Pada tanggal 22 Maret 2019, saya dan beberapa teman-teman saya mengunjungi salah satu tempat bersejarah yang dikenal dengan nama Rumah Pengasingan Soekarno-Hatta. Tempat ini terletak di kawasan Rengasdengklok, Karawang. Di dekat Rumah Pengasingan Soekarno dan Hatta terdapat permukiman warga, persawahan, serta alun-alun Rengasdengklok.
Perjalanan diawali dari sekolah Dian Harapan menuju ke Rengasdengklok selama kurang lebih 2 jam menggunakan mobil. Daerah Rengasdengklok merupakan daerah yang masih belum begitu berkembang, tetapi masih asri karena masih dikelilingi oleh persawahan serta perkebunan.
Di dekat Rumah Pengasingan Soekarno-Hatta terdapat alun-alun Rengasdengklok, tugu proklamasi, serta beberapa karikatur dan lukisan-lukisan yang menggambarkan suasana pada masa penjajahan dahulu. Hal tersebut membuat saya terkesan karena peristiwa-peristiwa penting dicatat dan perjuangan para pahlawan sangat diapresiasi dan dihargai oleh masyarakat setempat.
Baca juga : Bengkulu adalah Kota Pengasingan Bung Karno
Ketika berbicara mengenai Rengasdengklok, hal itu tidak akan terlepas dari peristiwa bersejarah yakni "penculikan" Ir. Soekarno dan Muhammad Hatta. Peristiwa ini terjadi pada 16 Agustus 1945. Hal yang melatarbelakangi terjadinya peristiwa ini adalah keinginan golongan muda untuk segera melaksanakan kemerdekaan Indonesia.
Para golongan muda yakni Soekarni, Wikana, dan Chaerul Saleh menginginkan proklamasi kemerdekaan untuk segera dilaksanakan tanpa adanya campur tangan pihak asing, yakni Jepang.
Baca juga : Pengasingan yang Penuh Makna
Sementara, terdapat perbedaan pendapat antara golongan muda dan golongan tua sehingga golongan muda "menculik" golongan tua yakni Soekarno dan Hatta dan mengamankannya di Rengasdengklok, Karawang. Soekarno dan Hatta diamankan di rumah milik Djiaw Kie Siong yang terletak dekat dengan markas PETA (pembela Tanah Air).
Djiaw Kie Siong adalah seorang petani keturunan etnis Tionghoa. Pada awalnya, Djiaw Kie Siong tidak mengetahui dengan jelas mengenai peristiwa ini, tetapi beliau membantu meminjamkan rumahnya yang kemudian didiami oleh Soekarno dan Hatta. Rumah beliau dipilih sebagai tempat pengasingan Soekarno dan Hatta karena rumahnya dikelilingi oleh pohon-pohon sehingga memudahkan untuk menutupi jejak para proklamator dari penjajah Jepang.
Di rumah milik Djiaw Kie Siong, penulisan naskah dan konsep proklamasi mulai dikerjakan oleh Soekarno dan Hatta. Terjadi perbedaan pendapat antara golongan muda dan golongan tua.
Golongan muda menginginkan agar proklamasi dilaksanakan sesegera mungkin tanpa melalui persetujuan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) karena PPKI dianggap terpengaruh oleh hasutan penjajah yakni Jepang.