Olahraga sepak bola adalah salah satu cabang olahraga yang paling menjadi sorotan di Indonesia. Ada banyak grup sepak bola yang dibentuk di setiap daerah dan mulai menampakkan sisi eksistensinya dalam ranah olahraga tanah air.
Namun, hal ini juga tidak luput dari sisi negatif yang menguak dalam sisi lain persepakbolaan Indonesia. Seperti masih banyaknya praktik korupsi suap-menyuap di dalamnya.
Sangat disayangkan, selain mencetak prestasi unggul di bidang olahraga, dunia persepakbolaan di Indonesia juga tidak luput dari adanya praktik kotor korupsi didalamnya.
Seperti yang dilansir dalam laman berita Tribun Batam Kaltim, praktik KKN (Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme) yang baru-baru ini beredar adalah match-fixing atau penyuapan aturan skor. Dalam Liga 2 yang diadakan pada penghujung tahun 2018, Madura Fc menjadi salah satu anggota PSS yang terlibat di dalam praktik match-fixing. Hal ini lantas menjadi sorotan publik terkait gonjang-ganjing praktik match-fixing yang marak terjadi di dunia persepakbolaan Indonesia.
Tidak hanya sebatas itu, PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia) pun juga turut diduga terseret dalam praktik korupsi. Praktik korupsi ini mulai meradang di badan pengurus PSSI. Selain kurangnya akunbilitas dalam kinerja, kekalutan mafia bola ini akan terus menjadi bayang kelam dalam sejarah persepakbolaan Indonesia.
Menurut penuturan seorang peneliti muda Indonesian Corruption Watch (ICW) Apung Widadi, dalam wawancaranya di depan Gedung KPK, ia mengatakan setidaknya Badan PSSI mengalami kerugian sebesar 720 miliyar rupiah. (Tribun Batam.id) Bahkan di duga terjadinya korupsi dalam tubuh PSSI hampir terjadi setiap tahun. Namun, pemberesan kasus-kasus terkait korupsi selalu berhasil luput dari pantauan pemerintah. Sehingga, pelaku praktik korupsi dapat bebas beraksi dalam tubuh PSSI.
PSSI masihlah tersandung berbagai kontroversi terkait praktik korupsi di dalamnya. Bukan sekali-dua kali PSSI menjadi sorotan publik atas ditemukannya praktik korupsi yang dilakukan anggota dalam tubuh PSSI.
Dalam laman CNN Indonesia yang juga menguak tentang adanya praktik korupsi dalam tubuh PSSI, Direktur Hukum PSSI Aristo Pangaribuan menegaskan, "Jika memang ada praktik korupsi di dalam tubuh PSSI itu merupakan perbuatan anggotanya, bukan organisasinya." Aristo menambahkan bahwa ia mempersilahkan untuk anggota penyidik memeriksa anggota-anggotanya terkait praktik korupsi yang di isukan meradang di tubuh PSSI.
Dengan begitu, Hal ini juga akan membantu membereskan berbagai kontroversi yang di hadapi PSSI terkait berbagai macam dugaan korupsi dalam tubuh PSSI. Pasalnya, PSSI adalah klub sepak bola utama Indonesia yang membawahi liga-liga klub bola lainnya. Secara tidak langsung, PSSI akan terus di soroti gerak-geriknya oleh pandangan masyarakat. Terkait permasalahan korupsi di dalamnya, akan pula memantik berkurangnya eksistensi sepak bola di Indonesia.
Setidaknya, di tahun 2018 lalu, masih banyak antek-antek dalam badan persepakbolaan Indonesia yang luput dari pantauan pemerintah dalam membereskan praktik kotor korupsi yang dilakukan oleh pengurus-pengurus klub sepak bola Indonesia.
Sebagai olahraga yang menjadi sasaran utama publik. Sepak bola Indonesia juga telah mencetak beberapa prestasi dalam kancah nasional. Namun, dengan adanya praktik kotor dalam tubuh liga klub sepak bola Indonesia, tidak menutup kemungkinan eksistensi prestasi gemilang sepak bola Indonesia kembali tercekik oleh kenyataan adanya praktik kotor yang mencoreng nama baik liga klub sepak bola Indonesia.