Lihat ke Halaman Asli

Menguatkan Peran Perempuan dalam Pengawasan Tahapan Pemilu 2024

Diperbarui: 7 Juni 2024   11:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

MENGUATKAN PERAN PEREMPUAN DALAM PENGAWASAN TAHAPAN PEMILU 2024

Peran perempuan dalam mewujudkan pengawasan pemilu yang efektif dan berkeadilan merupakan salah satu wujud partisipasi politik. Perempuan selama ini menjadi obyek dalam pelaksanaan pemilu. Secara nasional terkait partisipasi perempuan khususnya di ranah politik masih belum memenuhi kuota 30 persen. Budaya politik perempuan secara umum masih terdoktrin oleh urgensi peran domestik yang harus dijalankan. Pendidikan pemilih kepada kelompok perempuan menjadi salah satu solusi efektif untuk terus menyadarkan pentingnya partisipasi perempuan dalam pengawasan pemilu. Pendidikan dan pelatihan terkait materi-materi politik pentingnya pemilu bagi perempuan sekaligus menyakinkan mereka bahwa kesetaraan dalam dunia politik menjadi syarat penting untuk berani mengawasi tahapan pemilu. Arena politik terbuka bagi semua warganegara, dan bahwa politik bukan arena yang penuh konflik dan dan intrik yang menakutkan. Keberanian menjadi pelapor dalam menemukan kejadian pelanggaran pemilu perlu terus didorong. Perlu adanya perlindungan terhadap pelapor sekaligus menjaga kestabilan demokrasi dengan terus mencegah terjadinya potensi pelanggaran.

Peran perempuan dalam mengawasi pemilu sebagaimana diuraikan teori disebutkan bahwa partisipasi menjadi kunci dalam keberhasilan demokrasi. Sejatinya peran masyarakat menguatkan proses agar berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. Berdasarkan data yang ada pada Pemilu 2019, pembudayaan politik khususnya dalam partisipasi perempuan menjadi salah satu tantangan tersendiri. Jumlah pemilih perempuan setengah dari jumlah pemilih keseluruhan. Sebagai gambaran, dalam Pemilu 2019 lalu, jumlah pemilih sebesar 192.866.254 orang, terdiri dari pemilih perempuan sebanyak 96.572.045 orang dan pemilih laki-laki 96.294.209 orang. Pada Pemilu 2024, Data Penduduk Pemilih Potensial Pemilu (DP4) telah diserahkan Kemendagri terhadap KPU yang merupakan modal pendataan KPU dalam memutakhirkan data calon pemilih. Jumlah DP4 berjumlah 204 juta jiwa yang terdiri atas 102.181.591 jiwa laki- laki dan 102.474.462 jiwa perempuan. Pemilih perempuan lebih banyak 292.871 jiwa dari laki2 yang tersebar di 38 provinsi. Dalam data ini hendaknya menjadi salah upaya bahwa mengambil peranan dalam menciptakan partisipasi perempuan selain menjadi pemilih tentunya menjadi harapan agar terlaksana hak pilih perempuan yang bisa digunakan secara mandiri dan cerdas.

Serta adanya fungsi literasi politik yang menyeluruh sehingga fungsi partisipasi perempuan juga dapat digunakan. khususnya dalam rangka mempromosikan ruang kepemimpinan perempuan. Pengawasan partisipatif yang telah dilaksanakan Bawaslu menjadi lokus penting kedekatan dan kepemilikan masyarakat dalam beramai-ramai menyukseskan pengawasan pemilu. Bahkan arahan Presiden Jokowi dalam rakornas Bawaslu pada 17 Desember 2022 menekankan bahwa "kita tidak bisa bersantai- santai dengan politik identitas, politisasi agama, politisasi sara dan hoaks. Jangan berikan ruang apapun pada ini, sangat berbahaya sekali. Ini bisa menjadi peluang pihak lain untuk memecah keutuhan negara kita, keutuhan kita sebagai bangsa" arahan presiden tentu menjadi salah satu hal yang kedepan patut kita perhatikan bersama.

Disisi lain dengan munculnya tahapan pemilu yang lain sebagai proses tahapan yang bersama-sama harus dilakukan dengan melakukan pencermatan tahapan yang sudah dimulai sejak 14 Juni 2022. Berikut adalah tahapan-tahapan pemilu yang melibatkan masyarakat untuk ikut melakukan proses pengawasan bersama yakni

 a) pemutakhiran data pemilih, masyarakat khususnya perempuan dapat mendata siapa saja yang belum terdaftar khususnya warga perempuan itu sendiri ataupun kelompok rentan yang selama ini tidak terakses akibat proses kependudukan yang belum meregistrasi keberadaan mereka Dalam tahapan pencalonan perem- puan harus memastikan bahwa calon yang diajukan khususnya calon anggota DPRD bukan napi koruptor, pelaku kejahatan seksual/anak dan bandar narkoba juga pelaku plagiasi. Tahapan kampanye, mencegah terjadinya polarisasi politik. Khususnya perempuan akan memper- timbangkan untuk menihilkan terjadinya konflik sehingga yang dikedepankan adalah proses yang mempunyai peradaban utama, seperti politik adu gagasan ataupu politik ide. Kampanye yang kemungkinan besar segera berlangsung pada tahun 2023 ini tentu saja mempunyai konsekuensi yang tidak sederhana bagi para perempuan. Hasil pengawasan KPAI tahun 2019, selama tahapan pemilu berlangsung termasuk kampanye terbuka menemukan 55 kasus pelibatan anak dalam kampanye politik. Kasus ini dilakukan oleh calon legislatif DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten Kota atau partai politik. Pelibatan dilakukan yakni anak hadir dalam kampanye terbatas atau rapat umum. Anak menjadi obyek yang diajak untuk melakukan kampanye, tentu hal ini harus dicegah jauh2 hari agar tidak kembali terjadi. Pihak yang dirugikan tentu saja adalah si anak yang semestinya tidak ikut terseret ke politik praktis.


Sebagian lainnya lebih percaya bahwa yang paling pokok adalah memasti- kan kemenangan, dan peluang untuk itu lebih besar manakala mereka dapat membeli suara pemilih. Meskipun politik uang tidak dilakukan oleh semua calon kontestan namun kecenderungan melaku- kan pendekatan dengan mekanisme distribusi yang bersifat programatik sangat besar. Sedangkan yang nonprogramatik justru menyimpan peluang ketidak absahan. Dalam Indeks Persepsi Korupsi Global 2019, Transparansi Internasional mencatat bahwa korupsi mudah menyebar di negara dimana uang dalam jumlah besar dapat mengalir secara bebas lewat kampanye elektoral dimana pemerintah hanya mendengar suara orang-orang kaya atau orang yang terdekat dengan mereka. Peraturan penindakan politik uang mengacu pada UU 7 tahun 2017 pasal 523 disebutkan bahwa "setiap pelaksana, peserta dan/atau tim kampanye pemilu yang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada pemilih secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana pasal 278 akan dipidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak 48.000.000 (empat puluh delapan juta rupiah)

Deklarasi tolak politik uang seperti yang digagas oleh sekumpulan organisasi perempuan di kutai kartanegara (22/11/22) merupakan salah satu wujud partisipasi masyarakat agar pemilu berjalan
jujur dan akuntabel. Ratna Dewi Pettalolo (2021) mengungkapkan bahwa salah satu penyebab politik uang di daerah-daerah yang angka kemiskinannya tinggi dan yang menjadi sasaran utama adalah perempuan. Dalam perihal verifikasi faktual yang lalu misalnya seorang panwas perempuan dapat menggali alasan perempuan anggota parpol yang difaktualkan namun enggan memberi jawaban, jika dengan perempuan akan lebih terbuka, meskipun belum semua menerapkan hal ini. Termasuk resiko yang kemungkinan akan ditanggung oleh para pengawas pemilu perempuan dalam hal intimidasi, kekerasan dan ancaman keselamatan karena berhadapan langsung dengan permasalahan pemilu yang kompleks. Maka perempuan yang mencalonkan diri sebagai pengawas pemilu harus sepenuhnya berkesadaran dan sadar pengetahuan atas adanya hak-hak politik. Perempuan sebagai pemilih dan dalam hal ini hendak menjadi aparat penyelenggara tentu akan mampu menggunakan kekuatan mappingnya dengan cerdas. Advokasi atau pendampingan atas persiapan perempuan yang hendak melenggang menjadi penyelenggara pemilu tentu menjadi harapan bersama dalam memberdayakan aspek tahapan yang memberdayakan perempuan.

Konten materi bisa disusun oleh tim sukses atau tim kampanye yang juga mendekatkan kepada kebutuhan perempuan. Hal ini tentu akan memudahkan perempuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya kedepan dengan kebijakan2 yang ramah dan sensitif kesetaraan. Perempuan juga bisa mencegah terjadinya kampanye di ruang ibadah dan juga institusi pendidikan. Meskipun belum ada nama calon anggota legislatif, calon presiden dan wakil presiden. Kampanye akan berlangsung pada 28 November 2023- 10 Februari 2024. Ditengah kondisi Indonesia yang dihimpit potensi resesi tentu saja perempuan harus terus mengambil bagian untuk menekankan kepada para caleg dan juga calon presiden serta wakil presiden agar mempunyai program yang memihak kepada kepenting- an perempuan.

Perempuan juga bisa mencegah terjadinya kampanye di ruang ibadah dan juga institusi pendidikan. Meskipun belum ada nama calon anggota legislatif, calon presiden dan wakil presiden. Kampanye akan berlangsung pada 28 November 2023- 10 Februari 2024. Ditengah kondisi Indonesia yang dihimpit potensi resesi tentu saja perempuan harus terus mengambil bagian untuk menekankan kepada para caleg dan juga calon presiden serta wakil presiden agar mempunyai program yang memihak kepada kepenting- an perempuan. Mengacu kepada UU 7 tahun 2017 pasal 1 ayat 35 kampanye adalah kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri Peserta Pemilu.

Berdasarkan hasil analisa permasalah an terhadap peran partisipasi politik perempuan mengacu pada peran tahapan pengawasan pemilu masih perlu dorongan untuk menciptakan kesinambungan dalam berkolaborasi. Keterbatasan perempuan khususnya dalam keberanian melapor tentu menjadi lahan advokasi kedepan yang harus senantiasa diperbaiki. Bawaslu tentu dapat lebih giat untuk mendorong volunterism berbasis kebutuhan masya- rakat. Hal ini mengingat bahwa program pengawasan tidak semata-mata didorong oleh pragmatism semata, namun meng- hadirkan kepemilikan bersama agar demokrasi elektoral mampu selaras dengan cita-cita pemilu yang berkeadilan. Kesadaran bahwa rakyat punya hak politik khususnya partisipasi dalam melakukan pengawasan telah membawa babak baru demokrasi sebagai sistem politik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline