Lihat ke Halaman Asli

Senja Bersedih

Diperbarui: 29 Oktober 2024   14:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Sang mentari mulai perlahan menarik diri, menghilang dari permukaan langit yang di selimuti oleh warna jingga yang indah. Cahayamu yang pudar menembus jendela kamar.

Semenjak kepergian mu, senja tak lagi indah seperti dulu, yang biasanya sering bersama menghabiskan waktu di sore hari menikmati kesejukan angin dan keindahan langit jingga, kini semua tersisa kesunyian dalam hati .

Secangkir kopi hangat yang mendampingi, uap hangat,tak mampu menghangatkan hati yang sedang kedinginan, ku teringat janji yang pernah kau ucapkan. Janji tuk selalu bersama melewati suka duka, namun sang takdir berkata lain.

Menetes nya air mata membasahi pipi ini, ku mencoba untuk menghapusnya dan berusaha untuk tetap tegar, namun tak bisa, hati ini makin menusuk tak terhenti.

"Mengapa kau meninggalkanku sendiri?" pertanyaan yang tak pernah berhenti timbul dari dalam hati ini

Hembusan angin malam mulai terasa, membawa harumnya tanah yang basah, ku mencoba menutup mata untuk melupakan sejenak kesedihan, namun wajah itu terus terbayangkan

Senja itu terasa sangat menyakitkan, ku berharap suatu hari nanti, luka ini akan sembuh 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline