Lihat ke Halaman Asli

Bukan JATUH CINTA Lagi [01.0]

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13328165922120954982

Semacam basa-basi.

Kalau ke toko buku dan melihat ada novel yang cover-nyaseperti dibawah ini,

[caption id="attachment_178499" align="aligncenter" width="300" caption="Cover Novel Jatuh Cinta"][/caption]

Ya itulah buku pertama saya, sebuah karya yang bikin nama Jevo Jett dapat ‘stempel resmi’ sebagai penulis novel pada awal tahun 2012, di akhir bulan Januari tepatnya. Genrenya teenlit, yang menerbitkan GagasMedia, editornya Kinanti Atmarandy, penata letak Nopianto Ricaesar, desainer sampul Dwi Annisa Anindhika, proofreader Alit Tisna Palupi.

Naskah yang saya posting di sini adalah naskah yang TIDAK ADA di buku, daripada dibuang kan sayang. Jadi saya share aja di sini buat ngisi blog ini. Bagi yang udah baca novelnya, selamat menikmati lagi, mudahan menemukan sesuatu yang baru, posisinyasetelah scene pertama halaman 249, sebelum scene 2 pada halaman 250.

Bagi yang belum baca bukunya, selamat mencicipi naskah reject-nya. Siapa tahu berminat juga untuk beli bukunya.

Ya udah, yuk berangkat :)

[ >]

[01.0]

Penghujung sore di hari Sabtu, CBR merah itu melesat di Jalan BST yang lengang, melewati kawasan perumahan elit yang sunyi senyap, seolah tak ada hiruk pikuk kehidupan yang menghiasinya. Hanya suara halus mesin bikinan Honda itu yang terdengar menderu. Namun kawasan elit itu bukanlah tujuan si pengendara, ia hanya sekedar melintas untuk memperpendek jarak tempuh saja.

Ryd mengurangi laju motornya, memindahan gigi dan belok kananmemasukin jalanan berbatu yang di beberapa titik mulai terlihat rusak berlubang. Semakin pelan ia menjalankan motornya, tampak hati-hati sekali. Bukannya apa-apa, itu tanda kalau ia begitu menyayangi motornya, karena system upside down shock breaker motornya hanya untuk jalanan aspal yang mulus, bukan untuk medan off road menuju rumah Teby itu.

Masih ada persawahan dan ladang di sisi kanan-kiri jalan kecil tersebut. Lokasi rumah Teby memang agak pelosok, jauh dari keramaian pusat kota. Hanya teman-teman dekatnya saja yang tahu persis di mana letaknya.

Dari kejauhan terlihat Defender-nya Jimi sudah parkirdi depan pagar sebuah rumah sederhana, rumah yang temboknya masih bermotif bata, alias belum diplester semen, dengan kata lain: rumah setengah jadi. Di situ tempat Teby tinggal.

CBR merah tadi tetap merayap perlahan, pengendaranya masih tetap hati-hati sekaliketika melewatijalanan tanah berlempung yang agak licin, sesekali zig-zag untuk menghindari kubangan, berbelok ke kiri, dan akhirnya tiba juga di pekarangan rumah yang ditujunya.

Anak-anak yang lain sudah pada berkumpul. Selain Jimi, ada pula Tomi, juga si Yoris,cowok gendut berkulit putih yang biasa dipanggil ‘Bakpau’, ia satu-satunya anak IPS yang ikutan nongkrong di situ.

Ryd mematikan mesin, lalu melepas helm Arai kebanggaanya. Ekspresi wajahnya disetel seakan-akan tidak peduli.Tomi yang asyik gitaran langsun mencibir, tapi Ryd tetap cuek sok cool. Setelah menurunkan standar motornya, ia mulai melangkah menuju teras rumah, diiringi genjrengan gitarnya Tomi yang mencoba memainkan “Thank You” by Led Zeppelin.

“B minor!” tegur Ryd ketika telinganya mendengar ada nada yang salah.

Spontan jemari Tomi langsung berpindah ke chord yang disebut tadi. “Terus kemana?” tanyanya kalem.

“D, ke C, B minor lagi.”balas Ryd serius. “Terus kamunya ke Afrika aja sana!” candanya dengan nada sinis.

Anak-anak lainnya langsung nyengir.

”Kebagusan gitar tuh emang!” celetuk Jimi setengah meledek.

”He’eh, belum pantes Tom, kamu pake Ibanez.” Si Bakpau ikutan nyela. Gitar akhirnya sudah pindah ke tangannya.Nggak lama Ia pun mulai genjrang-genjreng.”Kemanaaa…kemana…kemaaana…” nyanyinya dengan cengkok dangdut yang dikentel-kentelin bergaya konyol.

“Asiiik…” Jimi meringis.

“Hahai…Ayu Tong Tong!” Ryd langsung ngakak.

Karuan Tomi makin bete karena gitar barunya dipake buat dangdutan. Yoris tidak peduli, malah makin manas-manasin dengan menggoyangkan kedua bahunya naik turun ala dangdut. Ryd dan Jimi semakin keras tertawanya.

Di SMANSI, siswa yang badannya kelihatan gede banget kalau pas upacara memang cuma Teby dan Yoris, mereka sama-sama tukang ngebanyol juga. Bedanya, kalau Teby badannya kencang berotot, sementara Yoris badannya buntal penuh tetelan.

“Eh, si Kingkong ke mana, Jim?” tanya Ryd kemudian.

“Tadi sih mandi katanya, tapi tauk tuh, dari tadi nggak keluar-keluar.”

“Nggak keluar-keluar, apa nggak kelar-kelar, nih?”

Jimi meringis, seolah paham arah konotasinya.

“Diseeeeneee… tempat cari senang!” teriak Tomi yang udah ganti set list jadi lagunya Slank.

“Yak! Sekarang duet Kaka dan Bom Bom!” sorak Jimi bertepuk tangan dengan noraknya.

Ryd ngakak lagi, teman-temannya memang lagi pada kumat sintingnya. Maklum, dari Senin sampai Sabtu siang tadi mereka habis babak belur dihajar badai ulangan semester. Jadinya gitu deh, otaknya masih pada porak poranda.

Di langit barat, mentari mulai tenggelam, sinarnya semakin meredup seakan-akan hampir sekarat dilindas malam minggu yang akan tiba sebentar lagi. Tapi anak-anak itu kali ini tidak peduli, mereka memang tidak ada rencana mau pergi ke suatu gigs, soalnya sama-sama sedang bokek. Namunmeskipun begitu, yang namanya kumpul-kumpul, acara makan-makan harus tetap dilaksanakan.Untuk itulah saat ini mereka kumpulnya di rumah Teby.Satu tempat dimana kalau mau bakar jagung tinggal petik, mau bakar singkong tinggal cabut, mau bakar ayam tinggal potong, lalapan juga sangat berlimpah dan tinggal petik aja. Asiknya lagi, lingkungan di situ rumahnya masih jarang-jarang, jadi kalau mau berisik sekalipun, tidak akan ada tetangga yang merasa terganggu.

“Hmm, bau apa nih?” tiba -tiba Tomi seperti mengendus-endus sesuatu. “Wangi banget!”

“Iya.” Yoris menghentikan permainan gitarnya.

Semua langsung terdiam dan mempertajam penciuman masing-masing.

“Kayak bau kembang.” pelan Jimi berkata.

Suasana mendadak hening, anak-anak itu saling berpandangan. Rasa takut yang bercampur penasaran mulai hadir menyelimuti. Hari yang mulai gelap semakin menambah perasaan was-was, apalagi di daerah tersebut memang banyak terdapat pohon-pohon besar dan tidak jauh dari kuburan.

“Bakpau sih tadi pipis sembarangan!” gerutu Tomi sambil melotot.

Yoris langsung pucat. “Ampun mbah, jangan ambil titit saya, mbah.” ucapnya seakan-akan ada mahluk lain di sekitar mereka.

Teman-temannya malah menahan cekikikan geli.

Dan aroma wangi pun semakin kuat.

Kembali mereka semua terdiam.

“Wanginya sih wangi kembang, tapi kayaknya bukan melati, nih.” setengah berbisik Jimi berujar.

“Lavender nih kayaknya.” Ryd ikutan mengendus.” Tapi masak demit pake aroma lavender?”

“Kan malem Minggu, Ryd.” balas Tomi polos.

Merekamalah cekikikan sendiri.

Kreeeeeek… ada suara kursi yang bergeser.

Spontan anak-anak itu langsung menoleh karena kaget, spontan pula dari mulut mereka keluar umpatan-umpatan kasar yang khas. Rupanya aroma wangi tadi berasal dari Teby yang terlihat sudah berpakaian rapi, dan sepertinya bersiap untuk pergi.

“Kirain setan, eh nggak taunya iblis yang nongol!” Yoris langsung bersuara.”Mau kabur ke mana kamu?” Ia mendelik sewot.

Teby cuma cengengesan aja. “Jadi, motornya siapa nih yang malam ini bisa dipake?” tanyanya santai sembari memakai sepatu sandalnya.

Teman-temannya langsung berlagak tidak mendengar.

Ada CBR-nya Ryd, Byson punya Yoris, dan KLX-nya Tomi yang parkir di halaman. Hanya itu pilihan Teby, kalau Defender-nya Jimi jelas bukan pilihannya, karena Teby memang belum bisa nyetir Jip Inggris itu. Sementara Vespa tuayang teronggok di samping rumah, sama sekali tidak bisa diandalkan, rawan mogok masalahnya.

“Tom…” Panggil Teby penuh harap.

“Apa?!”Tomi langsung melotot.”Emangnya cuma kamu yang mau ngapel, heh?”

“Halah! Sari palingan juga lagi sama yang satunya.” Teby menyeringai usil.

“Matamu!” maki Tomi sewot.

Teby dan tiga lainnya langsung ngakak. Sesaat kemudian ia menoleh ke Yoris.

Si Bakpau itu menggeleng.” Saya ada kencan juga, hehe! Sori, bos!”

Jimi mengernyit,” Samasiapa, Pau? Heh?” tanyanya heran.

“Sama Irene, dong.” ucap Yoris bangga menyebut nama primadonanya cowok-cowokIPS.

“Kok bisa?” Jimi masih heran.

“Ya bisa, lha wong seminggu ini dia minta contekan ke aku terus.” Yoris tersenyum jumawa.” Kamu mau titip apa Jim? Pipi apa bibir, heh?”

“Jiah! Gayamu, Pau, Bakapau!” sergah Jimi jadi rada sirik juga.

Yoris langsung terbahak.”Kegantengan itu bukan segalanya, bos! Otak saya memang lebih keren dari tampang anda! Setuju?”

Jimicuma meringis garing. “Eat my ass!

Mereka berdua pun masih terus berbincang sambil sesekali saling meledek.

Teby menghela napas berat, harapan terakhirnya untuk pinjam motor tinggal ke Ryd.

“Sori bro, abis ini aku mau jemput Dinda dulu di Samantha Krida.” tanggap Ryd kalem.

“Aku sih nggak pengen ke mana-mana, Teb.” sahut Jimi santai. “Kalo mau pake Landy, pake aja dulu deh sana.” Ia menawarkan mobilnya sambil cengengesan.

Teby cuma meringis masam.

“Salah sendiri! Dari jaman dulu disuruh belajar nyetir nggak mau sih!”

Teby coba tersenyum, tapi hambar, lalu dengan pasrah melangkah lesu menghampiri Vespa butut di samping rumah. Ekspresi wajahnya tak seceria tadi, terlihat tidak bergairah. Namun ia tetap harus pergi ke rumah Intan, walaupun dengan resiko Vespa tua itu bakal mogok di jalan.

Seorang Teby, juga mempunyai impian yang sama seperti kebanyakan remaja laki-laki lainnya. Ingin memiliki motor sport keluaran terbaru. Tapi apa daya, ayahnya cuma seorang pegawai swasta biasa yang gajinya pas-pasan, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja, dan ia sangat mengerti akan hal itu, sehingga mau tidak mau harus menerima keadaan. Tidak lantas merengek-rengek atau mengancam bunuh diri segala hanya karena tidak dibelikan motor.

Teby masih berusaha menyetater Vespa tua itu, tapi dari tadi mesinnya tidak mau hidup. Keningnya sudah mulai berkeringat, bagian belakang kemejanya pun sudah mulai basah. Ia masih berusaha tetap tenang, walau perasaan mulai jengkel tidak karuan. Itu terbaca dari gerak rahangnya yang terkatup.

“Udah, nggak usah pake perasaan.” celetuk Jimi enteng lalu terkekeh.”Cewek gitu aja dibela-belain segala!” Ia bangkit dari duduknya dan meraih gitar. Sebentar kemudian mulai terdengar suara anak itu memainkan Beautiful Day-nya U2.

Sambil berkacak pinggang, Teby menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskanya perlahan. Ia tampak mulai putus asa dan gelisah karena mesin Vespa tua tadi tidak mau hidup juga, sementara waktu terus bergerak tanpa henti.

Ryd menatap sobatnya itu penuh rasa empati yang begitu dalam. Ya, Teby yang hidupnya tidak sebahagia anak-anak lain, tapi hari-hari selalu dilewatinya dengan penuh keceriaan.Dengan Intan, itu pertama kalinya dalam sejarah Teby bisa merasakan nge-date bareng cewek. Dan yang membuat Ryd senang, setiap kali Teby habis nge-date, sobatnya itu tampak lebih bersemangat, dan keceriaannya pun jadi bertambah lagi, seperti ada kebahagiaan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Jimimasih terus bernyanyi riang, ngebagus-bagusin suaranya.

Teby makin tampak gelisah, seakan-akan kalau ia tidak datang malam ini, besok bakalan mati.

Tidak tega melihat sobatnya itu murung, Ryd merogoh saku jaketnya, mengeluarkan kunci motornya.”Teb…” panggilnya datar.

Teby menoleh, lalu dengan sigap menangkap kunci motor yang dilempar ke arahnya. Seketika itu pula raut wajahnya langsung sumringah, memancarkan gairah yang tadi sempat meredup.

“Bawa aja sana, entar aku jemput Dinda bisa pake mobilnya Jimi.” Ryd berkata kalem dengan gayanya yang cool.

“Thank you my man!” pekik Teby girang seraya meraih STNK yang disodorkan. “Sampe ketemu tengah malam nanti!”

Ryd mengangguk saja.

Dan Jimi masih terus bernyayi. “It’s a beautiful day…!”

Jreng…jreng…jreng…jreng…jreng…jreng…

[+]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline