Tanggal 17 April 2019 adalah pesta demokrasi terbesar yang dilakukan oleh Indonesia dimana merupakan pemilu untuk menentukan siapa Anggota DPRD kab/kota, DPRD prov, DPD, DPR RI, dan Presiden yang akan menjabat untuk periode 5 tahun kedepan (2019-2024). pemerintah mengklaim bahwa pemilu 2019 berjalan lebih baik daripada pemilu-pemilu sebelumnya. semua orang boleh mengklaim pemilu 2019 ini berjalan dengan baik tetapi tidak bagi sebagian orang yang menemukan kecurangan-kecurangan pemilu hingga puluhan anggota KPPS yang meninggal dunia, mayoritas penyebab peninggalnya adalah kelelahan.
Banyak anggota kpps yang bertugas overtime bahkan ada yang sampai tidak tidur selama 24 jam lebih untuk menyelesaikan proses pencoblosan, perhitungan suara, rekapitulasi, hingga siap untuk dikirim ke kecamatan. akibat tubuh dipaksa bekerja tanpa tidur yang cukup membuat tekanan darah meningkat drastis, denyut jantung meningkat, dan ini sangat berbahaya.
Deperti yang dialami oleh Deden Damanhuri(46thn) yang bertugas di TPS 03, warga kampung laksana yang meninggal akibat pecahnya pembuluh darah saat bertugas. kemudian lain lagi yang menimpa petugas KPPS yang bernama Carman (45thn) warga kampung gardu yang bertugas di TPS 01, dia meninggal karena kelelahan setelah bertugas dalam waktu yang berlebihan.
Dari sini kita seharusnya bisa menilai bahwa pemilu 2019 terkesan primitif dengan tidak memperhatikan kemanusiaan, walaupun petugas KPPS memang harus menyelesaikan tugasnya, akan tetapi kita jangan melupakan sisi kemanusiaan dimana setiap orang setidaknya memiliki waktu istirahat yang cukup agar tidak mengganggu kesehatan apalagi sampai ada yang meninggal dunia.
Menurut pendapat pribadi saya sendiri, pemilu 2019 ini tidak lebih baik daripada pemilu sebelumnya bahkan terkesan lebih buruk, padahal Indonesia sudah punya banyak pengalaman melaksanakan pemilu, akan tetapi sistem pemilu ini tidak mengalami kemajuan yang signifikan, dan malah selalu mendapatkan masalah yang sama setiap kali pemilu, mulai dari kekurangan kertas suara, ketidaksesuaian DPT, terlambatnya distribusi, hingga sistem perhitungan dan rekapitulasi yang memakan waktu lama.
Adanya kasus meninggal dunia puluhan anggota KPPS ini menampar keras sistem pemilu tanah air, maksud hati untuk menghemat anggaran justru mengorbankan kemanusiaan. saya berpendapat bahwa sistem pemilu kita masih primitif sehingga tidak cukup mengakomodir kebutuhan pemilu serentak ( DPRD kab, DPRD prov, DPR RI, DPD, dan presien) sehingga untuk menyelesaikan prosesnya membutuhkan waktu lama dan cendrung overtime.
Kasus yang terjadi tahun 2019 seharusnya sudah cukup menjadi pelajaran bagi penyelenggara pemilu untuk memperbaiki sistem pemilu untuk tahun-tahun yang akan datang agar permasalahan ini tidak terus terulang seolah tidak ditanggapi dengan serius, padahal indonesia punya cukup sumber daya untuk perbaikan itu, namun yang menjadi kendala terbesar adalah rasa malas bekerja, bekerja seadanya, hingga bekerja dengan tidak profesional.
Untuk memperbaiki sistem pemilu kita, tentu harus dimulai dari hal dasar yaitu pemutakhiran data pemilih tetap, banyak ditemukan ada orang yang sudah meninggal masih terdaftar, atau ada orang yang sudah pindah domisili masih terdaftar sehingga ini sering menyebabkan doble DPT. pemutakhiran data pemilih ini dilakukan oleh petugas pemutakhiran data pemilih ( PPDP), kalau petugas ini tidak bekerja dengan baik maka jangan heran kalau banyak DPT yang tidak sesuai atau doble, saya tidak tahu bagaimana dia bekerja dan bagaimana dia melakukan pemutakhiran dara pemilih apakah turun langsung ke lapangan atau hanya sekedar menyuruh orang lain mendatanya dengan diberi upah.
Pemutakhiran data pemilih ini seharusnya akan lebih mudah jika data base dukcapil menjadi patokan kemudian turun kelapangan untuk ceklis, saya rasa ini tidak sulit kalau memang petugasnya betul bekerja dengan baik. karena DPT ini menjadi dasar perhitungan berapa jumlah kertas suara yang harus disediakan, berapa jumlah TPS, dan berapa jumlah anggota KPPS nya, sehingga tidak ada yang namanya kekurangan kertas suara dan bekerja overtime.
Kemudian untuk inovasi pemilu masa depan mungkin perlu dilakukan yang namanya digitalisasi agar proses pemilu bisa lebih cepat, murah dan akurat. bayangkan saja berapa jumlah anggaran yang dikeluarkan untuk mencetak kertas suara beserta kotak suaranya pasti angkanya fantastis apalagi kertas suara itu hanya bersifat sekali pakai dan tidak bisa digunakan untuk pemilu berikutnya. dengan pemilu digitalisasi kita tidak perlu lagi mencetak kertas suara beserta kotak suaranya, yang diperlukan hanyalah perangkat elektronik dan teknologi yang bisa dipakai terus menerus.