Lihat ke Halaman Asli

Belajar dari SBY-Jokowi di Kompas, Semoga Presiden Berikutnya Bukan Dari Jawa Lagi

Diperbarui: 24 Juni 2015   04:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kompas.com hari ini secara sensasional memberitakan tentang Bu Pur (Silvia Soleha) yang secara laten menyerang Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Menghitung bulan, di akhir periode kepemimpinannya, Kompas kali ini,khususnya kompas media online (kompas.com) yang juga merupakan media yang menggulung media cetak, adalah Kompas yang akan membunuh SBY. Setelah 10 tahun terakhir memberitakan citra-citra tertentu yang bersangkutan.

Hari ini 2 media online yang memiliki pangsa pasar di Indonesia lainnya selain Kompas.com yaitu Tempo.co dan Detik.com tidak terlalu tertarik tampaknya memberitakan mengenai Bu pur ini.

Entah besok.

Dan memang Kompas.com adalah situs lokal yang terpopuler dan menguasai media berita online nasional saat ini.

Dengan berkembang secara pesatnya Kompas.com dalam beberapa waktu terakhir, SBY adalah pihak yang secara kasat mata merupakan pihak yang diuntungkan dari kinerja Kompas.com selama ini.

Detailnya keterangan Bu pur oleh Kompas.com di persidangan dengan segala tajuk berita spesifik yang membongkar informasi mengenai presiden RI, adalah awal dari akhir kekuasaan dan kedigdayaan SBY.

Menarik untuk mengamati mengenai yang tergambar dari hubungan antar personal Bu Pur dan SBY yang penuh dengan ketertutupan,kehormatan yang canggung dan eweuh pakeweuh yang tampaknya berlebihan yang sebenarnya dominan teraplikasi di masyarakat Indonesia sejak jaman dahulu kala.

Dari hubungan dan penggambaran mengenai bagaimana pimpinan tertinggi Indonesia dipengaruhi factor-faktor hubungan ala SBY-Bu Pur, akhirnya, dapat dirasakan bahwa tidak terdapat perbedaan antara budaya modern dan budaya masa lalu yang masih membentuk indonesia sampai sekarang.

Dan budaya Indonesia, mengamini bahwa budaya Indonesia adalah budaya yang didominasi budaya Jawa yang memang bukan sesuatu yang merupakan kerugian, dominannya adalah budaya jawa.

Selesai dari situ, sebaliknya dalam beberapa waktu belakangan, Kompas.com secara impulsive memberitakan mengenai hal-hal kecil Jokowi menjadi sesuatu yang positif.

Tidak ada serangan berarti mengenai yang bersangkutan oleh Kompas.

Namun demokrasi dengan kegamblangan dan kebebasan yang diagung-agungkan sekarang ini dengan hasil akhir yang sepertinya benar, adalah tidak sesuai dengan peradaban yang sesungguhnya penuh tipu muslihat, seperti yang digambarkan oleh Bu Pur-SBY- Kompas.

Jokowi dan “bu Pur” nya, adalah bukan merupakan sesuatu yang akan diberitakan Kompas.com sekarang. Meski begitu Jokowi pasti punya “Bu Pur”nya sendiri.

Menafikan factor lainnya, jika dikaji secara akademis bahwa kompas (dapat) merupakan satu-satunya variabel yang mempengaruhi demokrasi keterpilihan langsung ala sekarang, maka akan dapat dibuktikan kebenaran seperti apa yang ada di Indonesia sekarang ini.

Ide besarnya, harusnya, demokrasi Indonesia kembali ke fitrahnya, yaitu peradaban dengan keunggulan strategi melalui demokrasi yang menjunjung tinggi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

Bukan oleh mereka yang menjunjung tinggi tanpa syarat Jokowi. Pun SBY di masa awal pencuatannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline