Lihat ke Halaman Asli

Jhon Sitorus

TERVERIFIKASI

Pengamat Politik, Sepakbola, Kesehatan dan Ekonomi

Politik Itu Dinamis, Ada Saatnya Mangsa jadi Sahabat dan Sebaliknya

Diperbarui: 9 Oktober 2016   19:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Aristoteles pernah mengatakan bahwa pada dasarnya manusia itu adalah makhluk yang berpolitik (zoon politicon).Aristoteles juga dianggap sebagai orang yang memperkenalkan kata politikmelalui berbagai pengamatannya tentang kehidupan manusia yang serba berubah dari masa ke masa. Mungkin aktivitas politik sudah ada jauh sebelum Aristoteles menemukan rumusan tentang politik karena Yunani merupakan salah satu bagian dari peradaban tertua yang pernah ada di muka bumi ini.

                Dengan dasar sebagai makhluk yang berpolitik, maka manusia bebas menentukan pilihannya, bebas untuk berkelompok, bebas menentukan dukungannya, bahkan bebas mengekspresikan dirinya untuk dipilih juga. Dari masa kemasa, setiap individu punya hak masing-masing dalam menentukan arah tujuan politiknya masing-masing baik secara individu maupun kelompok. Jika zaman berubah, otomatis politik juga ikut berubah sesuai dengan dinamika yang berkembang sehingga kita tidak bisa menampik bahwa politik itu tidak konsisten, dinamis, dan selalu berubah sesuai dengan perkembangan kepentingan dan perkembangan zaman.

                Mantan Ketua MPR RI, Amien Raiz bukannya membantah hipotesis ini. Amien Raiz bahkan mengakui jika peta politik itu selalu dinamis, berubah-ubah sepanjang waktu. “kalau yang namanya politik itu kan dinamis dan kreatif,” seperti dikutip dari Tempo, 15 Oktober 2014. Ucapannya terbukti ketika pada saat pilpres 2014 lalu, partai yang dinaunginya, Partai Amanat Nasional mendukung Prabowo Subianto untuk menjadi presiden Indonesia. Nyatanya Prabowo tidak jadi presiden, satu tahun lebih kemudia, PAN berbalik haluan menjadi pendukung koalisi pemerintahan sekaligus mengundurkan diri dari koalisi oposisi, Koalisi Indonesia Hebat.

                Terhangat, jangan kira jika Anies Baswedan juga tidak mampu terbawa arus dinamisme politik ini. Siapa yang tidak tahu jika Anies Baswedan yang terpandang dalam pendidikannya merupakan tokoh yang begitu anti dengan Prabowo Subianto pada pilpres 2014 tetapi sekarang malah menjadi kawan seperjuangan untuk bertarung di Pilkada DKI 2017 nanti? Adakah yang menduga? Dulu Anies begitu luar biasa menunjukkan kelemahan seorang Prabowo diluar publik semasa kampanye pilpres, masa lalu Prabowo yang dianggap layak untuk dipertanyakan, dan tujuan politik Prabowo yang dianggap hanya untuk kalangan elit saja.

Banyak anak muda yang terkesima mendengar setiap orasinya yang walau tidak terlalu keras, tetapi enak untuk didengar, olahan katanya begitu intelektual dan sangat bernilai identitas dengan kepribadian dirinya sebagai seorang praktisi dalam pendidikan. Dibalik orasinya yang begitu menggugah hati tersebut, banyak harapan akan konsistensi dirinya yang sering mengucapkan “melawan lupa.”.

Sekarang, lupa mana yang dilawan? Atau malah berubah menjadi “menerima lupa?”  Sejak terkena reshuffle kabinet jilid II, mantan rektor Paramadina ini memang tidak banyak disorot media, hanya banyak yang menyayangkan keputusan ini meski tidak sedikit juga yang mendukung karena sosok Anies yang terlalu kontekstual tanpa banyak implementasi dilapangan.

Begitu beberapa hari menjelang pendaftaran calon gubernur dan wakil gubernur ke KPU DKI Jakarta, nama Anies Baswedan santer terdengar dimedia meski belum pasti dipasangkan dengan siapa. Mungkin Gerindra saja tidak berpikiran akan merekrut mantan menteri pendidikan dan kebudayaan kabinet kerja ini. Tak banyak yang menduga jika dia akan diusung oleh lawan terberatnya di Pilpres 2014, Gerindra. Tak ada yang menduga jika lawan kritiknya semasa pilpres 2014 akan mengangkat tangannya didepan media pada saat konferensi pers sebelum pendaftaran ke KPU adalah Prabowo Subianto sendiri.

                Ibarat singa menyusui anak kerbau, kucing mengelus anak tikus, suasana ini menimbulkan pertanyaan, apakah politik memang seperti ini atau karakter politikusnya yang seperti ini? menarik untuk disimak jika Anies Baswedan adalah salah satu dari sekian banyak politikus yang berani melakukan hal yang tak diduga-duga. Meski seperti orasinya baru-baru ini adalah “lawan dalam politik adalah teman dalam demokrasi,” sangat sulit untuk menemukan sebuah yang namanya konsistensi apalagi latar belakangnya adalah seorang akademisi handal.

                Masing terngiang dalam ingatan jika Anies Baswedan menyuarakan agar memilih orang baik, orang yang track recordnya jelas, dan tidak memiliki beban masa lalu. Jika ucapan itu konsisten apalagi dirinya bernaung terhadap pemimpin yang ditudingnya “memiliki beban masa lalu,” Anies Baswedan tidak semudah itu menerima pinangan sang Partai berlambang kepala garuda.

Tetapi kenyataan mengatakan hasil yang berbeda, bukan tidak mungkin ada kepentingan politik dibelakangnya apalagi Anies belum punya pengalaman untuk melakukan hal-hal yang bersifat implementasi lapangan. Politik itu sarat kepentingan, politik itu menghadirkan lahan bagi orang-orang dan kelompok yang memiliki kepentingan dan tujuan yang sama. Jika konsistensi ucapan Anies Baswedan tentang “orang baik” terbukti, Anies Baswedan berarti sedang berada dalam lingkaran “orang tidak baik.”  Jika politik itu dinamis, semoga bukan pandangan idealismenya yang dinamis, dan harapannya, semoga tidak terjadi hal yang demikian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline