Lihat ke Halaman Asli

Kisah Seorang Sayid (Bag 3)

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sakitnya abah membuat aku seakan seorang pendosa, aku berusaha untuk meyakinkan abah bahwa Allah akan mengirimkan seorang bidadari yang jauh lebih baik untukku, hingga di sebuah senja aku memperkenalkan seorang gadis yang menurutku akan membuat abah kembali tersenyum.

Tapi abah masih tetap saja diam dan membuatku semakin merasa bersalah. apa maunya abah... huff... aku menghela nafas dalam.

Ibu menghampiriku, beliau yang biasanya lembut kali ini sangat tegas, ibu tidak ingin melihat lagi gadis itu ke sini aku semakin tak faham apalagi setelah itu xxxx gadis itu  seakan menjaga jarak denganku.

Minggu berganti minggu , bulan berganti bulan hingga aku lulus kuliah dan berniat mengambil bea siswa yang diberikan kedutaan saudi untuk kuliah di jamiah islamiah.

Abah yang mendengar aku akan kuliah di Saudi arabia segera memanggilku, aku bahagia karena kali ini abah mau berbicara denganku, abah masih diperbaringan , menatapku tajam seakan ingin menelanku dalam dalam.

Fulan.. benarkah kamu akan kuliah di Saudi Arabia ?

Benar abah ...., aku ingin belajar tentang hadits , aku ingin seperti syeh albani atau Ibnu Taimiyah menjadi muhadits yang kemudian mencerahkan umat seperti yang abah harapkan.

Wajah abah memerah, aku tau abah tak akan memberiku peluang untuk kuliah ditempat itu, kamu harusnya tahu bahwa di sana sekte wahabi , sekte yang telah menghancurkan dan mengusir kelurga  nenek moyangmu, batalkan !..

Aku tak bisa menjelaskan lagi, kebencian keluarga besarku terhadap penganut wahabi seperti sudah mengkristal dan sulit dicairkan, justeru cucu seorang habib terkenal yang memiliki ribuan murid mau kuliah di dalam akidah sebuah sekte yang selama ini kerap berseberangan... Apa kata dunia ...

Aku mempersiapkan sesuatunya tekadku adalah tetap  mengambil bea siswa itu, direstui atau tidak keputusanku sudah bulat , jika aku dihakimi sebagai wahabi aku rela untuk itu,  bagiku  sebutan itu justru menguatkanku bahwa sebuah perjuangan selalu ada pengorbanan dan aku harus melaluinya...  ( Bersambung Ke Bag 4 )

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline