Lihat ke Halaman Asli

Jhon Sitorus

TERVERIFIKASI

Pengamat Politik, Sepakbola, Kesehatan dan Ekonomi

Kualitas Tenaga Pendidik Indonesia Rendah, LPTK Wajib Berbenah

Diperbarui: 20 Desember 2018   08:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1 LPTK bisa menghasilkan ribuan wisudawan/wati setiap prosesi wisuda. apakah mereka benar-benar berkompeten sebagai tenaga pendidik? foto : unj.ac.id

Salah satu faktor terpenting dalam memajukan pendidikan suatu negara adalah kualitas tenaga pendidik atau guru. Maka tak heran jika sesudah Hiroshima dan Nagasaki , Tokyo dan berbagai kota strategis Jepang diluluhlantakkan oleh Amerika Serikat pada tahun 1945, yang pertama dilakukan oleh Jepang adalah melakukan pendataan jumlah guru. Usaha mereka sukses, satu dekade kemudian Jepang perlahan merangkak dari derita perang menjadi salah satu negara super power di dunia.

Demikian juga Malaysia pada pada zaman Order Lama hingga Orde Baru, mereka mengimpor guru berkualitas dari Indonesia dengan gaji besar sebagai investasi jangka panjang mereka terhadap anak-anak didiknya. Saat ini, kenyataan malah terbalik, pelajar Indonesia lebih banyak menimba ilmu di Malaysia dibanding dengan pelajar Malaysia yang menimba Ilmu di Indonesia.

Indonesia bukannya tidak memiliki guru berkualitas bahkan banyak guru-guru Indonesia yang mengajar di luar negeri. Tetapi, di dalam negeri Indonesia itu sendiri, kualitas dari guru tersebut masih relatif jauh di bawah standar negara-negara lain. Jika perkembangan zaman dan teknologi standarnya selalu hampir merata di seluruh dunia, mestinya standar kualitas guru juga harus merata pada saat yang sama di seluruh dunia. Setiap dinamisme perkembangan zaman wajib diikuti oleh dinamisme perkembangan pendidikan itu sendiri agar kualitas pendidikan meningkat secara relevan juga.

Dalam berbagai penelitian yang meneliti tentang "korelasi antara kualitas tenaga pendidik terhadap mutu pendidikan suatu negara", semuanya mengungkapkan bahwa kualitas tenaga pendidik berbanding lurus terhadap mutu pendidikan suatu negara. Semakin berkualitas tenaga pendidik, maka semakin maju mutu pendidikan negara tersebut. Standar mutunya dapat dilihat dari tingkat literasi anak didik, karya ilmiah yang dihasilkan, inovasi yang dilakukan oleh guru dan anak didik, hingga nilai indeks pembangunan manusia (IPM) negara yang bersangkutan. Untuk menghasilkan guru yang berkualitas tersebut, tentu ada input, lembaga dan output yang bertanggung jawab dalam menciptakan guru secara kualitas maupun secara kuantitas.

Salah satu lembaga yang paling bertanggung jawab dalam mengelola kualitas tenaga pendidik di Indonesia adalah Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang berada di bawah naungan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).

 LPTK Abal-abal dan Lulusan yang Mubajir

Praktek wisuda kampus abal-abal yang sempat viral 2015 lalu. Mau dibawa kemana lulusan mereka? sumber : Tempo

Menurut data statistik Kemenristekdikti, jumlah LPTK hingga tahun 2018 mencapai 421 lembaga dengan jumlah mahasiswa sebanyak 1.440.000 dengan jumlah wisudawan 200.000 -- 300.000 orang setiap tahunnya. Artinya, ada mahasiswa yang wisuda dengan gelar S.Pd sebanyak 200.000 orang setiap tahunnya dan pada saat yang sama input yang masuk akan melebih jumlah yang lulus tersebut karena tidak akan semuanya benar-benar selesai tepat waktu dalam 4 tahun dan kecenderungan masing-masing prodi di LPTK untuk menambah kuota kelas prodinya. Jumlah yang sangat banyak dan sebenarnya sangat memadai dari segi kuantitas untuk memenuhi kekurangan tenaga penduduk hingga ke pelosok negeri. Sebagai catatan, per tahun 2018 saja, ada lebih dari 200.000 tenaga pendidik yang pensiun.

Dari 421 Lembaga LPTK tersebut ada catatan yang membuat miris, yaitu hanya 18 LPTK yang terakreditas A, yang terakreditasi B sebanyak 81 LPTK. Total yang baru terakreditasi A dan B baru 99 LPTK, sedangkan sisanya sebanyak 322 LPTK akreditasnya di bawah B dan sudah dipastikan kualitasnya sangat tidak memadai sebagai pencetak calon guru. Banyak LPTK abal-abal yang menjadi parasit dalam dunia penghasil tenaga kependidikan. Lantas, mengapa masih dibiarkan begitu saja?

Surplus lulusan ini bukan berarti jaminan bahwa seluruh lulusan berkualitas dan benar-benar akan berniat untuk tenaga pendidik. Dari pengamatan penulis di salah satu jurusan salah satu kampus LPTK berakreditasi A di Jakarta, hanya sekitar 25% lulusan Sarjana Pendidikan yang benar-benar mengabdi menjadi guru, sedangkan 75% memilih untuk bekerja sebagai pegawai di perusahan swasta, multinasional, melanjutkan pendidikan ke jenjang Magister, dan menjadi wirausahawan.

Saya menyelidiki lebih dalam tentang motivasi mereka dalam menempuh pedidikan tinggi di LPTK, lebih dari 50% menjawab karena faktor pilihan kedua atau ketiga saat ujian SBMPTN baik undangan maupun tertulis, artinya motivasi untuk masuk LPTK tidak sebesar motivasi dan harapan untuk kuliah di universitas pilihan pertama. Lalu 20% karena faktor geografis (ingin lebih dekat dengan rumah), 10%karena ingin benar-benar menjadi guru, 10% karena asal masuk Perguruan Tinggi Negeri saja, dan 10% karena alasan kebanggaan terhadap kampus yang bersangkutan.

Jika dibandingkan dengan kampus yang non LPTK atau non kependidikan, 95% dari mereka menyatakan telah mantap memilih jurusan yang mereka inginkan serta ingin sekali berkarir sesuai dengan jurusan yang mereka pelajari saat kuliah. Untuk kampus negeri yang tenar macam UI, ITB, UGM, Brawijaya, UNDIP dan lain-lain, ada rasa kebanggaan tersendiri ketika kuliah di kampus tersebut sehingga menjadi prestise yang memang layak dipamerkan ke khalayak umum. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline