Lihat ke Halaman Asli

Ahok Politikus Baru Paling Hina

Diperbarui: 24 Juni 2015   07:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Artikel ini dibuat untuk menujukkan bahwa ada yang tidak lazim di dalam cara bertindakkita dibalik kebebasan berpendapat dan kesatuan NKRI, yang mungkin saja, jika tidak dibanned, reaksi atas tulisan ini akan mencerminkan apa siratan maksud tulisan ini sebenarnya.

Pada masa kampanye dan periode awal kepemimpinannya Ahok pernah berujar “saya mengutip kata-kata Mendagri, bahwa tugas pemimpin itu memenuhi isi perut, isi otak dan isi dompet rakyat” di berbagai kesempatan.

Dan belakangan ini sudah sering kali Ahok terlibat perseteruan dengan Mendagri tersebut.

Politik adalah tentang memenangkan pertarungan tanpa menyentuh tubuh lawan. Mirip dengan catur. wajar jika sebagai mahluk politik, politikus murni yang hidup berdasarkan uang politik, melakukan akalnya untuk  memenangkan pertarungan, baik itu perang besar maupun pertarungan kecil yang bahkan tidak diketahui lawannya sekalipun.

Pada tataran praktek yang lebih terdefinisir dewasa ini, terdapat istilah politikus baru maupun politikus kutu loncat yang memainkan perannya dari satu bentuk ke bentuk lainnya dalam hidup politik.

Dan saat ini terdapat politikus-politikus baru dan kutu loncat yang dikenal di Indonesia dalam alam demokrasi entah berantah pasca reformasi ini.

Ada yang memaklumi, ada juga yang berada di luar batas.

Ada satu yang paling terkenal saat ini dan sepertinya sudah jauh di luar batas kewajaran.

Ciri-cirinya ia pernah menjadi Bupati untuk suatu provinsi baru di Kabupaten yang penduduknya tidak lebih dari satu kelurahan di Jakarta, dengan berandalkan partai baru yang ada istilah baru juga dalam namanya, seperti paragraf pembuka. Dan benar tulisan ini mengacu kepada satu nama, Ahok.

Kenyataan tentang Ahok adalah ia merupakan pemimpin pemerintahan/Bupati yang tidak jujur.

Dengan penduduk hanya sebesar kelurahan Lenteng Agung ia menjual cerita bahwa ia bisa sukses disana. Dimana baru menjabat setahun ia mengatakan telah berhasil memenangkan pertarungan Bupati Belitung Timur berandalkan cerita mengenai kartu nama. Distorsi yang dilakukannya adalah membayangi kesuksesan Jokowi bahwa ia telah memenangkan suara 90 % pemilih di Belitung Timur, sementara kontribusi adiknya yang seorang dokter, di kabupaten yang sangat langka dokter tersebut, terlihat kemudian.

Selama setahun Ahok disana ia telah berhasil mengeruk kekayaan alam lain Belitung Timur, Wilayah yang puluhan tahun RI berada di wilayah Sumatera selatan, selain timah yang telah habis dihisap pemerintah pusat, pasir, untuk dijual ke Singapura.

Dari dari kekayaan setahun tersebut ( Baca : http://megapolitan.kompas.com/read/2013/09/16/1159200/Tur.Keliling.Rumah.Ahok.di.Belitung.Timur) sebagian digunakannya untuk pertarungan Gubernur Bangka Belitung, yang kemudian gagal.

Kepemimpinan Bupati dialihkan dengan mudah ke adiknya yang sebelumnya telah diangkat menjadi PNS dengan jabatan yang tinggi di kabupaten tersebut.

Ahok pun membelot dari partai Indonesia baru dengan mudah ke Golkar karena ia memiliki kekayaan untuk “berkontribusi” pada partai. Sayang setelah ia melenggang ke DPR-RI Ahok, inferior, tidak dapat bersinergi dengan kebijakan umum partai, walau pada awalnya saat itu termasuk partai berkuasa karena diketuai oleh Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla. Pun sebagai politisi kekuasannnya sudah diperah terlalu jauh.

Ahok kemudian mendekati Partai Gerindra untuk bergabung dan berkenalan dengan Ketua Umumnya, Prabowo Subianto..

Prabowo yang memiliki seorang ibu, Dora Sigar, yang memiliki kepercayaan yang sama dengan Ahok (Kristen Protestan) kemudian tertarik kepada Ahok untuk mencalonkannya dengan Jokowi, pada pemilukada DKI Jakarta untuk “mencoba-coba” sejauh mana perubahan toleransi masyarakat Indonesia atas isu minoritas dan inferior kompleks atas Ahok.

Ahok tidak mengecewakan, disaat para calon Kepala dan Wakil kepala Daerah di Jakarta ramai di TV dan disorot masyarakat seluruh Indonesia, utamanya, pasangannya, Jokowi, ia bergerilya ke kantong-kantong masyarakat minoritas yang selama ini tidak pernah ikut dalam pertarungan demokrasi apapun seumur hidupnya, dan meyakinkan mereka untuk memilihnya tanpa diketahui mayorits publik.

Aksi gerilya ini sangat efektif mengejutkan banyak pihak, karena dari suara mereka yang selama ini tidak pernah ikut pemilu, Pasangan Jokowi-Ahok memperoleh 34% suara pada putaran awal, di luar perkiraan pengamat terdidik manapun saat itu.

Pada putaran kedua mereka yang telah keluar dari persembunyiannya tersebut pun tidak begitu saja apatis dengan ikut mengerahkan sumber dayanya untuk ikut bekerja pada pemilu putaran kedua yang menghasilkan 54 % suara yang hasilnya diketahui sekarang , seolah-olah 100% rakyat Indonesia bersatu memihak pasangan calon ini.

Ujian awal pimpinan Pemprov. DKI Jakarta yang baru yaitu: banjir, ditandai dengan menghilangnya Ahok dari komitmen untuk mengatasinya ke hadapan publik televisi dengan menghilang dan berkonsentrasi menjalin perikatan dengan pemilik-pemilik modal yang berpengaruh signifikan atas kemenangannya di Pluit.

Masalah demi masalah kemudian dihadapi Ahok.

Sebagai seorang politikus baru yang signifikan dari kaumnya yang terbiasa apolitis Ahok secara terang-terangan terancam ingin digantung oleh buruh, yang tidak pernah sefrontal itu sebelumnya menghadapipejabat Negara.

Pada hubungannya dengan PKL, Ahok terancam mau dirajam, akibat kepongahannya berkomunikasi dengan etis.

Menghadapi masalah rusunawa marunda Ahok, yang seolah-olah telah mebagi kekuasaan dengan Jokowi dan bertanggung jawab di bidang perekenomian DKI Jakarta, memiliki banyak alesan yang menjadikan permaslahan ini tidak kunjung selesai sampai sekarang.

Dana Corporate Social Responsibility, yang menjadi wilayah Ahok, diluar bidang social dan kesejahteraan seperti KJP dan KJS yang domain Jokowi,digelapkan oleh Ahok yang membodohi masyarakat dengan kata Tranparansi anggaran, dimana dana ini tidak termasuk ke dalam Anggaran APBD DKI Jakarta.

Ahok tetap memiliki kesombongan setinggi langit saat ini karena mengesankan Prabowo Subinato, Calon Presiden RI terkuat di 2014 dengan sangat baik.

Preman dan penjahat di belakang prabowo seperti Hercules Rosario dan lain-lain membekingi Ahok tanpa ketinggalan , minoritas cukong2 apolitis yang sebelumnya tidak terlibat politis.

Hingga terakhir pada pemanipulasian kebenaran atas Mendagri belakangan ini.

Kesemua itu terasa hina pada cerminan perasaan Ahok saat ini.

Jika anda tidak dapat melihat ini pada Ahok Sebagai Politikus baru dari kaumnya dan tentu saja jika belum mengalamai seperti apa yang dialami di Belitung Timur dan Jakarta tentu tidak dapat disalahkan juga sebagai orang Indonesia yang memaklumi pepatah Gajah di depan mata tapi semut di seberang lautan kelihatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline