Lihat ke Halaman Asli

Menelusuri Kelembutan dan Ketawakalan: Akhlak Seorang Dai dalam Dakwah

Diperbarui: 27 Mei 2024   16:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

"Menelusuri Kelembutan dan Ketawakalan: Akhlak Seorang Dai dalam Dakwah"

Oleh: Syamsul Yakin

Dosen UIN SYarif Hidayatullah Jakarta, dan Jihan Amalia Zahra Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Akhlak adalah respons spontan seseorang. Bagi seorang dai, akhlak adalah respons spontan terhadap mad'u yang memiliki berbagai macam perilaku. Ada yang menyenangkan, ada yang sibuk dengan diri sendiri, dan ada juga yang menguji kesabaran dai.

Namun, Allah memberikan kepastian bahwa seorang dai dapat tetap bersikap lembut saat menghadapi mad'u dalam situasi apa pun. Allah menyatakan, "Maka berkat rahmat dari Allah kamu menjadi lemah lembut kepada mereka" (QS. Ali Imran/3: 159).

Dalam sejarah dakwah Nabi, ayat ini adalah jaminan dari Allah bahwa bagaimanapun reaksi mad'u terhadap dakwah Nabi, Allah akan melembutkan hati Nabi. Hal ini juga berlaku untuk para dai masa kini.

Sejarah mencatat bahwa Nabi memperlakukan kaum kafir Mekah dengan penuh kelembutan. Beliau melihat mad'u sebagai objek dakwah dan saudara sesama manusia yang perlu diarahkan ke jalan yang benar. Meskipun mereka melakukan pelanggaran berat, Nabi tetap bersikap lembut, bahkan saat diboikot.

Di Mekah, Nabi mengalami boikot ekonomi, di mana masyarakat diinstruksikan untuk tidak menjual barang kepada Nabi atau membeli barang darinya. Padahal, perdagangan adalah mata pencaharian utama penduduk Mekah, yang dikenal sebagai pusat perdagangan.

Sebagai seorang dai, Nabi merespons situasi ini dengan akhlak mulia. Allah berfirman, "Dan sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu, maka maafkanlah mereka" (QS. Ali Imran/3: 159).

Dari sini kita memahami bahwa seorang dai harus memiliki dua akhlak utama menurut al-Qur'an: kelembutan dan sifat pemaaf. Tentang sifat pemaaf, Allah berfirman, "Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi siapa yang memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim" (QS. al-Syura/42: 40).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline