Lihat ke Halaman Asli

Benarkah Konsumsi Serat Dapat Mengurangi Gejala Depresi pada Orang Dewasa? Yuk Cek Penjelasannya!

Diperbarui: 28 Desember 2021   11:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: Unsplash.com

Oleh: Jihan Farhanah dan Rahma Anindya Putri

Apa Itu Depresi dan Serat?

Depresi adalah gangguan mental umum yang muncul disertai dengan suasana hati yang tertekan, kehilangan minat atau kesenangan, penurunan energi, perasaan bersalah atau harga diri rendah, gangguan tidur atau nafsu makan, dan konsentrasi yang buruk yang terjadi setidaknya selama dua minggu (WHO, 2012; PAHO, 2021). Depresi seringkali disertai dengan gejala kecemasan. Masalah-masalah tersebut dapat menjadi kronis atau berulang dan menyebabkan gangguan pada seseorang dalam mengurus tanggung jawabnya sehari-hari. Hal terburuknya, depresi dapat menyebabkan bunuh diri (WHO, 2012). Penyebab depresi sendiri beragam dan salah satunya dapat dikarenakan pola makan tinggi gula dan tinggi lemak (Bonaccio, 2021; Taylor & Holscher, 2020). Sementara itu, serat pangan adalah bagian yang dapat dimakan dari tanaman atau karbohidrat analog yang tahan terhadap pencernaan dan penyerapan di usus halus serta dapat mengalami fermentasi lengkap atau sebagian di usus besar (Dhingra et al, 2012).

Jenis-Jenis Serat, Contoh beserta Manfaatnya

Setelah mengetahui pengertian dari serat, perlu kita ketahui juga terdapat beberapa jenis serat pangan. Serat pangan sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu serat yang mudah larut dan serat tidak dapat larut. Serat yang tidak dapat larut terdiri dari selulosa yang terdapat di sayur-sayuran; hemiselulosa yang terdapat di serealia; lignin yang terdapat di tumbuhan berkayu; serta pektin yang terdapat di buah, sayur, kacang-kacangan, polong-polongan dan kentang (Dhingra et al, 2012). Sedangkan serat yang mudah larut terdiri dari gum yang terdapat di ekstrak rumput laut (seperti karagenan, alginat, dan xanthan) serta muchilages yang terdapat di ekstrak tumbuhan (seperti gum akasia, gum karaya dan gum tragacanth) (Dhingra et al, 2012). Dari berbagai jenis serat tersebut, serat pangan memiliki banyak manfaat bagi tubuh. Dari semua manfaat serat pangan yang paling dikenal adalah manfaatnya pada motilitas usus dan pencegahan terhadap sembelit (Barber et al, 2020). Selain itu, serat juga bermanfaat untuk menurunkan berat badan melalui pengurangan frekuensi dan konsumsi makanan, mengontrol kadar lemak di tubuh; meningkatkan sensitivitas insulin; menurunkan risiko terkena penyakit kardiovaskular termasuk seperti penyakit jantung koroner; serta mengontrol komposisi dari mikrobiota usus kita (Barber et al, 2020).

Hubungan Konsumsi Serat terhadap Gejala Depresi pada Orang Dewasa

Hasil penelitian di USA oleh Xu et al. (2018) menunjukkan bahwa konsumsi total serat buah dan sayur memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan keparahan gejala depresi pada orang dewasa. Penelitian lain oleh Li et al. (2020) pada wanita pra-menopause di USA, didapatkan hasil bahwa secara statistik, konsumsi serat pangan tinggi yang diperantarai oleh kerja mikrobiota usus secara signifikan menurunkan gejala depresi. Kerja mikrobiota usus tersebut lebih dikenal dengan istilah microbial-gut-brain axis.

Gut-brain axis merupakan jaringan komunikasi dua arah yang menghubungkan sistem saraf enterik (ENS) dan pusat (CNS) (Appleton, 2018). Banyak penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan penyakit usus sering disertai dengan gejala depresi. Begitu sebaliknya, perilaku pasien depresi dapat mengubah komposisi mikrobiota usus (Sun et al., 2020). Mekanisme gut-brain axis ini dapat melalui empat jalur utama: pertama, jalur neurologis melalui pensinyalan saraf vagus atau aktivitas neurotransmitter; kedua, jalur endokrin melalui pelepasan peptida biologis aktif dari sel enteroendokrin; ketiga, jalur metabolik yang dimediasi oleh ketersediaan asam lemak rantai pendek (short-chain fatty acids/SCFA), meliputi asetat, propionat, dan butirat; keempat, jalur sistem imun yang dijelaskan melalui kejadian disfungsi kekebalan tubuh dan inflamasi kronis selama kondisi dysbiosis.

Kim et al. (2020) dalam penelitiannya di Korea, menyatakan bahwa konsumsi jenis serat pangan yang berbeda akan menimbulkan efek yang berbeda terhadap gejala depresi. Hal ini didukung oleh bukti bahwa setiap populasi mikrobiota tidak selalu menggunakan jenis serat yang sama sebagai sumber energi mereka. Misalnya, konsumsi serat pangan jenis galakto-oligosakarida (GOS) berpotensi meningkatkan populasi Bifidobacteria, sedangkan pektin apel dapat meningkatkan populasi Lactobacilli. Pertumbuhan dan reproduksi bakteri dalam usus ini yang kemudian berujung pada menurunnya gejala depresi. Selain itu, terdapat juga beberapa jenis serat yang dapat memberikan efek langsung terhadap gejala depresi, seperti konsumsi jenis serat frukto-oligosakarida (FOS) dalam waktu berkepanjangan dapat menurunkan kadar kortisol.

Berdasarkan bahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa konsumsi makanan tinggi serat yang konsisten dapat dijadikan pilihan dalam meringankan dan mencegah pengembangan gejala depresi. Konsumsi jenis serat yang beragam dalam jumlah cukup juga akan memberikan manfaat yang lebih besar. Hal ini mengingat bahwa terdapat perbedaan manfaat yang didapat dari konsumsi jenis serat yang berbeda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline