Lihat ke Halaman Asli

Jeremy Nicholas

Mahasiswa Univesitas Airlangga jurusan sosiologi angkatan 2024

Bagaimana Menyelesaikan 3 Dosa Besar Pendidikan di Indonesia? Sebuah Analisis Sosiologis

Diperbarui: 13 Mei 2024   21:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://cilacapkab.go.id/v3/wp-content/uploads/2023/10/bullying.png

          Pembulian, kekerasan seksual dan intoleransi merupakan 3 dosa besar di dalam pendidikan yang sudah sangat meresahkan di pendidikan Indonesia, menurut data dari data yang dirilis Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dari Januari sampai Agustus 2023, terdapat 2.355 kasus pelanggaran terhadap perlindungan anak."Dari jumlah tersebut, terdapat 861 kasus yang terjadi di lingkup satuan pendidikan"(Fahham, 2024). Fenomena fenomena ini tidak hanya merusak psikis daripada korban namun juga mencoreng nama pendidikan di Indonesia. lantas bagaimana permasalahan permasalahan ini diselesaikan melalui sudut pandangan sosiologis? 

          Data menunjukan dari bulan Januari sampai Agustus 2023 "terdapat kasus kekerasan seksual sebanyak 487 kasus, korban kekerasan fisik dan psikis 236 kasus dan korban perundungan 87 kasus" (Fahham, 2024). Serta menurut dari survei terbaru SETARA Institute (2023) di tingkat SMA sederajat. Data survei menunjukkan, "terjadi peningkatan kategori siswa pada kelompok intoleran aktif dibandingkan survei sebelumnya, dari 2,4% di tahun 2016 menjadi 5% di tahun 2023. Terkait dengan penggunaan jilbab, 61,1% menyatakan lebih nyaman jika semua siswi di sekolah menggunakan jilbab. Sementara 25,6% dari mereka menyatakan bahwa keyakinan yang berbeda dengan mereka adalah sesat" (Siaran Pers SETARA Institute, 2023). Hal ini menunjukkan bahwa masalah kekerasan seksual, perundungan, dan intoleransi bukan hanya terjadi secara sporadis, tetapi juga meningkat dalam frekuensi dan intensitasnya.

          Peningkatan ini sesuai dengan proposisi dari salah satu teori yang terkenal di sosio-kriminologi yaitu teori "jendela pecah" di mana teori tersebut menjelaskan bahwa permasalahan kecil yang tidak lantas diselesaikan akan cenderung membuat permasalahan yang lebih besar dan lebih serius. dari sudut pandang teori tersebut dan dengan data data yang sudah dirilis oleh KPAI dan Setara Institute penulis dapat melihat ada satu faktor utama yang menybabkan fenomena tersebut kembali terulang dan meningkat intensitasnya yaitu adalah gagalnya pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan ini sehingga menimbulkan permasalahan yang lain. 

          Dengan memakai teori yang sama kita bisa merumuskan beberapa upaya untuk menyelesaikan permasalahan permasalahan ini pertama yaitu pemerintah harus berkomitmen untuk memasukan nilai nilai keberagaman di dalam kurikulum, contoh implikasi konkrit dari upaya ini adalah program olweus yang telah di implikasikan di beberapa negara barat. Di mana kelas pertemuan bulanan yang mengajarkan mengenai nilai nilai toleransi termasuk sebagai pembelajaran kurikulum di islandia yang berhasil menurunkan 20-70% pembulian. Arseneault, L. (2018). Upaya yang kedua adalah dengan membuat perundang undangan khusus anak dibawah umur sehingga anak anak yang terbukti melakukan 3 dosa besar diatas dapat dihukum dengan adil dan terukur.

           Kesimpulannya dengan memakai sudut pandang teori "jendela Pecah" permasalahan permasalahan tersebut harus diselesaikan dengan cepat sebelum menimbulkan permasalahan permasalahan yang jauh lebih besar dan intens. upaya penyelesaian permasalahan yang sudah terbukti di negara barat dapat di aplikasikan seperti program olweus dan membuat perundangan khusus anak di bawah umur. kiranya dengan usulan program ini dapat membuat pendidikan di Indonesia terbebas dari 3 dosa besar pendidikan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline