Lihat ke Halaman Asli

Overlapping Claim Laut China Selatan, Kedaulatan Perairan Indonesia Terancam?

Diperbarui: 21 November 2024   17:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Pada tanggal 9 November 2024,Presiden ke-8 Indonesia Prabowo Subianto dan Presiden China Xi Jinping mengadakan pertemuan di Beijing. Pertemuan itu membahas beberapa kesepakatan kerja sama antara Indonesia dan China, namun ada beberapa statement yang di deklarasikan oleh Prabowo Subianto yang menggegerkan Indonesia yakni, overlapping claim China dan Indonesia di wilayah Laut Natuna Utara yang berjudul The Two Sides Will Jointly Create More Bright Spots In Mariteme yang menyebutkan bahwa "The two reached important common understanding on joint development in areas of overlapping claims".

Seperti yang kita ketahui,China secara sepihak mengklaim 90 persen Laut China Selatan (LCS) sebagai miliknya sebagaimana dinyatakan dalam peta sepuluh garis putus-putus. Garis itu, salah satunya, tumpang tindih (overlapping) dengan hak berdaulat Indonesia di zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI).

Hal ini berpotensi menimbulkan konflik antar negara-negara di ASEAN,mengingat beberapa negara juga masuk kedalam konflik dengan China. Dalam kebijakannya, Indonesia sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan anggota ASEAN, dengan tegas menolak klaim tumpang tindih antara China dan Indonesia di wilayah Laut Natuna. Dengan pendirian yang kuat, Indonesia mengganti nama Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara sebagai langkah strategis dalam memperkuat pertahanan maritim.

Di ZEEI itu Indonesia memiliki hak berdaulat berdasarkan UNCLOS 1982 yang sudah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985. China juga telah meratifikasi sehingga UNCLOS 1982 berlaku di setiap negara. Namun, China mengingkarinya, termasuk tidak mengakui putusan mahkamah arbitrase internasional PBB tahun 2016 yang diajukan Filipina. Mahkamah itu menyatakan China tidak berhak atas LCS.

Hak berdaulat Indonesia di ZEEI, antara lain, ialah melakukan eksplorasi dan eksploitasi ekonomi, pengelolaan dan konservasi sumber daya alam hayati dan nonhayati, serta sejumlah hak berdaulat lainnya sesuai dengan ketentuan UNCLOS 1982 dan UU No 5/1983 tentang ZEEI. Implementasi hak berdaulat Indonesia itu juga dinyatakan dalam UU No 32/2014 tentang Kelautan.

Apabila Joint Statement tersebut direalisasikan, Indonesia tidak hanya berisiko mengalami kerugian besar, tetapi juga akan melanggar berbagai peraturan perundang-undangan nasional. Sementara itu, China dipastikan akan memperoleh keuntungan yang signifikan dari kesepakatan tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline