Lihat ke Halaman Asli

Alisha Jihan

Mahasiswi S1 Sistem Informasi Universitas Airlangga

Ecobrick Langkah Inovatif Pengelolaan Sampah

Diperbarui: 23 Juni 2024   23:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Permasalahan sampah hingga saat ini masih menjadi perkara klasik di tengah-tengah masyarakat. Sampah hampir selalu dihasilkan dari setiap aktivitas sehari-hari kita, mulai dari bungkus makanan, plastik belanjaan, hingga barang bekas yang sudah tidak terpakai. 

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia menghasilkan 29,6 ton sampah pada 2023. Berdasarkan data tersebut, sampah plastik menempati urutan kedua setelah sampah sisa makanan, dengan presentasi 18,8 persen atau setara dengan 5,57 ton. Namun, karena bahan plastik sulit terurai, yaitu sekitar 1000 tahun, jenis sampah ini perlu diperhatikan serius.

Saat terurai, partikel-partikel plastik akan mencemari tanah dan air tanah sehingga kesuburan tanah berkurang. Sampah plastik dihilangkan dengan cara dibakar, dinilai paling mudah untuk dilakukan karena semua jenis sampah akan berubah menjadi abu (Patil dkk, 2014). 

Namun, apabila dibakar plastik akan mengurai menjadi asap beracun dioksin yang bila terhirup manusia akan melahirkan penyakit hepatitis, kanker, pembengkakan hati, gangguan sistem saraf, sampai depresi. 

Selain manusia, hewan juga dapat terkena dampak limbah plastik, banyak hewan yang mati sebab tidak sengaja mengkonsumsi plastik yang menyerupai makanan mereka. Begitu berbahayanya sampah plastik bila tidak ditangani.

Solusi dari permasalahan ini adalah dengan menciptakan ecobrick, sebuah produk yang mudah untuk dibuat serta bernilai ekonomis tinggi. Ecobrick merupakan gabungan dari dua kata yaitu, "eco" yang artinya ramah lingkungan dan "brick" berarti bata. Ecobrick adalah botol plastik yang diisi penuh secara rapat dengan sampah anorganik, yakni lembaran plastik (Ecobricks.org, 2015). Ecobrick menjadi pilihan lain bagi bata konvensional dalam membangun struktur.

Dalam asal-usulnya, kota pertama di dunia yang menggunakan ecobrick pertama untuk mengurangi volume sampah plastik  adalah kota Yogyakarta. Hal ini, dikemukakan oleh satu dari 8 pemimpin utama gerakan ecobrick dunia yaitu Russel Maier. 

Russel merupakan arsitek berkelanjutan asal Kanada yang telah menyebarkan teknologi ecobrick sejak tahun 2012. Sejak penemuannya, ecobrick mulai mengglobal dan berbagai organisasi lingkungan telah memanfaatkannya untuk mendirikan berbagai struktur seperti sekolah, bank, hostel, dan sebagainya (Dyan Agustin, 2020)

Ecobrick tidak ditunjukkan untuk menghancurkan sampah plastik, sebaliknya mengolahnya menjadi kerangka bangunan dengan memperpanjang usia plastik. Dari segi prosesnya, pembuatan ecobrick sangat mudah, dapat dilakukan oleh berbagai kalangan dan hampir tidak memerlukan pengeluaran. 

Hanya perlu menyiapkan sampah plastik, botol plastik dan tongkat panjang, ecobrick dapat disulap menjadi perabotan rumah tangga seperti meja, kursi, pot tanaman, rak buku, dan banyak lagi. Botol ecobrick sebesar 600 ml dapat terjual seharga 20.000 rupiah, jika sudah diolah menjadi kursi harganya bisa mencapai jutaan rupiah di e-commerce.

Langkah membuat kursi dari ecobrick diawali dengan memilih botol yang berukuran sama dan plastik yang bersih serta kering. Ambil sampah plastik kemudian potong menggunakan gunting atau alat lainnya sampai memiliki ukuran kecil. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline