Lihat ke Halaman Asli

Bagaimana Kehidupan Pedagang Jika Sembako Dikenakan PPN?

Diperbarui: 16 Juni 2021   17:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Seluruh pedagang tidak setuju atau menolak sembako akan dikenakan PPN. Sembako adalah bahan pokok sehari - hari atau kehidupan masyarakat. Di tengah pandemi Covid-19 sembako diutamakan untuk mempertahankan kehidupan. Sembako apa aja kemungkinan dikenakan PPN, terdiri dari beras, sagu, telur, garam, daging, susu dan lain - lain. Seharusnya bahan pokok (utama) tidak dikenakan PPN. Mengapa? Karena kebutuhan masyarakat sehari - hari untuk mempertahankan kehidupan baik ditengah pandemi covid-19 maupun masa yang akan datang

Jika sembako akan dikenakan PPN, maka pedagang susah mendapatkan hasil keuntungan dari pembeli. Pembeli juga susah membeli bahan pokok. Dan juga sulit bertransaksi jual-beli sehingga ekonomi dan keuangan jadi terhambat atau sulit mengalir.

PPN adalah pajak secara tidak langsung. Pajak secara tidak langsung dimasudkan adalah  dilimpahkan oleh yang membayar kepada pemikul pajak(penanggung pajak), Jadi pajak ini dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada pihak lain. Yang bertanggung jawab membayar administrasi dan pemikul pajak (penanggung jawab).

Masyarakat banyak pertanyakan, mengapa sembako akan dikenakan PPN?

Menteri Keungan Sri Mulyani mengeklaim sembako dikenakan PPN tidak benar (hoaks). Bu Sri Mulyani juga meminta kepada masyarakat tidak termakan oleh informasi palsu atau hoaks terkait kenaikan PPN dan sembako dikenakan PPN.

Bu Sri Mulyani berencana menaikkan PPN 10% menjadi 12% di tahun depan. Sedangkan sembako dan pendidikan akan dikenakan PPN masih dalam perencanaan. Dokumen PPN akan dikirimkan kepada DPR dan Presiden.

Pemerintah juga berusaha mengupayakan memulihkan ekonomi kembali agar tidak mengalami resesi lagi.

Bendahara negara mengaku heran, mengapa dokumen RUU KUP mengenai perencanaan kenaikan PPN bocor ke publik.

Anggota Komixi XI DPR RI, Andreas Eddy Susetyo mengatakan bahwa saat ini belum ada kabar atau menerima dokumen RUU KUP tersebut dari pemerintah.

Saya berpesan untuk masyarakat Indonesia lebih baik mencari sumber berita lebih dari satu agar tidak termakan atau pengaruh oleh informasi palsu atau berita bohong (hoaks).

Sekian dari artikel saya. Semoga bermanfaat dan terima kasih




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline