Sorbeje... Itulah penamaan kota Surabaya yang dilafalkan oleh orang-orang Madura. Ngomong-ngomong Madura, jadi teringat pernah menjelajah kawasan bersejarah masa lampau di daerah Kabupaten Bangkalan Madura pada hari Minggu 6 April 2014. Waktu itu ikut tour bertajuk Plesiran ke Poelaoe Garam, bersama Komunitas RoodeBrug Soerabaia. Biayanya sih cukup dengan selembar uang kertas lima puluh ribu rupiah saja.
Menggunakan bus Damri, sekitar 50-an peserta berkumpul di sekitar kawasan Jembatan Merah Surabaya pada pukul 07.00 WIB. Perjalanan menyeberangi Jembatan Suramadu, yang kemudian bergerak ke arah Jalan Ketegan. Tibalah rombongan di Resto Ole Olang, disambut dengan camilan khas Madura. Abby sebagai pemilik (owner) Ole Olang, memiliki kepedulian sangat tinggi pada kegiatan seperti yang diinisiasi oleh RoodeBrug.
Pukul 09.00 rombongan segera berangkat menuju arah Benteng Cakraningrat IV. Hanya membutuhkan waktu sejam saja untuk mencapai lokasi di Desa Tandjoeng Piring (Jung Pereng), Kecamatan Bangkalan. Berada di Barat dari Pulau Madura, Benteng Cakraningrat IV berada pada posisi 112 derajat 41 menit 58,7 Bujur Barat dan 7 derajat 2 menit 1,2 detik Lintang Selatan.
Rombongan RoodeBrug Soerabaia disambut dengan kehangatan oleh tim tuan rumah yakni Yayasan Koena Madoera (YKM). Dalam seremonial ini, pimpinan rombongan RoodeBrug mendapatkan tjinderamata berupa sebuah Peta Kuno Rencana Pembangunan Benteng Cakraningrat IV yang dibuat tahun 1707. Beberapa komunitas yang bernaung dalam YKM turut pula hadir, antara lain Labhang Bhuta, Bangkalan Memory, dan TretanCom.
Wah ekspedisi untuk penggerebekan Benteng Cakraningrat IV ini, ternyata juga ditemani oleh beberapa personil Kodim 0829 Bangkalan. Wilayah telah disisir terlebih dahulu untuk memastikan keamanan dari gangguan sekecil apapun. Untunglah cuaca tak terlalu terik sekali, namun disertai desiran angin sepoi-sepoi sangat memberikan kenyamanan saat napak tilas.
Perjalanan terkadang harus mengenyahkan ilalang, semak belukar, sulur tanaman yang lebat menutupi hutan. Untunglah peserta umum menggunakan sepatu dan pakaian lengan panjang. Hal ini untuk mengantisipasi sengatan serangga, tusukan duri, dan lainnya. Sementara anggota RoodeBrug Soerabaia menggunakan pakaian khas serdadu zaman perang, yang memang telah memenuhi standar keamanan.
Bangunan benteng awalnya dibangun pada masa Cakraningrat III. Setelah Cakraningrat III wafat pada tahun 1718, maka naiklah adiknya dengan gelar Cakraningrat IV dan merelokasi Kraton ke Sembilangan. Namun usai kalah perang dengan pihak Belanda, Cakraningrat IV diusir ke luar Pulau Madura. Maka benteng yang terbuat dari kayu, diubah menggunakan beton. Banyak bunker yang terhubung dengan terowongan bawah tanah, yang menjadi akses tentara Belanda.
Kedatangan Jepang pada tahun 1942, benteng Belanda tersebut dihancurkan dan bunker baru dibuat untuk menyesuaikan kebutuhan militer Jepang. Namun mercusuar mendapatkan pengecualian karena masih dapat dibutuhkan sebagai alat navigasi.
Penggerebekan yang cukup melelahkan, dalam menyusuri hutan yang cukup lebat. Tersisa bangunan bawah tanah yang kokoh maupun tinggal puing-puingnya yang cukup luas berserakan di berbagai sudut lebatnya hutan. Misalnya seperti bastion, barak tentara, gudang persenjataan, tempat pengintaian, ruang pertemuan, dan lain sebagainya.
Ada yang menarik dari celotehan seorang anggota komunitas Madura. Konon katanya ada gua bawah tanah yang dapat menghubungkan Pulau Madura hingga ke Pulau Kalimantan. Entahlah kebenaran kabar ini hanya mitos atau fakta yang tertunda saja untuk diketahui.
Oh ternyata, ada sebuah sumur tempat pembuangan korban terduga terlibat G-30S-PKI. Meskipun sang pemandu mewanti-wanti jangan berada terlalu dekat dengan lokasi, namun diriku merasa biasa saja tak ada getaran aneh-aneh. Padahal penduduk setempat tak ada yang berani mendekati areal tersebut. Wah, Hebatnya RoodeBrug Soerabaia...!