Lihat ke Halaman Asli

Tanggapan atas Tanggapan: Rokok Itu Kunci Kulonuwun Bung

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dear Bung @rickicahyana

Kalau saja tidak ada bentuk bantuan kemanusiaan berupa rokok yang diberikan Mensos Khofifah kepada orang rimba di pedalaman Jambi waktu lalu. Boleh jadi orang macam bung @rickicahyana ini tidak punya bahan nyinyiran untuk diobrolkan bersama teman-temannya di hadapan renyah ayam cepat saji. Rokok itu musuh. Perokok itu jahat. Hajar Menteri yang pro rokok. Pemerintah payah. Dana asing pancing. Kemenkes jilat. Mengulang nyinyiran yang itu lagi itu lagi. Itukah  budaya yang menyehatkan bagi makhluk lebay seperti kalian (?)

Rokok (kretek) adalah kunci; kunci kulonuwun dalam pergaulan. Bahkan lazim dianggap sebagai bahasa terimakasih atas imbalan jasa tertentu, misalnya imbalan atas bantuan ketua RT memperbaharui KTP. Dan sejarah mencatat produk budaya itu bukan sesuatu yang simsalabim ada di masyarakat kita. Dan sudah lazim pula rokok dimaknai sebagai simbol penghormatan kepada siapa yang dituakan, ya bukan tidak mungkin diganti dengan semangkuk batu akik. Itu pun kalau memang yang dituakan suka memakai batu akik. Maka alangkah jitunya lagi kalau @rickycahyana mencermati relasi teks dan konteks (peristiwa) seperti yang diungkap @alfagumilang pada rubrik ini http://sosbud.kompasiana.com/2015/03/18/rokok-dari-khofifah-adalah-simbol-penghormatan-tulisan-tanggapan-untuk-ricki-cahyadi-707491.html

Boleh jadi jika tidak ada simbol penghormatan dari Mensos Khofifah kepada tetua orang rimba di pedalaman Jambi. Tetua orang rimba akan bersikap hambar atas kedatangan Mensos. Dan sudah barang tentu genk antirokok jadi tidak punya ‘barang’ untuk dibunyikan. Selama fitnah yang dihembuskan melulu asap rokok lebih biadab dibanding efek merkuri pada produk kecantikan, asap kendaraan, dioxin pada popok sekali pakai, isu radikalisasi pada agama, susu kadaluwarsa. Wuaduuuh. Tega-teganya kalian, masyarakat dibikin jauh dari bahagia atas berkah budayanya. Terlalu !

Nah,  rokok sebagai kunci kulonuwun itu oleh mulut genk pembenci rokok seperti dijadikan lahan aji mumpung untuk mendeskriditkan tokoh maupun instansi (Kemensos).

Dalam hal ini, terlihat jajaran menteri terlihat ego ingin menunjukkan kualitas dan gaya kerjanya tanpa melakukan kordinasi dengan rekan kementerian lainnya. Dalam kasus ini, tentu diperlukan upaya saling sinergi terutama dengan kementerian kesehatan agar upaya yang dilakukan pemerintah dapat sejalan dan sesuai kebutuhan.

Apa salah ego ? Bukankah Kemenkes juga berlaku demikian, misalnya merebut porsi DBH-CHT (http://bukukretek.com/flipbook/ironi-cukai-tembakau/#p=86) yang dipergunakan untuk kampanye antirokok dan membangun prasarana Klinik Berhenti Merokok---bertolak belakang dengan yang dibutuhkan petani atas kesehatan. Apa harus, sinerginya mengarah seperti maumu gitu, owalah, biar Kemenkes ikut kelihatan punya peran di tanggap kemanusiaan gitu (?) Tersirat dengan menyebut ‘terutama dengan kementrian kesehatan’, tak lebih dari siasat halus ber-carmuk ria, ada peran instansi yang (sepertinya) wajib untuk dijilat, hih. Di situ kadang saya merasa wakwaw. Maka belasungkawa saya sampaikan atas kewakwawan semacam itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline