Lihat ke Halaman Asli

Ekplorasi dan Penelitian Ekstrak Bellucia pentamera Sebagai Kandidat Antikanker Pertama di Indonesia Oleh Mahasiswa Universitas Andalas

Diperbarui: 13 Juli 2024   18:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar 1 Dokumentasi Ekstraksi Daun Bellucia pentamera

Padang- Potensi etnomedisin dari tanaman invasif masih belum banyak diteliti oleh khalayak ramai. Dari sekian banyaknya jenis spesies tanaman invasif, jenis yang paling sering ditemukan merusak biodiversitas ekosistem adalah Jambu Tangkalak (Bellucia pentamera). Maka dari itu, Tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) RE Universitas Andalas mengeksplor potensi tumbuhan invasif Bellucia pentamera sebagai kandidat obat antikanker pertama di Indonesia.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masih minimnya riset tentang pemanfaatan ekstrak tanaman ini di dunia drug development dan drug discovery. Sejauh ini penelitian dan penggunaan Bellucia pentamera masih sebatas pengujian antimikroba, dan biopestisida. Padahal, karena keberlimpahan tanaman invasif ini di alam perlu dimanfaatkan untuk pengendalian populasinya di lingkungan.

Kajian studi tentang ekstrak dari tanaman ini masih pada seputar efeknya terhadap bakteri dan tumbuhan sebagai pestisida alami. Tentang bagaimana potensi ekstrak tanaman ini pada hewan masih kurang dan dapat dikatakan belum ada sama sekali. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi batu pijakan awal untuk penemuan riset baru tentang potensi ekstrak tanaman Bellucia pentamera terhadap penyakit lainnya, salah satunya kanker payudara.

Tim yang diketuai oleh Sona Ayu Pratiwi dari Mahasiswa Jurusan Kimia 2021 Universitas Andalas melakukan studi awal dengan pendekatan secara bioinformatika untuk mengetahui potensi ekstrak tanaman ini.  "Berdasarkan data in-silico, ekstrak etanol daun Bellucia pentamera memiliki potensi sebagai kandidat antikanker. Salah satunya adalah 9-Octadecenamic yang berdasarkan data hasil docking lebih rendah binding affinity-nya dibanding native ligand dan obat kanker seperti tamoxifen dan doxorubicin" jelasnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline