Lihat ke Halaman Asli

YEREMIAS JENA

TERVERIFIKASI

ut est scribere

Enam Pesan Perdamaian Kenji Goto

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1422925235157461080

Saya masih sering mengikuti berbagai berita mengenai kebrutalan yang dilakukan para pemberontak ISIS terhadap orang-orang yang tidak berdosa, apakah itu pemerkosaan terhadap para perempuan, siksaan terhadap orang-orang yang mereka anggap musuh, atau yang paling mengerikan adalah membunuh para sandera kemudia mengunggahnya di saluran Youtube. Terus terang saya tidak pernah menonton file seperti itu karena terlalu horor dan menyeramkan. Bagi saya, itu adalah kebrutalan dan kebiadaban terhadap kemanusiaan. Saya tidak pernah mengerti bagaimana mungkin aksi brutal semacam ini mengatasnamakan agama tertentu. Dan saya tidak yakin, agama tertentu tersebut menyetujuinya. Tetapi simbol-simbol yang mereka gunakan menyulitkan kita untuk tidak mengidentifikasi gerakan dan perjuangan mereka sebagai yang berlandaskan pemikiran agama.

Salah satu peristiwa keji nan kejam yang diperlihatkan para pemberontak ISIS tanpa rasa bersalah adalah pembunuhan atas Kenji Goto, 47 tahun, wartawan senior asal Jepang yang sudah sering menjalankan tugas-tugas jurnalistik di Timur Tengah dan Afrika. Jika kita baca kisahnya dari media, sebenarnya dia hendak menolong sahabatnya, Haruna Yukawa, yang diculik tentara ISIS. Ketika hendak menolong itulah, Kenji juga ditangkap, bahkan ikut menyaksikan bagaimana sahabatnya itu dibunuh, dan yang terakhir dia sendiri pun dibunuh. Kejam.

Dan pagi ini, ketika saya membaca berita dari Kompas.com berjudul Pesan Cinta dan Perdamaian yang ditulis oleh Kenji Goto di halam Twitter-nya, hati ini langsung sakit. Merenungkan kata-kata Kenji sembari membayangkan situasi di seputar kematian mereka, maka kita akan sampai pada perasaan absurditas. Mengapakah ada manusia yang mau sekejam dan sebiadab itu perbuatannya?

Di halam twitternya, Kenji Goto menulis pada tanggal 7 September 2010, sebuah pesan perdamaian yang luar biasa, demikian: [1]"Tutup mata Anda dan tetaplah sabar. [2]Sekali Anda merasakan amarah dan membentak, maka (kesabaran) itu berakhir. [3]Ini seperti berdoa. [4]Membenci bukan perilaku manusia, [5]menghakimi adalah wilayah Tuhan. [6]Itulah yang diajarkan saudara Arab saya.

[caption id="attachment_366996" align="aligncenter" width="495" caption="Status di twitter yang menunjukkan pesan perdamaian."][/caption]

Saya mencoba memahami dan menafsirkan pesan mulia ini seperti berikut.

Tutuplah mata Anda dan tetaplah sabar. Ada dua hal yang dikontraskan di sini, yakni menutup mata dan bersabar. Mengapa Kenji meminta kita untuk bersabar sambil menutup mata? Ini mengandung makna yang sangat mendalam. Siapa pun yang menutup mata pasti akan merasakan ketidaknyamanan – kecuali ketika tidur atau ketika telah meninggal dunia. Karena itu, orang yang menutup mata pasti tidak sabar dan ingin cepat-cepat membukanya. Orang merasa tidak nyaman dengan dunia sekeliling ketika matanya dalam keadaan tertutup. Di situlah kedalaman pengalaman spiritual Kenji. Ketika menutup mata dan menjadi tidak sabaran itulah Kenji mengajak kita untuk terus saja menutup mata. Kalau ini dilakukan, seseorang mau tidak mau akan kembali ke dirinya. Itulah momen penting ketika orang mulai (atau terpaksa) mempertanyakan dirinya, ketika dia kembali ke dirinya. Dalam arti itu, menutup mata dan sabar (mempertahankan keadaan matanya yang tertutup), sebetulnya orang bisa kembali ke dirinya, kembali untuk semakin mengenal dirinya. Dalam keadaan mata tertutup itulah dia akan merenungkan dirinya, mengkontraskan dirinya dengan keadaan real yang selama ini ia hadapi. Ini menjadi semacam proses rohani dalam pengenalan diri.

Dalam bahasa spiritual, menutup mata sebenarnya adalah pintu masuk untuk mematikan (atau menjinakkan??) seluruh indera supaya bisa merasakan kedamaian. Ketika menutup mata, seseorang membatasi akses mata pada kenikmatan objek eksternal. Dengan begitu, dia juga membatasi akses kepada indera perasaan, penciuman, sentuhan, dan seterusnya. Bagi saya, menutup mata itu menjadi sangat simbolik untuk menutup akses terlalu kepada dunia luar dan kembali ke diri sendiri. Itulah latihan kesabaran yang baik yang dimulai dari diri sendiri.

Sekali Anda merasakan amarah dan membentak, maka (kesabaran) itu berakhir. Kalimat kedua yang ditulis Kenji ini sebetulnya menjelaskan kalimat pertama dia. Tampak jelas bahwa menutup mata memang menjadi cara melatih kesabaran. Dan ketika seseorang dipaksa untuk menutup mata atau masih belum bersedia menutup mata secara sukarela, dia akan marah sekali jika terpaksa menutup mata. Dalam kemarahannya itulah dia akan membentak dan memberontak. Jika dia lebih kuat dari orang yang memaksa dia, maka dia akan menang. Dia akan membalas dendam dan mungkin saja menghabisi mereka yang memaksanya menutup mata. Dan jika sudah begitu, kesabaran pun sirna dan pupus tak berbekas dari dalam dirinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline