INI AKU
Terbitnya mentari pagi mengiringi perjuangan ibu untuk melahirkan anak keduanya. Semua tenaga dikeluarkan beserta do'a yang tak henti diminta kepada Sang Pencipta untuk keselamatan diri dan anaknya. Hingga pada tanggal 19 Juli 2003 pukul 10.00 WIB lahirlah bayi laki-laki manis yang diberi nama Nomesio Jery Prasetyo dengan beribu harapan agar menjadi anak yang kelak bermanfaat untuk agama dan bangsanya. Aku dibesarkan di rumah sederhana milik kedua Orangtuaku bertepat di Jalan SUTAN 14 SUNGAI No.03 RT.04 RW.04,Kecamatan Kotabumi Selatan, Kabupaten Lampung Utara , Provinsi Lampung. Lahir dari rahim seseorang wanita berpostur tubuh ideal ,rambut ikal sebahu, yang bernama Veronika Supriyati yang sekitar 28 tahun yang lalu dinikahi oleh sesosok pria yang diidamkannya selama lebih satu tahun menjalin asmara.
Sosok pria ini adalah pria yang kuat, berkumis tipis agak tebal, tinggi 160-an cm dengan kulit sawo yang sudah terlalu matang dan memiliki sifat humoris yang tinggi, Bartolomeus Jumali adalah namanya. Setelah saling menerima sakramen perkawinan yang dilaksanakan di Gereja Paroki Kabar Gembira Kotabumi awal tahun 1991. Sembilan bulan berlalu lahirlah Kakakku yang bernama Agustinus Budi Prasetyo. Dua belas tahun kemudian baru lahirlah aku jadi umur aku dan kakakku berjarak 12 Tahun.
Dari kecil aku tumbuh menjadi pribadi yang tangguh,berani,kuat dan berkat bapakku, karena beliau selalu mengajarkanku arti dari seorang lelaki yang teguh pada pendirian dan bertanggung-jawab. Maka dari itu aku juga berpegang pada pendirianku dengan bercita-cita menjadi seorang imam, dan aku pun juga harus bertanggung-jawab terhadap rahmat panggilan yang sedang kujalani dalam berformatio di Seminari Santo Paulus Palembang.
Sejak kecil saya sering ikut Bapak dan Ibu dari Ibu saya pergi keluar Kota, itu bukan hanya sekali atau dua kali namun setiap kakek dan nenek saya hendak berpergian pasti saya selalu ikut. Dari hal ini pun saya belajar menjadi anak yang berani dan istilah orang jawa-nya itu (enggak mbok-mbok'en), jadi sudah belajar merantau.
Lima tahun kemudian setelah saya dilahirkan, saya mulai mengenal dunia baru selain keluarga dan lingkungan rumah. Taman Kanak-Kanak Xaverius Kotabumi adalah tempat pertama dimana saya mulai belajar banyak hal, berinteraksi dengan teman-teman baru, dengan guru-guru dan belajar memahami hal-hal yang tidak saya temukan dikeluarga. Ini merupakan rumah kedua bagi saya setelah keluarga. Saya termasuk anak yang aktif dikelas, bisa jadi aktif membuat keributan dan suka jahil terhadap teman-teman baru sehingga sering membuat guru TK saya jengkel terhadap perilaku saya karena sering membuat teman-teman menangis. Setelah 1 tahun tahun belajar di TK Xaverius Kotabumi, akhirnya saya naik ke kelas satu tingkat sekolah dasar dengan predikat baik pada tahun 2009. Hingga pada tahun 2015 saya mengakhiri masa sekolah dasar di SD Xaverius Kotabumi, perjalanan saya duduk dibangku sekolah dasar pun berliku-liku, memang saya itu orangnya tidak bisa diam jadi sifat saya sejak TK pun muncul, yaitu jahil namun dengan sifat itu saya pun juga dipandang sebagai murid yang tidak terlalu malas dan sejak kelas 1 hingga kelas 6 saya mendominasi peringkat 10 besar dikelas. Entah mengapa sifat malas itu muncul ketika saya menduduki bangku sekolah menengah pertama pada tahun 2015 bulan Juni. Saya tidak perlu beradaptasi dengan lingkungan sekolah lagi, karena TK, SD, dan SMP terletak disatu lokasi yang sama. Hanya beradaptasi dengan beberapa teman baru dan para guru saja. Dikelas VII, saya pun masih memiliki sifat sejak TK ditambah juga teman dari SD pun satu SMP denganku , Jadi bisa dibilang hanya pindah ruangan dan berganti seragam saja . Sejak mulai mengenal lingkungan sekolah menengah pertama saya mulai dididik untuk meninggalkan sifat buruk yang dimiliki sejak SD, mulai dari hal itu saya mulai belajar untuk sedikit lebih dewasa.
Sekolah Menengah Pertama Xaverius Kotabumi merupakan tempat dimana diriku ini menjadi lebih dewasa dari sebelumnya. Banyak pengalaman yang telah diriku lalui terutama dengan teman sekelas, sejak kelas 7 sampai kelas 9 teman sekelas tidak berganti jadi karena hal itu membuat kami 27 orang sudah seperti halnya keluarga. Berlayar dari kelas 7 yang dahulu masih polos hingga berlabuh di kelas 9 yang sangat sekali tak terasa sudah ingin berpisah. Di masa ini banyak pengalaman diriku tentang percintaan, seolah-olah sudah tertakdir menjadi orang yang disenangi para wanita, karena dikelas jika tidak ada aku kelas menjadi menjadi sepi, oleh karena itu aku sering disebut mesin tawa. Cinta, ngomong-ngomong tentang cinta aku lebih tidak untuk berpacaran, tetapi cukup menjadi sahabat karena sahabat itu lebih dari sekedar pacar (menurutku). Maka dari itu aku lebih memiliki sahabat daripada seorang teman spesial. Baik cowok atau cewek aku memiliki masing-masing sahabat. Sosok sahabat bagiku bagaikan lilin di tengah kegelapan atau mercusuar di tengah laut yang menunjukkan jalan. Dialah seseorang yang Tuhan beri untuk menemani menyusuri lika liku kehidupan di dunia ini. Di masa SMP pun tak banyak prestasi yang kudapatkan tetapi hanya menjadi Juara 1 Lomba Gerak Jalan tingkat SMP se-Kabupaten, dan menjadi sekretaris bidang 10 Teknologi Informasi dan Komunikasi , OSIS SMP Xaverius Kotabumi. Tak banyak prestasi yang kumiliki tapi hanya itu yang aku ingat, menjadi anggota OSIS yang kerjaanya dalam bidangku yaitu mengurusi tentang hal-hal berbau fotografi ketika upacara hari penting dan yang lainnya menjadikan itu sebagai saluran hobiku, hobi itu kudapatkan dari kakakku yang sama-sama menghobikan fotografi.
Panggilan, ngomong-ngomong tentang panggilan tiada hentinya teringat tentang sebuah peristiwa yang menurutku sangatlah memotivasiku untuk menjadi Imam. Pertamanya benih-benih panggilan itu muncul ketika aku menjadi aktif mengikuti kegiatan misdinar sejak kelas 4 SD. Dimana setiap misdinar aku memperhatikan gerak-gerik seorang romo, dan juga orang tuaku mulai memotivasi aku untuk menjadi seperti romo Sepiono, SCJ kala itu menjadi Romo Paroki di parokiku. Berwibawa, elegan, megah, sedehana, menjadikanku ingin menjadi seperti romo Sepi (panggilan akrabnya). Hingga saudaraku suster yang bertugas di Roma menyampaikan bahwa benih-benih panggilan itu sudah ada di dalam diriku tinggal aku yang mau atau tidak menanggapinya. Dengan tekad yang bulat dan dukungan dari orang-orang disekitarku sehingga memampukan aku untuk menjawab panggilan Tuhan ini. Tanggal 27 Bulan Desember Tahun 2017 menjadi wujud kebulatan hati untuk menjawab panggilan itu lewat tes masuk seminari ,kala itu. Mengahbiskan sisa-sisa hidupku bersama orang tua sebelum akhirnya berpisah, aku bahkan tidak mau melewati detik-detik bersama dengan keluarga. Hingga pada akhirnya pengumuman kelulusan tes di umumkan lewat website seminari, kala itu aku sedang mengikuti jam pelajaran disekolah sampai akhirnya aku dipanggil kakakku yang bekerja sebagai guru di SMP ku sebagai guru Komputer, aku diberitahukan bahwa aku dan beberapa teman tes dari paroki ku diterima sebagai seminaris, tidak disangka bahwa aku diterima dikarenakan temanku 2 orang tidak diterima , berawal tes bersama kelima temanku sampai pada dengan 3 orang temanku bersama aku diterima tes. Sungguh perasaan yang tak dapat dituliskan dengan kata-kata, sampai pada akhirnya aku menjadi seorang seminaris untuk memulai hidup panggilan sehingga kelak apa yang ku impikan dapat tercapai.
Sehari, sebulan hidup di seminari menjadikanku seseorang yang lebih , mulai dari berdoa, bangun pagi dan lainnya membuat aku menjadi seorang yang lebih baik dari sebelumnya. Panggilan dapat menjadi tanda khusus bagi cinta kasih yang terungkap dalam situasi hidup sebagai hamba Tuhan. Pertanyaan tentang apakah itu panggilan ,bukan hanya masalah tentang panggilan itu sendiri , melainkan akan menjadi suatu definisi yang sangat sulit . Panggilan mengandung pengertian bahwa Tuhan itu benar -- benar memanggil dan juga memerlukan suatu tanggapan hidup dan cinta yang diberikan kepada kita pada saat yang penuh rahmat itu. Panggilan membuat kita menentukan suatu keputusan tentang masa depan kita .
"Jangan mencari ketakutanmu melainkan carilah harapan dan mimpimu. Jangan berpikir tentang frustasimu, tapi tentang potensi yang belum terpenuhi. Perhatikan dirimu bukan dengan apa yang telah kamu coba dan gagal, tapi dengan apa yang masih mungkin bagimu untuk melakukan sesuatu." -- Paus Yohanes XXIII