Dua tahun lalu, tepatnya di tahun 2021, saya diajak seorang teman berkunjung ke rumah seorang korban penipuan yang bertempat tinggal di Jakarta Selatan.
Awalnya saya diinformasikan bahwa korban yang menjadi pemilik rumah ingin menjual rumah karena kondisi keuangannya kurang baik. Namun alih-alih mendapat untung dari menjual rumah, pemilik rumah malah menjadi korban penipuan. Karena berempati, saya setuju diajak berkunjung dan berdiskusi ke rumah korban bersama dengan teman saya.
Setiba di rumah korban, saya menjadi semakin emosi. Saya emosi karena korban ternyata telah berusia sepuh, berjalan menggunakan tongkat dan harus menjalani terapi syaraf terjepit. Dalam hati saya bergejolak. Manusia hina mana yang tega menipu dan menari di atas penderitaan seorang tua renta.
Awal mulanya, sekitar tahun 2019, korban yang usahanya mengalami kemunduran bermaksud menjual rumahnya, karena saat itu rumah korban sedang diagunkan ke sebuah BPR di Jakarta.
Korban berpikir daripada kelak disita, lebih baik korban cepat jual, sehingga korban juga bisa membeli rumah lagi walaupun lebih kecil. Rumah korban berlokasi di Pondok Labu, Jakarta Selatan. Daerah yang terkenal cukup elit.
Singkat cerita, melalui kenalannya, korban kedatangan seorang anak muda (pelaku) yang berpenampilan perlente dengan mobil eropa mewah yang ingin membeli rumah korban.
Keganjilan pertama, pelaku tidak menawar harga jual rumah korban. Langsung mengiyakan. Dan mengetahui bahwa sertifikat rumah korban saat ini sedang digadaikan ke BPR dan kondisi pembayaran korban mulai macet, pelaku memposisikan dirinya sebagai juru selamat, bersedia membeli rumah korban tanpa menawar dan bersedia menebus sertifikat rumah korban di BPR.
Namun pelaku mensyaratkan bahwa kelak pelunasan dari pelaku kepada korban adalah melalui skema kredit modal Kerja ke bank. Di sini pelaku menekankan bahwa korban harus bersedia melakukan tanda tangan akte jual beli kepada pelaku walaupun pembayaran pelaku kepada korban belum lunas.
Karena desakan waktu untuk menyelamatkan rumahnya dari proses penyitaan BPR, korban setuju. Oleh korban selanjutnya membuat perjanjian dan pernyataan dari pelaku bahwa:
1. Pelaku bersedia membeli rumah korban di harga Rp 3.5M