Setiap tanggal 2 Oktober, selalu teringat dengan teman-teman pelaku UMKM dengan komoditas atau sektor Batik, diantaranya Ibu Rujiyem. Rujiyem atau sering juga dipanggil Rojiyem, sangat optimis terhadap produksi batik tulisnya, bukan tanpa alasan, Rujiyem nyakin omsetnya akan terus merambat naik, sejak adanya pengakuan 4 tahun lalu dari Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization/UNESCO) untuk 13 warisan budaya, termasuk batik yang jadi satu kekhasan dan harus dilestarikan serta dikembangkan. Bersama suaminya Rujiyem fokus dan bahu membahu mengelola usaha kerajinan batik tulis dan kombinasi cap, namun sebagaimana kendala utama UMKM pada umumnya, pada awal usahanya, masih terbatasnya akses pasar. Rujiyem belum mampu menjual produknya secara langsung kepada konsumen batik. Dengan memegang teguh salah satu prinsip hidup orang jawa, yaitu “Sepi ing Pamrih Rame ing Gawe, Banter tan Mbancangi, Dhuwur tan Ngungkuli atau Bekerja keras dan bersemangat tanpa pamrih, Cepat tanpa harus mendahului, Tinggi tanpa harus melebihi”, Alhamdulillah pada tahun 2011, selain mengandalkan 4 gerai / toko pelanggannya di Kota Yogyakarta, Rujiyem pun mendapatkan pendampingan serta pelanggan baru yang direkomendasikan dari Team Component 2 Microfinance Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit Livelihood Recovery for Yogyakarta and Central Java (GIZ – LRP). “Alhamdulillah, setelah mengikuti pameran hingga ke Bali, hingga saat ini terus mendapat pelanggan barunya dan tidak hanya dari Yogyakarta saja” aku Rujiyem.
Wajah sumringah Rujiyem, makin kesini makin tambah tahun makin tampak ceria, tentu karena seiring naiknya trend orderan batik tulis ataupun batik cap ke workshopnya di Mendiro RT 47 RW 22 Gulurejo Lendah Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta. Apalagi, sedikit demi sedikit, permasalahan di bidang produksi pun juga mulai teratasi, sebelumnya memiliki hambatan pada terbatasnya tenaga pembatik serta kesulitan membuang limbah batik. Dan pasti kreativitas Rujiyem pun semakin bertambah, sudah berani membuat motif batik atau desain batik yang berbeda. Yoga Saptono WH, Direktur Utama PT BPR Artha Kaliwungu Jawa Tengah yang saat itu sebagai Advisor of Microfinance GIZ LRP untuk program pendampingan UMKM pasca Gempa 2006 menyatakan “Sudah sepantasnya kita berikan apresiasi ke ibu Rujiyem, pelaku UMKM yang gigih membuat hasil karya budaya bangsa Indonesia yang telah diakui UNESCO. Yogyakarta sendiri dikenal dunia sebagai potensi sentra produk batik, salah satunya Kulon Progo. Sebelum menutup halaman terakhir buku “Strategi Dinamis Bagi UMKM Pasca Bencana” yang aku tulis, 2 tahun lalu untuk GIZ LRP - Java Reconstruction Fund (JRF), jadi inget pesen Rujiyem saat Monitoring & Evaluasi program ke workshopnya, “Urip Iku Urup atau Hidup itu Nyala, Hidup itu hendaknya memberi manfaat bagi orang lain disekitar kita, semakin besar manfaat yang bisa kita berikan tentu akan lebih baik, tapi sekecil apapun manfaat yang dapat kita berikan, jangan sampai kita menjadi orang yang meresahkan masyarakat”. Tetap semangat buuu Rujiyem .. sukses dan bahagia selalu ya !! - - - Jerri Irgo - Consultant, Tutor and Trainer working in Local-Regional Economic Development (L-RED) mainly on the perpetrators of SMEs
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H