalam pendidikan aliran eksistensialisme sangat berpengaruh dalam kemajuannya seperti dalam sebuah kompetensi.
Kompetensi disini bisa menjadi wajah untuk mengeksplorasi potensi yang ada dalam peserta didik. Sehingga peserta didik dapat bereksistensi atau mewujudkan keberadaanya dalam dunia pendidikan. Guru juga dapat berkontribusi yaitu dengan cara menggali, membimbing, dan memfasilitasi peserta didik dalam mengembangkan potensinya.
B. Pemikiran Tokoh-tokoh filsafat pendidikan eksistensialisme
1. Jean Paul Satre
Pencetus filsafat eksistensialisme yang lebih menekankan kebebasan manusia. Berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan apa yang dia suka apa yang dia pilih.
Dalam dunia pendidikan berpendapat bahwa peserta didik diharuskan percaya diri dengan potensi yang dimilikinya. Perbedaan Jean Paul Sartre dari tokoh-tokoh lainnya adalah beliau berpendapat bahwa manusia dalam keberadaan/eksistensinya bisa mendahulu esensinya berbeda dengan benda dimana keberadaan suatu benda sekaligus menjadi esensinya.
2. Soren Kierkegaard