Lihat ke Halaman Asli

Jhon sibarani

Mahasiswa Politik USU, Penikmat Kopi,

PLTA Batang Toru, Siapa yang Terkena Dampak Negatif dan Dirugikan?

Diperbarui: 7 Juni 2020   17:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. SCOP

Pada 20 september 2018 telah dicanangkan mega proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru yang berlokasi di sungai batang toru, kecamatan Sipirok, Marancar, dan batang toru, kabupaten Tapanuli Selatan, provinsi Sumatera Utara. 

Pembangunan PLTA ini dikembangkan oleh PT North Sumatera Hydro Energy serta didukung oleh bank of china dengan nilai investasi sebesar 1.67 miliar US dollar. Pembangunan pembangkit listrik dijadwalkan akan beroperasi pada tahun 2022.

PLTA tersebut dirancang dengan kapasitas 4 x 127,5 mega watt, akan dibangun sebuah bendungan setinggi 72,5 meter dengan luas bendungan kurang lebih  90 ha yang akan dialihkan melalui terowongan bawah tanah sepanjang 13 kilometer menuju turbin yang akan menghasilkan listrik. 

Dengan pembangunan PLTA tersebut dapat berkontribusi sekitar 15 % dari kebutuhan listrik yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Adapun pembangun proyek PLTA batanng toru merupakan bagian dari program strategis nasional Indonesia untuk membangun sejumlah pembangkit listrik dengan total kapasitas sebesar 35.000 mega watt.

Dalam pembangunan tersebut mendapatkan respon baik dari masyarakat dan respon tidak baik juga dari masyarakat. Banyak pro dan kontra terjadi dalam menyikapi pembangunan proyek PLTA bahkan ada yang menolak pembangunan tersebut, adapun pihak-pihak yang menolak pembangunan tersebut berasal dari kalangan masyarakat dan pegiat konservasi lingkungan yang mereka anggap bahwa pembangunan tersebut berdampak buruk terhadap lingkungan. 

Namun, ada sebagian masyarakat mendukung pembangunan tersebut bahkan masyarakat yang mendukung berasal dari wilayah pembangunan PLTA tersebut karena mereka menganggap proyek tersebut akan memberikan dampak positif yakni meningkatkan kesejahteraan setelah berdirinya PLTA yanga berkapasitas 510 mega watt di wilayah mereka.

Pembangunan proyek PLTA batang toru menggunakan 122 ha lahan atau sekitar 0,07 % ekosistem dari batang toru. ekosistem ini juga memiliki hutan lindung, hutan konservasi, dan hutan produkasi serta area non-hutan. Total luas wilayah keseluruhan batang toru ialah 163.000 ha. 

Kontrak pun semakin disemarakkan oleh para penggiat lingkungan karena mereka menganggap pembangunan ini merusak ekosistem di daerah batang toru dan mengancam habitat hewan yang dilindungi seperti orang utan dan hewan-hewan lainnya.

Siapa yang Paling Dirugikan Pembangunan PLTA Batang Toru ?

Pro dan kontra terus terjadi di tengah masyarakat dalam menyikapi pembangunan PLTA tersebut. Masyarakat yang berada dihulu dari sungai batang toru tepatnya di Desa Bulu Payung, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara mulai merasakan dampak negatif dari pembangunan PLTA batang toru tersebut. 

Sikap awal mereka mendukung pembangunan tersebut kian berubah menjadi menolak, dipicu masyarakat yang ditipu oleh pihak perusahaan. Desa Bulu Payung adalah tempat yang akan dijadikan kampung utama dimana akan dibangun sebuah perkantoran, perumahan pekerja, dan gudang logistik. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline