Lihat ke Halaman Asli

Jesica Lesmana Takobayasi

Berdo'a, ikhtiar, ikhlas...

Revitalisasi Hak Kaum LGBT di Indonesia

Diperbarui: 3 Februari 2016   16:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

“kami sering mengalami kekerasan seksual”, itulah kata yang dilontarkan oleh sekelompok kaum LGBT yang pernah diwawancarai. Banyak sekali kelompok LGBT di Indonesia yang mana mereka sering mengalami diskriminasi dan mereka sering sekali mengalami kekerasan seksual baik berupa perkosaan maupun pemaksaan aktivitas seksual lainnya. Kelompok LGBT sering mengalami kekerasan dan pelanggaran HAM lainnya. Pelaku kekerasan berasal dari lingkungan dekatnya mulai dari keluarga, aparat penegak hukum, maupun masyarakat umum. Kekerasan lain yakni kekerasan fisik berupa tindakan yang tidak senonoh yakni mulai dari tindak pemukulan, tamparan hingga diludahi. Kelompok LGBT juga mengalami kekerasan emosional seperti penolakkan dari keluarga yang diekspresikan dengan mengancam untuk menyembunyikan orientasi seksualnya, membatasi pergulan, memaksa untuk berobat bahkan sampai pada pengusiran.

 

Kelompok LGBT sering mengalami diskriminasi. Diskriminasi eksplisit dan homofobia kekerasan dilakukan terutama oleh para ekstremis religious, sementara diskriminasi halus terjadi dalam kehidupan sehari-hari antara teman-teman, keluarga, tempat kerja ataupun sekolah. Fakta-fakta tindakan diskriminatif dan kekerasan yang dialami LGBT di Indonesia dikarenakan orientasi seksualnya yang berbeda dengan arus utama di Indonesia.

 

Sebagai negara yang telah meratifikasi DUHAM tahun 1948 dan konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan (CEDAW) melalui Undang-Undang no 7 tahun 1948 Indonesia seharusnya melindungi Hak Asasi setiap warga negaranya tanpa memandang jenis kelamin, ras, suku, agama dan orientasi seksualnya. Mengacu pada DUHAM dan CEDAW, terlepas dari pemahaman tentang dosa dan tidak berdosa, sebagai manusia kelompok LGBT berhak untuk diakui keberadaannya. Pengakuan terhadap keberadaan LGBT membawa konsekuensi pada keharusan untuk memenuhi hak-hak LGBT sebagai manusia dan penghapusan terhadap segala bentuk diskriminasi kekerasan yang selama ini kerap dialami oleh kelompok ini.

 

Namun faktanya, banyak terjadi kekerasan dan diskriminasi yang dialami oleh kelompok LGBT karena orientasi seksualnya yang dianggap menyimpang dari mainstream yang berada dalam masyarakat. Kelompok LGBT rentan alami kekerasan dan diskriminasi karena dianggap sebagai orang yang berdosa dan abnormal.

 

Diskriminasi terhadap individu LGBT ditempat kerja belum mendapatkan perhatian yang berarti. Belum ada Undang-Undang anti diskriminasi maupun kebijakkan atau pernyataan yang jelas sehubungan dengan orang-orang LGBT di tempat kerja. Wanita lesbian dan pria gay yang gender conforming (menyesuaikan peran gender). Dapat menghindari diskriminasi dengan merahasiakan perilaku mereka. Sebagian besar diskriminasi diarahkan pada kelompok waria yang juga mengalami masalah dengan KTP baik dalam pengurusannya maupun karena di KTP tidak tercantum pilihan jenis kelamin mereka. Masalah-masalah ini dapat membawa dampak lanjutan pada kesempatan mendapatkan tempat tinggal dengan kelompok waria menghadapi berbagai tantangan dalam mendapatkan pekerjaan tetap, kertu identitas dan berhadapan dengan prasangka buruk lainnya.

 

Hukum pidana nasional tidak melarang hubungan seksual pribadi dan hubungan homoseksual non-komersial antara orang dewasa. Sebuah RUU Nasional untuk mengkriminalisasi homoseksualitas, beserta dengan hidup bersama, perzinahan dan praktek sihir gagal di sahkan pada tahun 2003 dan tidak ada Undang-Undang berikutnya yang diajukan kembali. Gambaran umum tentang Hak Asasi LGBT di Indonesia. Hukum Nasional dalam arti luas tidak memberi dukungan bagi kelompok LGBT walaupun homoseksualitas sendiri tidak ditetapkan sebagai tindak pidana.

 

Persoalan gender yang masih belum tuntas. Upaya yang dilakukan oleh para aktivis untuk memperjuangkan hak minoritas tidak semudah yang dibayangkan. Temuan dari divisi Litbang dan Pendidikan Komnas Perempuan, bahwa persoalan utama yang dihadapi adalah manusia. Kemudian dijelaskan bahwa penafsiran ajaran agama telah menafsirkan bahwa kelompok LGBT sangat sulit untuk diubah sehingga stigma dan perlakuan diskriminatif terhadap LGBT mendapatkan pembenaran dari masyarakat. Karena kelompok LGBT ini menganggap bahwa kontruksi sosial itu bukan hanya gender, namun juga seks atau jenis kelamin. Orientasi seksual melawan identitas gender adalah hasil kontruksi sosial.

 

Indonesia memang memiliki reputasi sebagai sebuah negara muslim yang relative moderat dan toleran, yang memang memiliki beberapa aplikasi untuk orang-orang LGBT.

 

Kelompok LGBT ini hampir selalu menerima stigma negative dari masyarakat dan dipandang sebelah mata. Padahal, yang seharusnya mereka terima adalah dukungan serta hak atas kesetaraan sebagai bagian dari komponen masyarakat. Seharusnya para LGBT mendapatkan dukungan dan penerimaan dari keluarga dan juga masyarakat sekitar mereka. LGBT juga memiliki hak yang sama di dalam masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline