Kamis, 20 Agustus di tahun 2020 adalah hari yang sangat membuat saya terharu. Dimana saya dinyatakan lulus dari jalur ujian SBMPTN di sebuah perguruan tinggi negeri di Jawa Timur. Setelah pengumuman tersebut, kita diundang memasuki whatsapp grup yang telah disediakan oleh panitia. Mulai dari grup besar tingkat universitas hingga mengerucut sampai grup whatsapp tingkat program studi. Begitulah kira-kira kisah di awal kami memasuki kehidupan sebagai mahasiswa baru.
Sebagai mahasiswa yang sering disebut-sebut sebagai angkatan korona tidaklah mudah untuk melakukan perkuliahan di masa pembatasan sosial berskala besar. Saat itu karna keterbatasan akses ke kampus, mulai dari proses pendaftaran ulang sampai pengenalan kehidupan kampus mahasiswa baru (PKKMB) semuanya dilakukan secara online. Selama empat semester juga lamanya kami habiskan masa perkuliahan secara daring di masing-masing tempat asal kami. Menjalani keseharian berinteraksi dengan orang-orang melalui perangkat laptop maupun handphone kami jalani tanpa adanya interaksi sosial yang secara langsung sama sekali.
Pernah suatu ketika saat pembagian almamater di Kampus, seluruh mahasiswa satu kelas saya terutama yang masih berada di daerah. Sedikit dipusingkan bagaimana caranya untuk mengambil almamater tersebut. Sementara beberapa teman sekelas saya termasuk saya terpencar di berbagai pulau-pulau di Indonesia. Ada yang di Kalimantan, di Nusa Tenggara Timur, ada juga yang di Sumatera seperti Padang dan Medan. Akhirnya melalui perundingan beberapa teman yang berdomisili di sekitaran kampus. Diputuskanlah kesepakatan untuk mengkoordinir agar almameter ini bisa sampai ke tangan teman-teman yang berada di daerahnya masing-masing. Almamater kemudian akan dikirimkan setelah masing-masing mengirimkan alamat dengan jelas dan lengkap. Saat-saat seperti ini jasa expedisi mengambil peran yang begitu penting. Karena melalui jasa expedisi yang saat itu digunakan, teman-teman di daerah pun bisa memakai almamater kebanggaan berwarna biru tua yang melambangkan kehormatan, kepercayaan diri, stabilitas dan persatuan itu. Jasa expedisi yang dipilih jatuh kepada expedisi JNE, karena selain terpercaya JNE adalah salah satu jasa ekspedisi yang terpopuler pada saat itu.
Beberapa waktu kemudian keadaan mulai membaik, surat keputusan rektor pun turun. Surat tersebut berisikan keputusan yang menyatakan bahwa dalam waktu dekat masa perkuliahan secara hybrid akan segara dilaksanakan. Mau tidak mau seluruh mahasiswa yang berada di daerahnya masing-masing akan berangkat dan merapat untuk berdomisili ke daerah sekitaran kampus agar dapat mengikuti perkuliahan tatap muka secara langsung (luring).
Sebagai mahasiswa yang merantau jauh dari asal daerah Sumatera Utara, tepatnya Tapanuli Utara. Tidak jarang membuat saya kesulitan untuk mengirim maupun menerima barang dari kerabat maupun teman. Bukan hanya barang, sebagai mahasiswa kita juga sering dibuat pusing dengan berbagai persyaratan seperti pembaruan dokumen baik dari pihak kampus maupun pihak beasiswa yang memiliki keterikatan kontrak dengan kita. Hal ini tentu sangat krusial jika tidak segera dilengkapi, karena dokumen-dokumen seperti itu menyangkut keamanan dan kenyamanan kita selama masa perkuliahan.
JNE membantu pengirimanan berkas pendaftaran beasiswa yang muncul di beranda Instagram.
Saya adalah mahasiswa yang aktif dalam bersosial media salah satu yang saya gemari adalah instagram. Entah bagaimana postingan di Instagram bupati daerah saya yaitu akun bernama @horastapanuliutara lewat sebuah informasi yang benar-benar saya butuhkan pada saat itu. Tertera bahwa Bupati akan melakukan pemberian beasiswa bagi mahasiswa yang berasal dari Kabupaten Tapanuli Utara dan sedang menempuh Pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri dengan membuktikan melalui lampiran KTP juga Kartu Keluarga. Disini saya memilih JNE sebagai ekspedisi yang akan saya gunakan mengirimkan berkas dengan alamat tujuan Kantor Bupati Tapanuli Utara. Kenapa harus JNE? Outletnya sangat mudah untuk di jumpai dari tempat saya tinggal hanya berkisar sejauh satu kilometer. Mahasiswa seperti saya yang tidak memiliki kendaraan apapun pastinya dapat dengan mudah menjangkau outlet itu dengan berjalan kaki. Pelayanannya terhadap berkas itu juga sangat baik. Setelah berkas di serahkan, petugas meraihnya dan langsung melapisinya dengan plastik bertuliskan JNE untuk menghindari berkas dari kerusakan. Kalau sampai saja berkas tersebut ditengah jalan terkena zat atau cairan yang membuatnya rusak, saya sebagai pendaftar beasiswa ini pasti akan sangat patah hati yang sejadi-jadinya. Namun dengan adanya perlindungan terhadap berkas tersebut, hati menjadi tenang dan saya menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada JNE untuk mengantarkan berkas tersebut sampai ke alamat tujuan.
Selama proses pengiriman kita juga bisa melacak berkas sudah sampai dimana. Jadi setelah status berkas sudah sampai di Kantor Bupati, kita bisa segera mengkonfirmasi kepada bapak yang bertanggungjawab terhadap penerimaan berkas, apakah berkas yang dikirimkan atas nama saya sendiri sudah masuk antrian atau belum. Sampai pada akhirnya berkaspun terkonfirmasi dan saya dinyatakan layak untuk menerima beasiswa tersebut. Pemberian beasiswa ini berlanjut sampai dua semester saya berkuliah, yaitu saat semester lima dan enam. Namun dengan syarat pembaruan berkas di setiap semesternya dan berkas tersebut harus terkonfirmasi serta dinyatakan lulus. Selama itupun JNE adalah ekspedisi yang saya pilih untuk mengantarkan berkas saya ke Kantor Bupati Tapanuli Utara. Penerimaan beasiswa ini tentunya membuat saya bersyukur karena sebagai mahasiswa yang merantau jauh saya bisa mengurangi beban keluarga. Saya juga merasa bersyukur pemerintah daerah saya memperhatikan kami para generasi muda yang jauh-jauh menempuh pendidikan diperantauan ini.
JNE membantu pengiriman laptop saat kepepet menuju UAS.