Di suatu sore dengan cuaca agak mendung saya dan teman saya pergi ke daerah Stasiun Tebet, Jakarta Selatan untuk makan siang. Ketika kami memarkirkan mobil di parkiran dekat restoran Bebek Kaleyo, terlihat seorang wanita paruh baya yang menjadi juru parkir bagi mobil teman saya.
Beliau mengenakan hijab berwarna hitam, baju batik sebetis, celana merah, sendal jepit, dan tas selempang serta topi.
"Nama asli saya Ngatini, Mbak. Tapi dipanggilnya sama orang sini Bu Ela," begitu jawabnya ketika saya tanya perihal namanya.
Ibu berusia 54 tahun ini sudah 6 tahun bekerja sebagai juru parkir di sepanjang jalan daerah Stasiun Tebet. Semasa kecil ia dan keluarganya tinggal di Tebet, namun sekarang ia mengontrak rumah di Citayam, Bogor.
Setiap hari ia berangkat dari rumah pukul 11.00 menggunakan KRL dari Stasiun Citayam sampai Stasiun Tebet agar bisa sampai di tempatnya bekerja pukul 12.00 tepat pada saat makan siang.
"Pulangnya tergantung, kalo sepi, sebelum atau sesudah Maghrib saya udah pulang. Tapi kalo lagi rame bisa sampe jam 10 atau 11 (malam) baru pulang," katanya.
Tugasnya sehari-hari adalah mengatur parkir mobil dan motor di sepanjang jalan dari Stasiun Tebet sampai Bebek Kaleyo. Tarif parkirnya adalah Rp 5.000 mobil dan Rp 4.000/motor menurut penjelasan Ibu Ela sambil ia menunjukkan karcis-karcis parkir dari dalam tas selempangnya.
Beliau tidak digaji oleh Dishub karena Dishub hanya mengeluarkan surat ijin untuk menjadi juru parkir meskipun katanya sering terjadi konflik saat mengurus surat ijin tersebut. Dan surat ijin tersebut pun tidak perlu diperbaharui.
Selama Dishub masih memberikan ijin dan tidak ada pengganti beliau, maka Ibu Ela bebas menjadi juru parkir di daerah tersebut. Beliau memang murni mencari makan sendiri dari pekerjaannya ini. Setiap hari ia harus menyetor kepada petugas dari Dishub yang mendatangi lokasinya.
Sebenarnya ia diharuskan menyetor Rp70.000,00-Rp80.000,00 per hari, namun jika parkiran tersebut sepi seharian maka ia hanya bisa menyetor sekitar Rp40.000,00 saja.
Hujan rintik-rintik mulai turun ketika Ibu Ela bercerita mengenai keluarganya sehingga kami pun harus berteduh di bawah pohon. Suami Ibu Ela sudah meninggal dunia sejak 15 tahun yang lalu.