Lihat ke Halaman Asli

Jangan Coba-coba Berenang di Danau Toba!

Diperbarui: 24 Juni 2015   17:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13615241471173882775

[caption id="attachment_237971" align="aligncenter" width="655" caption="Pesona Danau Toba di Tuktuk Pulau Samosir mulai sepi pengunjung, karena belum optimalnya pemerintah mengelola infrastruktur pariwisata (foto: jhonny sitorus)"][/caption]

Mudah-mudahan, judul di atas sangat tepat bagi siapa pun yang ingin berkunjung ke Danau Toba. Jika dilihat sekilas, air Danau Toba tampak jernih dan menyejukkan. Tapi siapa sangka, di balik pesona Danau Toba, menyimpan ancaman kuman, bakteri dan bahan kimia berbahaya.

Kejadian ini dimulai ketika saya bersama keluarga berlibur ke Tuktuk di tepi Pulau Samosir. Dengan menumpang kapal ferry dari Ajibata menuju Tomok, lalu dilanjutkan dengan perjalanan sekitar 15 menit ke Tuktuk. Di tempat ini memang terkenal kamar penginapan dengan pemandangan ke arah danau, yang harganya relatif murah. Saya menyewa kamar cottage seharga Rp 150 ribu per malam belum termasuk sarapan pagi.

Nah, keesokan paginya kami sekeluarga berenang di pinggir danau. Sebelumnya saya sudah menanyakan ke petugas cottage apakah berenang di dana aman atau tidak. Setelah memastikan berenang di Danau Toba ‘aman’, maka terjunlah kami satu per satu dengan sukacita.

Di antara kami yang paling gembira berenang adalah anak saya yang masih berusia 1,5 tahun. Sejak usia 3 bulan, saya sudah membiasakan anak saya berenang di kolam renang. Jadi saya pikir, berenang di dinginnya Danau Toba tak jauh berbeda seperti layaknya berenang di kolam renang. Lima belas menit kemudian, saya bersama anak saya meninggalkan acara berenang untuk selanjutnya membersihkan diri di kamar mandi.

Saat mandi, anak saya terlihat sedikit menggigil. Mungkin ini akibat air kamar mandi yang cukup dingin. Dan usai mandi, barulah saya lihat adanya gejala perubahan perilaku anak saya, yakni rewel dan manja dari biasanya. Pada saat itu belum ada tanda-tanda perubahan fisik.

Barulah ketika sore hari dalam perjalanan dari Parapat menuju Tarutung, anak saya menunjukkan gelaja demam. Perilakunya semakin mulai dan sering menangis. Saya memberinya obat penurun panas untuk bayi dengan dosis rendah, yang biasa saya bawa untuk berpergian jauh. Untuk sementara demam 38 derajat selsius mulai turun di kisaran 36 hingga 37 derajat selsius.

Hingga keesokannya saya berada di kota Tarutung, anak saya kembali demam, rewel dan mulai menolak makan. Di situlah saya langsung berkonsultasi dengan dokter yang menangani anak saya di Jakarta. Hampir setiap tiga jam saya bertanya ke dokter, untuk mengetahui langkah apa yang saya harus tempuh. Di ibukota kabupaten Tapanuli Utara ini, saya mengunjungi RSUD Tarutung untuk sekedar second opinion dokter di sini. Sayang sekali, rumah sakit ini tak dilengkapi labolatorium, sehingga saya tak bisa mengetahui penyebab demam anak saya. Saya terpaksa menggunakan obat penurun panas lewat anus untuk anak saya, karena panasnya sudah mencapai 39 derajat selsius.

Hari ketiga anak saya sakit, barulah saya mendapat jawaban. Di Sidikalang, saya menemui sebuah Lab yang dikelola swasta. Akhirnya, diketahui anak saya menderita gejala typhus. Beruntung, baru gejala dan belum di level yang mengkhawatirkan yang membuat anak saya harus dirawat. Dengan komunikasi melalui telpon dan sms, saya disarankan dokter saya untuk mengganti obat antibiotik dan tetap mengonsumsi obat penurun panas. Syukurlah, anak saya sudah pulih dan kini mulai aktif dengan normal.

Kemarin, saya mengunjungi dokter anak saya sembil membawa hasil lab di Sidikalang. Sang dokter—Parsadaan Bukit—menduga, anak saya terkena typhus akibat tertelan air saat berenang di Danau Toba.

Ternyata setelah saya berkelana lewat bantuan google, saya mendapati banyak artikel yang menyebut Danau Toba telah tercemar oleh limbah pabrik dan rumah tangga. Pencemaran air Danau Toba sudah sangat mengkhawatirkan, karena terdapat bakteri, kuman, ecoli dan bahan kimia berbahaya yang dapat mengancam nyawa manusia. Bahkan, ikan air tawar yang terdapat di Danau Toba pun diduga sudah tercemar meski dimasak, karena ikan-ikan ini turut mengonsumsi planton yang sudah tercemar sebelumnya.

Saran saya, jika mengunjungi Danau Toba sebaiknya Anda mengurungkan niat untuk berenang. Pesona Danau Toba memang 'menyihir' siapa pun untuk mencobanya berenang. Rasanya, tak mungkin berenang tanpa tertelan air sedikitpun. Apalagi jika kondisi tubuh tidak fit ditambah cuaca di Danau Toba sering turun hujan, berenang di Danau Toba, sangat tidak disarankan saat ini. Jika Anda membawa putra dan putri terlebih masih balita, sebaiknya menjauhkan mereka dari pinggir danau agar tak merengek-rengek meminta berenang. Mudah-mudahan suatu saat nanti ada kebijakan dari pemerintah setempat, untuk mengatasi pencemaran di Danau Toba. Semoga artikel ini bermanfaat :)

@jhonnysitorus

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline