Lihat ke Halaman Asli

Penyelesaian Sengketa Hubungan Industrial terhadap Perkara Pemutusan Hubungan Kerja oleh PT Bank Negara Indonesia Wilayah 1

Diperbarui: 11 Desember 2023   11:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Industri adalah suatu bidang atau kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan pengolahan/pembuatan bahan baku atau pembuatan barang jadi di pabrik dengan menggunakan keterampilan dan tenaga kerja dan penggunaan alat-alat dibidang pengolahan hasil bumi, dan distribusinya sebagai kegiatan utama. Banyak orang menggantungkan hidupnya dari pekerjaan dibidang perindustrian ini, terlebih masyarakat Indonesia.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), 18,69 orang bekerja pada bidang Industri pengolahan yang dimana angka tersebut bukanlah angka yang sedikit mengingat jumlah populasi negara Indonesia yang sangat besar, ditambah belum termasuk sektor-sektor Industri lainnya. Sejak zaman dahulu hingga sekarang, kegiatan perindustrian tidak pernah berhenti dan selalu beroperasi dan selalu berkembang mengikuti perkembangan zaman. Perindustrian bukan hanya dikenal sebagai produksi pabrik, industri juga dapat berbentuk industri jasa keuangan seperti perbankan hingga industri perfilman.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan suatu keadaan dimana terjadi pemutusan atau pemberhentian terhadap seorang pekerja dari pekerjaan nya atau pemutusan status pekerja nya terhadap perusahaan tersebut. Menurut UU No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, pada pasal 2 dijelaskan bahwa perselisihan hubungan industrial antara lain; perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antara serikat pekerja/buruh dalam satu perusahaan. Dalam pasal 1 angka 4 dijelaskan bahwa pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak. Akibat tidak adanya kesesuaian pendapat dari pihak pengusaha ataupun dari pihak pekerja yang dikenai pemutusan hubungan kerja tersebut, maka terjadi perselisihan yang dimana salah satu pihak merasa dirugikan akibat keputusan tersebut. Perselisihan perburuhan juga terjadi sebagai akibat wanprestasi yang dilakukan pihak buruh atau oleh pihak pengusaha. ( Widodo suryandono: 2014, hlm. 125.)
Contoh nyata dari kasus tersebut adalah sebuah perkara yang masuk kedalam pengadilan hubungan industrial Medan yang terjadi antara pihak Haris Sirait selaku Penggugat yang berkedudukan di Kota Medan dengan PT. Bank Negara Indonesia Kantor Wilayah 1 yang berkedudukan di Jalan Pemuda Nomor 12.Lantai.4 Medan selaku Tergugat. Gugatan dengan register perkara Nomor 133 /Pdt.Sus-PHI/2023/PN Mdn mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan secara sepihak oleh PT. Bank Negara Indonesia serta tidak dipenuhi nya hak dari Penggugat yang terkena PHK tersebut.
 
DUDUK PERKARA PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENYEBAB PERSELISIHAN

Berdasarkan perkara Nomor 133 /Pdt.Sus-PHI/2023/PN Mdn, Haris semulanya adalah seorang karyawan tetap pada perusahaan PT. Bank Negara Indonesia yang telah bekerja selama kurang lebih 19 Tahun. Sebelumnya, terakhir sekali Haris menjabat sebagai asisten manager di PT. Bank Negara Indonesia wilayah 1 yakni di Kota Medan.

Pada tanggal 5 Desember 2022 Haris menerima surat keputusan dari PT. Bank Negara Indonesia dengan Nomor : KP/1238/W01/7/R yang pada pokoknya berisikan tentang pemutusan hubungan kerja terhadapnya. Dengan dikeluarkannya surat tersebut maka secara resmi telah terjadi putus hubungan kerja antara Haris dengan PT. Bank Negara Indonesia. Jika ditelusuri lebih lanjut penyebab pemutusan hubungan kerja adalah akibat kesalahan yang dilakukan oleh Haris sendiri yang dimana dia diduga telah melakukan pelanggaran berat terhadap kebijakan perusahaan dengan ditemukan peristiwa/ kasus meminjam nama Pihak ketiga untuk kepentingan pribadi pada Sentra Back Office
Kantor Wilayah Medan.
Penyelesaian permasalahan juga telah dilakukan secara bipatrit dan tripatrit yang dimana hasilnya adalah kedua pihak yang berselisih tidak mencapai kesepakatan sehingga perselisihan dilanjutkan ke persidangan.
Namun dibalik itu semua permasalahan muncul setelah Haris menerima surat keputusan dari PT. Bank Negara Indonesia yang dimana selain status nya kini telah putus hubungan kerja, namun hak-hak yang seharusnya ia terima berupa uang pesangon tidak dibayarkan oleh PT. Bank Negara Indonesia sehingga sekiranya menurut Haris hal ini melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
 
HAK-HAK PEKERJA DALAM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA MENURUT PANDANGAN HUKUM

Secara Normatif, Pekerja yang dikenakan pemutusan hubungan kerja berhak untuk menerima pesangon. Hal ini sesuai dengan Ketentuan Pasal 40 angka 1 PP No. 35 Tahun 2021 yang menjelaskan;

" Dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, Pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima."
Besaran pesangon yang diterima oleh pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja dapat dijumpai pada pasal 40 angka 2 dan 3 yang pada pokoknya besaran pesangon yang dibayarkan tergantung lamanya pekerja bekerja pada perusahaan tersebut. Ketentuan dari uang pesangon juga dipengaruhi oleh phk yang dihubungkan dalam kondisi tertentu seperti terjadi mergerisasi, kebangkrutan/pailit nya perusahaan, pengurangan pegawai akibat kondisi keuangan perusahaan yang tidak baik, force majeur yang berdampak ke perusahaan, atas permintaan sendiri dari pegawai sampai dengan akibat pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja tersebut.
Melihat kasus diatas, maka kasus tersebut digolongkan menjadi pemutusan hubungan kerja yang diakibatkan oleh pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja. Hal tersebut tertulis didalam pasal 52 yang menuliskan;
"Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Pekerja/Buruh karena alasan Pekerja/Buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut maka Pekerja/Buruh berhak atas:
 a. uang pesangon sebesar 0,5 (nol koma lima) kali ketentuan Pasal 40 ayat (2);
 b. uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan
 c. uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4)."
Berbeda halnya jika pekerja tersebut dikenai pidana akibat melakukan tindak pidana. Jika terjadi demikian maka sesuai pasal 53 perusahaan atau pengusaha tidak perlu memberikan pesangon dan hanya memberikan tanggungan kepada keluarga karyawan tersebut dengan besaran persenan tertentu.
Berdasarkan aturan-aturan diatas jelas bahwasanya terdapat aturan yang mengharuskan pengusaha ataupun perusahaan memberikan pesangon terhadap pegawai yang dikenai pemutusan hubungan kerja. Karena kasus diatas bukan termasuk tindak pidana yang telah memperoleh hukum yang tetap dan hanya berupa pelanggaran kebijakan perusahaan semata, maka pegawai tersebut seharusnya berhak memperoleh uang pesangon.
 
KEPUTUSAN HAKIM TERHADAP PERKARA PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

Jika ditelusuri lebih lanjut, Haris selaku karyawan yang di PHK menuntut didalam gugatannya terhadap hak-hak yang diperoleh semasa bekerja seperti bantuan rumah sewa, penghargaan dll, namun majelis hakim tidak mengabulkan beberapa gugatan yang diajukan oleh Haris terhadap PT. Bank Negara Indonesia seperti pembayaran bonus tahunan, rekening dplk, bantuan sewa rumah dan bonus penghargaan 20 tahun yang dimana apabila ditotal semula maka berjumlah Rp. 380.102.661,-

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum diatas maka hakim yang memutus perkara tersebut menjatuhkan putusan bahwasanya PT. Bank Negara Indonesia harus membayarkan pesangon terhadap Haris dengan besaran terhitung Rp. 267.773.067,- (Dua ratus enam puluh tujuh juta tujuh ratus tujuh puluh tiga ribu enam puluh tujuh rupiah). Berdasarkan hukum acara juga, pihak yang dikalahkan harus membayar biaya perkara maka dengan ini juga majelis hakim menghukum PT. Bank Negara Indonesia membayar biaya perkara.
Berdasarkan kasus diatas dapat diambil kesimpulan bahwa diantara gugatan yang dikabulkan oleh hakim hanyalah hak-hak yang diperoleh atau pesangon berdasarkan aturan yang berlaku dan tidak mengabulkan hak-hak yang tidak termasuk kedalam pesangon pegawai yang terkena phk akibat melanggar aturan. Hakim menjatuhkan putusan terhadap perselisihan hubungan Industrial hanya berdasarkan kepada hukum yang berlaku dan selebihnya memperhatikan aspek-aspek yang ada didalam aturan tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline