Lihat ke Halaman Asli

Talent Scout Pengasah Mental Anak

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1424243711274006677

[caption id="attachment_369516" align="aligncenter" width="630" caption="INDONESIAN IDOL JUNIOR"][/caption]

Semakin berkembangnya zaman semakin banyak pula wadah bagi anak untuk berekspresi. Termasuk berbagai lomba atau ajang pencarian bakat. Bahkan kini hadir Indonesian Idol Junior yang muncul di Indonesia untuk pertama kalinya. Selain menampilkan bakat menyanyi anak yang terjaring dari seluruh Indonesia, ajang yang tayang di MNCTV setiap Sabtu pukul 18.00 WIB itu juga menunjukkan semangat kompetisi dari raihan polling sms. Seperti ajang ajang serupa lainnya, ada lima belas anak terpilih menjadi finalis dan setiap minggunya satu finalis dengan dukungan terendah harus meninggalkan panggung spektakuler. Kini persaingan semakin ketat karena Indonesian Idol Junior yang tayang sejak November lalu telah mendapatkan dua Grand Finalisnya yaitu Rian dan Jojo yang bersaing untuk meraih gelar The First Indonesian Idol Junior. Persaingan keduanya akan disiarkan langsung Sabtu, 21 Februari 2015.

[caption id="attachment_369517" align="aligncenter" width="533" caption="INDONESIAN IDOL JUNIOR GRAND FINAL"]

142424382387174204

[/caption]

Berbicara soal kompetisi, banyak orangtua yang memandangnya sebagai salah satu media untuk melatih mental dan sportivitas anak. Terlebih anak yang sejak dini sering mengikuti lomba mentalnya akan lebih kuat. Hal tersebut diungkapkan psikolog anak Seto Mulyadi. “Ajang pencarian bakat untuk anak tentu memberikan kesempatan pada anak anak berprestasi untuk berekspresi. Mereka punya wadah untuk tampil sebaik mungkin.” ungkap Ketua Komnas PA yang akrab disapa Kak Seto itu. Namun Kak Seto juga mengingatkan bahwa banyak hal yang harus diwaspadai ketika mengikutsertakan anak dalam sebuah kompetisi utamanya ajang besar yang disaksikan di seluruh Indonesia. Alih alih mengembangkan bakat, suasana tegang dalam kompetisi jika tidak ditangani dengan baik dapat menciptakan suasana yang kontra produktif bagi anak. “Yang harus dilakukan adalah berdialog dengan terus menerus. Pastikan anak mendapat pendampingan yang tepat baik dari orangtua dan profesional.” imbuhnya. Beruntung para kontestan Idol Junior memang didampingi sejumlah psikolog yang memastikan mental mereka terjaga. Para pendamping selalu berupaya agar anak anak tersebut lebih fokus pada bagaimana mengembangkan bakat dan potensinya. Saat ada yang tersisih dari panggung pun host dan juri kerap memberikan komentar yang sarat motivasi dan apresiasi terhadap penampilan mereka. “Siapapun yang kalah harus diapresiasi. Dipuji kehebatannya. Keberanian mereka untuk ikut kompetisi harus dihargai. Jadi mereka harus mendapat hadiah.” tutur Kak Seto. Dengan pendampingan dan pemahaman yang tepat, anak yang kerap menjadi peserta lomba tentu terhindar dari hal hal yang bisa membuat mental mereka jatuh. Sebaliknya mereka mendapatkan haknya untuk mengembangkan potensi mereka dan menjadi pribadi dengan kualitas yang lebih baik.

Tak jarang pula ada orangtua yang khawatir dengan bidang akademik anak jika disibukkan dengan kompetisi non akademik. Para finalis Indonesian Idol Junior sendiri menjalani home schooling dari Home Schooling Kak Seto. Sehingga kegiatan belajar tetap berjalan meski disibukkan dengan jadwal latihan dan manggung. Home Schooling kerap diidentikan sebagai alternatif bagi anak yang tidak bisa menyesuaikan waktu dengan sekolah formal. Namun Kak Seto punya pandangan tersendiri. “Home Schooling itu tujuannya menghadirkan suasana belajar yang mengasyikan. Jika jam belajar sekolah formal ada di pukul 7 pagi sampai 4 sore, di home schooling kita hanya belajar 3 jam sehari dan dilakukan 3 kali seminggu. Pengajar memberikan inti pelajarannya kemudian dengan pemahaman bahwa belajar itu mengasyikkan anak pun akan tertarik untuk mencari pengembangannya sendiri. Jadi di home schooling itu mengajarkan motivasi internal.” jelas psikolog anak sekaligus pencipta karakter Si Komo itu.

Ya, usia anak adalah masa pembentukan jati diri. Maka sudah sepantasnya anak mendapat kebebasan untuk mengekspresikan diri hingga bisa menentukan pilihan jalan hidupnya. Tak ada salahnya bagi orangtua untuk jeli melihat bakat dan potensi anak di luar bidang akademik.  Dengan menyadari bahwa dirinya memiliki potensi dan punya wadah untuk menyalurkannya, anak pun terbiasa percaya diri dan tangguh menghadapi segala situasi. Yang terpenting orangtua menanamkan jiwa sportivitas dan tak lupa untuk selalu memberikan apresiasi. Begitu pula dengan pihak penyelenggara ajang pencarian bakat anak. Hidup Anak Indonesia!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline