MEMBANGUN BUDAYA LITERASI DIGITAL
Di era revolusi keempat atau 4.0 yang dikenal dengan revolusi digital, informasi apapun dapat diperoleh secara real time dan cepat dimana saja dan kapan saja. Adanya mesin pencari membantu seseorang dengan cepat menemukan referensi yang diinginkan . Memang interaksi informasi dan komunikasi telah terdigitalisasi berkat kemajuan teknologi kunyit. Friedman pada tahun Afandi dkk. menggambarkan perubahan ini dengan "dunia datar" -- referensi pada situasi di mana dunia tidak terbatas pada batas negara dan zona waktu karena perkembangan teknologi (Afandi et al., 2016; Friedman, 2007).
Perkembangan teknologi informasi telah menciptakan "ruang baru" buatan dan virtual, disebut dunia maya (Pilliang, 2012). Perkembangan teknologi informasi direspon dengan penetrasi dan perilaku penggunaan internet di Indonesia yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hasil survei APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Seluruh Indonesia) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pengguna Internet di Indonesia sejak tahun 2016. Hal ini mendorong perkembangan teknologi informasi, bagian dari dimulainya era baru. revolusi digital era di Indonesia.
Perkembangannya yang sangat pesat mampu memberikan pengaruh dan penguasaan yang sangat besar terhadap seluruh bidang kehidupan masyarakat, termasuk dalam dunia pendidikan. Persyaratan pembelajaran pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia berbeda-beda (Akbar & Anggraeni, 2017). Era digital dalam dunia pendidikan khususnya perguruan tinggi membawa konsekuensi berupa desain pembelajaran yang menggunakan media digital sebagai sarana penambah ilmu pengetahuan bagi mahasiswa.
Media digital bisa memberikan atau menyajikan sebuah materi pembelajaran yang secara kontekstual, audio dan visual secara menarik dan interaktif (Umam, Kaiful; Zaini, 2013). Perguruan tinggi yang tergabung dalam perguruan tinggi harus beradaptasi untuk mencapai proses pembelajaran berbasis digital tersebut. Kemajuan teknologi informasi dan internet saat ini menjadikan sumber informasi digital sangat kaya (Kurnianingsih et al., ). Sebaliknya, perkembangan teknologi, informasi diibaratkan dua sisi mata uang, dan berdampak positif dan negatif terhadap masyarakat . Mempelajari pengetahuan digital tidak mungkin bisa dihindari.
Penguasaan ilmu pengetahuan terhadap segala aspek kehidupan sesungguhnya merupakan faktor kunci kemajuan peradaban bangsa. Jumlah penduduk Indonesia banyak dan kualitasnya rendah, padahal kuantitas dan kualitas harus seimbang. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas sumber daya manusia di Indonesia masih rendah, bahkan semakin menurun dari tahun ke tahun. Salah satu faktor yang menurunkan kualitas sumber daya manusia adalah rendahnya tingkat pendidikan.
Hal ini semakin diperburuk dengan masih didominasinya budaya lisan (berbicara) dibandingkan budaya membaca. Secara umum, kemampuan menggunakan teknologi dan informasi dari perangkat digital membantu semua pekerjaan menjadi efektif dan efisien dalam berbagai konteks kehidupan, seperti: belajar, karir dan kehidupan sehari-hari (Gilster, 1997). Konsep pengetahuan telah berkembang dan digunakan dalam berbagai bentuk, termasuk literasi digital, khususnya kemampuan hingga memahami dan menggunakan informasi dari berbagai sumber digital (A'yuni, 2015).
Berdasarkan uraian yang diberikan, dianggap penting, menyampaikan pemikiran tentang tiga hal, secara spesifik (a) apa yang dimaksud dengan budaya digital?, (b) Mengapa budaya digital penting dalam membangun peradaban suatu bangsa dan ( c) bagaimana mengembangkan keterampilan dalam budaya digital?
Literasi Digital menurut UNESCO, kemampuan literasi dalam mengidentifikasi, memahami, menafsirkan, untuk membuat, mengkomunikasikan, menghitung dan menggunakan bahan cetak dan tertulis terlibat dalam mencapai berbagai tujuan dalam pengembangannya pengetahuan dan potensi, serta berpartisipasi penuh dalam komunitas serta masyarakat (A'yuni, 2015). Pandangan Gilster seolah menyederhanakan media digital yang sebenarnya terdiri dari berbagai bentuk informasi sekaligus, seperti suara, tulisan, dan gambar.
Oleh karena itu, Eshet menekankan bahwa pengetahuan digital lebih dari sekedar kemampuan menggunakan berbagai sumber digital secara efektif. Budaya digital juga membentuk cara berpikir tertentu (Eshet, 2004). Bawden menawarkan pemahaman baru tentang budaya digital yang berakar pada budaya komputer dan literasi informasi (Bawden, 2001). Pengetahuan komputer berkembang pada tahun 1980-an, ketika komputer menjadi lebih banyak digunakan tidak hanya dalam bisnis tetapi juga dalam masyarakat. Sementara itu, literasi informasi mulai populer pada tahun 1990an, ketika informasi menjadi lebih mudah untuk diatur, diakses, dan disebarluaskan melalui jaringan teknologi informasi.
Sedangkan menurut Martin, literasi digital merupakan gabungan dari beberapa bentuk literasi seperti: informasi, komputasi, visual dan media (Martin, 2008). Menurut Gilster yang dikutip oleh A'yuni, literasi digital harus berupa kemampuan memahami dan menggunakan informasi dari berbagai format (A'yuni, 2015; Gilster, 1997). Gilster menjelaskan bahwa konsep literasi bukan sekedar kemampuan membaca tetapi juga membaca dengan makna dan pemahaman. Literasi digital terdiri dari penguasaan ide, bukan penekanan tombol.