Lihat ke Halaman Asli

Jhon Sitorus

TERVERIFIKASI

Pengamat Politik, Sepakbola, Kesehatan dan Ekonomi

Presidennya Tegas, Menterinya Bernyali

Diperbarui: 3 Desember 2015   14:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Presiden Jokowi bersama Jusuf Kalla didamping oleh para anggota kabinetnya. (sumber : dokumen pribadi) "][/caption]Ya, ungkapan tersebut setidaknya telah menggambarkan apa yang terjadi pada rekaman kasus pencatutan nama presiden Joko Widodo pada perpanjangan kontrak PT. Freeport oleh Setya Novanto. Menteri ESDM (Sudirman Said) memiliki nyali yang besar untuk mengadukan kasus ini ke MKD secara terbuka dengan mempertaruhkan nama baiknya dan nama kementerian ESDM serta Kabinetnya, demikian juga Presiden Joko Widodo, (berdasarkan isi rekaman) yang menunjukkan bahwa Jokowi bukanlah presiden gampangan yang bisa dirayu dan di neko-neko soal perpanjangan kontrak PT. Freeport.

Selama ini, anggapan mayoritas publik lebih mengarah pada “Jokowi takut dan selalu tunduk pada Megawati Soekarno Puteri, Ketua Umum partainya sendiri bernaung, PDI-Perjuangan”. Selama ini, banyak pihak yang mengatakan bahwa Jokowi adalah manusia yang disetir dan menjadi boneka dari partai koalisi pendukungnya. Tetapi anggapan itu seakan seperti embun yang berlalu begitu saja ketika pemutaran rekaman yang dilaksanakan secara terbuka dan transparan oleh MKD pada saat sidang, jelas bahwa Jokowi benar-benar melakukan hak perogratifnya sebagai seorang kepala negara dan sebagai seorang kepala pemerintahan.

Orang sekelas Megawati, Surya Paloh, dan Budi Gunawan sekalipun diacuhkan hanya untuk kepentingan rakyat yang sangat di junjung tinggi oleh Jokowi. Karena Budi Gunawan (BG) bermasalah, maka BG tidak diangkat menjadi Kapolri dan digantikan oleh Badrodin Haiti walau BG disebut-sebut banyak membantu Jokowi pada saat Pencapresan 2014. Tetapi, Jokowi tetap berkata tidak, pertimbangan masa lalu dan masalah BG membuat Jokowi harus menunda pelantikan Kapolri dan menggantinya dengan orang yang lebih tepat.

Begitu juga dengan para menterinya, dalam rekaman tersebut, disebut-sebut bahwa menteri Susi Pujiastuti dan Rahmat Gobel sangat menyulitkan Setya Novanto dan kawan-kawannya untuk melancarkan aksi-aksinya. Dalam rekaman tersebut, mereka sampai mengatakan bahwa “sampai berdarah-darah” karena tidak adanya kemungkinan kompromi dengan kedua menteri.

Kita tahu, kementerian pariwisata dan kelautan menjadi wahana yang paling sedap dan harum untuk pelancaran aksi-aksi mafia ikan, pariwisata, setoran, pungutan liar, dan lain-lain. Tetapi sejak Jokowi mengangkat mereka menjadi menteri, kapal-kapal illegal ditenggelamkan dan dihancur leburkan begitu saja membuat nyali para mafia semakin terkencing-kencing di celana. Begitu juga dengan Rahmat Gobel, kebijakan larangan peredaran Minuman Keras (Miras) membuat banyak kalangan merugi karena pencekalan barang haram ini.

Mereka harus berpikir dua kali untuk melancarkan aksi bejat mereka. Tidak luput nama orang-orang terdekat presiden Jokowi pun menjadi sasaran pendekatan untuk melancarkan strategi penaklukan hati Jokowi. Contohnya nama Luhut Panjaitan yang sangat banyak disebut dan anggota ajudan dan staf kepresidenan juga banyak disebut-sebut sebagai alat dan sarana untuk menaklukkan hati Jokowi. Dalam rekaman tersebut dinyatakan bahwa, Pak Jusuf Kalla adalah urusan gampang, tidak masalah. Yang jadi masalah terbesar adalah sang nomor satu negeri ini, Jokowi. Tetapi, sepertinya Jokowi tetap bersikeras buktinya hingga hari ini, tidak ada penindaklanjutan penandatanganan perpanjangan kontrak PT. Freeport.

Apa yang harus mereka (Setya Novanto bersama koleganya) lakukan? Dengan terbukanya rekaman tersebut, jelas sudah bahwa Setya Novanto harap berpasrah saja soal nasibnya. Setya Novanto dan kawan-kawan berdoa saja semoga Tuhan meringankan hukuman anda. Tetapi, sepertinya tidak, karena sidang sudah terlanjur dibuka ke ranah publik. Hemmmm, jadi, yang sabar ya, tunggu bagiannya masing-masing.

Ingat, tidak semua presiden mudah di neko-neko. Tidak semua presiden mudah di dikte. Tidak semua presiden bisa di nego. Jokowi beda. Jokowi tegas soal Freeport, Divestasi yang lebih besar, pengolahan limbah, pemberdayaan SDM Papua, pembangunan Papua jika tidak, opsi terakhir adalah “silahkan Freeport dan orang-orangnya hengkang dari Papua”.

Begitu juga dengan menterinya, Menteri-menterinya yang punya nyali untuk menyuarakan apa yang benar dan apa yang salah. Bukan apa yang salah dibenar-benarkan. Beruntung ada menteri sekelas Susi Pujiastuti, mafia ikan sudah tak berkutik lagi. Beruntung ada mantan menteri Rahmat Gobel, mafia miras sudah tak bernyawa lagi. Beruntung ada Sudirman Said, Setya Novanto dan kolleganya sudah di unjung tanduk. Beruntung ada menteri Djonan, perhubungan lebih terbenahi dan sistemnya transparan, dan lain-lain. Bagi menteri yang lain, ditunggu terobosan nyatanya. Jokowi sudah berlari jauh, jangan tunggu sampai Jokowi yang menemui anda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline