Lihat ke Halaman Asli

Mau Gak Jadi Presiden Minim Fasilitas?

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam kisah nyata di negeri Kita tercinta ini, sering sekali Kita lihat pemandangan yang membuat sebagian dari Kita (Rakyat) merasa miris akan gaya hidup pemimpin kita. Baik itu pejabat, aparat negara, dan apalah itu, intinya petinggi-petinggi kita.

Dalam satu kesempatan saya berfikir, banyak motif dan janji-janji yang mengatas namakan rakyat, memperjuangkan rakyat, membela orang kecil, non diskriminasi, membela yang lemah, dan yang sebagainya. Seolah kita orang yang kecil ini selalu saja dibohongi dengan janji-janji yang melambung tinggi.

Janji ingin mensejahterakan dengan berbagai modus, tetapi kenyataannya membuat rakyat sensara. Seolah-olah  ketika berada dibawah rajin ngamalin ayat kursi, sudah dapat kursi lupa sama ayat. Kursi didapat lupa sama ayat-ayat yang dulu pernah dijanjikan kepada rakyat.

Teringat sebuah kisah nyata yang membuat saya mempunyai mimpi dan bercita-cita ingin sekali mempunyai pemimpin seperti pada kisah saya berikut.

Pada jaman Khalifah Umar Bin Khatab, tepatnya Khalifah ke dua umat Islam. Dari tangan Beliau, Islam mampu menguasai dua per tiga dunia. Namun dari besarnya wilayah yang dikuasai tidak membuat hati Khalifah Umar Bin Khatab memanfaatkan fasilitas-fasilitas negara, bahkan Dia melarang keluarganya untuk ndompreng menikmati fasilitas negara yang ada dikendali tangannya. Dia sangat anti terhadap fasilitas negara, bahkan kalau bisa malah menghindarinya. Kalau pemimpin sekarang kan mumpung basah neh. main sikat hak rakyat, korupsi dimana-mana.

Suatu malam yang mendekati magrib, dimana hari mulai malam dan gelap. Sementara pada jaman itu hanya ada lilin yang menyala. Umarpun mematikan lilin itu, karena itu adalah milik negara. Dia juga terkenal sangat adil tanpa diskriminatif. Seperti kisah dimana seorang yahudi yang menang perkaranya dengan gubernur beliau sendiri. Kisahnya begini, suatu hari Amr bin Ash ingin membangun sebuah mesjid disebelah istananya. Namun, ditanah tempat membangun itu terdapat gubuk kecil kepunyaan yahudi. Dipanggillah yahudi untuk menghadap.

"Yahudi"
"Ya Pak". Jawab yahudi.
"Itu rumah kamu?"
"Iya Pak"
"Kamu bangun sembarangan, rumah dan tanahmu kena jalur hijau itu"
"Lha terus pak?"
"Kami mau bangun masjid disitu, tanahmu mau dibeli"
"Nggak mau pak""
"Dua kali lipat"
"Nggak mau pak!"
"Saya ganti rugi"
"Gak mau pak, namanya saja ganti rugi, walau diganti kan tetap rugi"

Mangkel karena si yahudi yang tidak mau menuruti omongannya, akhirnya rumah itu digusur sama petugas kalau sekarang mah satpol PP. Digusur rata dengan tanah, si yahudi pun menangis meratapi nasibnya.

"Begini ini nasib wong cilik, main digusur saja".

Terbesit difikirannya "Oh iya ya, Amr bin Ash kan hanya gubernur. Diatas gubernur kan masih ada atasannya. Ngadu ah, ngadu". katanya

Berjalan dia berkilo-kilo meter dari Mesir ke Madinah, berhari-hari, dan sampai juga diMadinah. Dia melihat ada orang tidur dibawah pohon kurma.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline