Lihat ke Halaman Asli

Ikat Makna Seorang Guru Muda (1)

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tepat disebelah papan tulis depan kelas, sebuah plano berukuran besar terpampang terang dengan corat-coret spidol bertinta merah. Kertas itu dijuduli Memorandum Kesepakatan yang berisi perjanjian-perjanjian antara guru dan siswa. Disamping plano terdapat kotak kecil tak bernama yang sepertinya terbuat dari kardus dengan bungkus kertas kado bermotif bunga.

Saya tak asing dengan memorandum kesepakatan bertinta merah itu karena memang sayalah yang membikinya bersama mereka pada pertemuan pertama sebulan lalu. Ada beberapa point penting dalam kesepakatan itu misal, soal penilaian yang disepakati berdasarkan presentase kehadiran 30 Persen, keaktifan di kelas 60 persen dan ujian semester 10 persen.

Kami menyepakati pula, jika siswa atau saya tidak masuk tiga kali tanpa keterangan maka siswa tidak boleh diikutkan lagi dalam mata pelajaran yang saya ajarkan. Begitu pula jika saya yang demikian, maka hak saya mengajar di kelas itu praksis tak bisa dilanjutkan. Begitupula soal keterlambatan masuk kelas berlaku, limit toleransi hanya 5 menit saja. Jika siswa telat 5 menit tidak boleh masuk kelas begitu juga dengan saya, mereka berhak mengusir saya jika berlaku sama.

Soal lain yang lumayan penting adalah, kami menyepakati untuk menamai proses belajar mengajar dikelas dengan nama “BELAJAR BERSAMA”. Belajar bersama kami munculkan sebagai istilah lain dari belajar agar mereka tak menganggap saya guru yang mengajar tapi rekan yang menemani mereka belajar. Begitulah, kesepakatan-kesepakatan kami buat bahkan hingga yang remeh-temeh seperti soal kerapian, kami sepakat kami harus menggunakan sepatu, jika tidak maka tak boleh masuk kelas.

Kesepakatan-kesepakatan itu kemudian tertuang dalam memorandum kesepakatan yang ditandatangi semua siswa dan saya. Kemudian memorandum di tempel persis di sebelah papan tulis agar kami selalu mengingatnya dan tak melakukan pelanggaran.

Mungkin anda mengesankan saya terlalu mengada-ada atau bahkan konyol. Tapi kesepakatan itu mempunyai arti yang sangat penting bagi kami. Karena dari situlah akan muncul komitmen antara saya dan siswa saya. Komitmen yang akan terus mengawal proses belajar hingga mencapai tujuan yang ingin kami raih di akhir semester nanti.

Bagaimana dengan kotak kecil tak bernama itu, kotak apa dan untuk apa?

Sesaat sebelum pelajaran saya mulai, seorang gadis manis berbadan mungil yang menjadi ketua kelas itu tersenyum kepada saya dan menjelaskan, kotak itu buat menampung uneg-uneg teman-temannya jika ada yang mengganjal dalam proses belajar-mengajar yang diberikan guru-guru mereka.

Hmm...dalam hati aku bergumam, ya memang tak semua siswa bisa mengungkapkan uneg-unegnya dengan berbicara langsung pada guru. Dengan menulis sebuah memo dan dimasukkan di kotak tak bernama itu tentu saja akan lebih memudahkan mereka. Identitasnya dapat mereka sembunyikan, dan saran-saran serius hingga yang konyol bisa mereka sampaikan dan dibaca guru saat membukanya.

Saya tahu ide ini bukan ide baru dari mereka. Ide ini pernah muncul pada pertemuan pertama saya dengan mereka sewaktu membuat kesepakan belajar sebulan yang lalu itu. Saat itu mereka menyatakan sangat enggan menegur guru. Dan saya memberinya solusi bersurat tanpa nama. Rupaya ide inilah yang mereka tangkap dengan membuat kotak saran yang saya lihat hari ini.

Diam-diam saya mengagumi mereka. Kagum dengan komitmen, keberanian dan semangat yang berhasil mereka bangun sediri. Saya juga bangga karena mereka memunculkan gagasan-gagasan kreatif. Gagasan-gagasan yang jarang ada di kepala anak usia Madrasah Tsanawiyah Kelas dua. [] TO BE CONTINUE..




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline