Berputar cepat dengan titik keseimbangan tepat, maka putaran sebuah gasing akan dapat bertahan lebih lama. Kita dapat melihat betapa dalamnya filosofi sebuah gasing dalam kehidupan sehari-hari. Seandainya dalam perilaku hidup dapat menyeimbangkan diri baik perkataan dan perbuatan, maka niscaya akan dapat menikmati hidup yang lebih lama. Namun tak hanya berbicara soal ketahanan dan keseimbangan, perputaran gasing pun melibatkan unsur konsentrasi dan seni keindahan. Maka ketika keempat elemen tersebut dapat diserap dengan baik oleh jiwa, akan ada kehidupan berkualitas yang lebih baik.
Gasing merupakan alat permainan tradisional berbahan kayu keras sesuai jenis kayu di daerah tersebut. Maka gasing pun dikenal di beberapa daerah dengan istilah yang berbeda. Gansing dikenal di Sumatera Barat, begasing di Kalimantan Timur, megasing di Bali, apiong di Maluku, pukang di Lampung.
Gasing inilah menginspirasi Prof Yohanes Surya PhD membuat terobosan revolusioner dalam metoda pembelajaran matematika dan fisika. Gampang, Asik dan Menyenangkan (Gasing) yang diciptakan oleh sang pendiri Surya Institute, justru pertama kali diujicobakan pada tahun 2010 terhadap lima siswa terbodoh yang berasal dari Papua.
Kelima siswa tersebut mendapatkan materi pembelajaran enam tahun pendidikan sekolah dasar dalam waktu enam bulan saja. Hasilnya memang sangat luar biasa mencengangkan dalam perolehan nilai Ujian Nasional (UN). Satu siswa memperoleh nilai 92, tiga siswa memperoleh nilai 95 dan seorang siswa memperoleh nilai 100. Sempurna!
Sementara itu pada bulan Maret hingga Mei 2017 lalu di Amaris Tangcity Tangerang, beberapa sekolah dasar (SD) dari daerah prasejahtera binaan Yayasan Pendidikan Astra - Michael Dharmawan Ruslim (YPA-MDR) berkesempatan mendapatkan kesempatan pelatihan matematika dengan metode Gasing bersama Surya Institute.
Dalam kegiatan Pendidikan & Pelatihan (Diklat) Metode Gasing Batch 1 ini, ada 18 guru terbaik didampingi oleh siswa terbodoh yang memiliki nilai paling rendah di sekolah. Para guru matematika diajarkan metode Gasing yang berupa memahami konsep (Konkrit), membangun pola berpikir imajinasi (Abstrak) dan menstimulasi kerja otak kanan & kiri bersamaan (Mencongak). Lalu guru mengajarkannya pada siswanya, yang kemudian siswa dapat mengerti konsep, paham konkritnya, serta mampu mengerjakan soal dan dapat menjelaskan How dan Why.
Sementara pada Diklat Batch 2 yang berlangsung September hingga 1 Nopember 2017 lalu di tempat yang sama, giliran para guru dan siswa terbaik kelas 7 sekolah menengah pertama (SMP) binaan YPA-MDR. Ada 12 guru dengan siswa pendampingnya. Mereka ini berasal dari SMP Negeri 4 Leuwiliang Kabupaten Bogor, SMP Negeri 1 Tanjungsari Kabupaten Lampung Selatan, SMP Negeri 2 Merbau Mataram Kabupaten Lampung Selatan, SMP Negeri 2 Gedangsari Kabupaten Gunungkidul, SMP Negeri 4 Pandak Kabupaten Bantul, SMP Negeri 2 Donorojo Kabupaten Pacitan. Mereka ini merupakan yang terbaik dan kelak diproyeksikan akan dapat unjuk gigi dalam Olimpiade Sains tingkat nasional dan internasional.
"Mencongak dan pemakaian alat peraga akan selalu digunakan dalam metode Gasing Prof Yohanes Surya," tutur Aguslina Angkasa (Vice Chief Program Officer Surya Institute), saat penutupan Diklat Matematika & Fisika Metode Gasing Batch 2 pada 1 Nopember 2017 lalu.
Aktivitas mencongak ini untuk lebih mengoptimalkan otak kanan. Sementara agar siswa lebih mudah mengingat selamanya dibandingkan cara menghapal, maka digunakanlah alat peraga. Lina, panggilan akrab Aguslina Angkasa, telah berkeliling melihat keadaan sekolah-sekolah di berbagai daerah. Ternyata setiap sekolah tersebut telah memiliki alat peraga, namun dalam keadaan berdebu. Lina menduga bahwa pihak sekolah kurang dapat mengoptimalkan tata cara penggunaannya.
Lina telah mengikutkan anaknya les berbagai metode pembelajaran seperti sempoa yang berfokus pada mental aritmatika, kumon yang menekankan soal yang berulang-ulang, sakamoto yang menekankan soal yang bercerita. Lina mengatakan bahwa berdasarkan pengalaman pribadinya tersebut, tentu ada perbedaannya dengan metode Gasing.
"Sebenarnya tak ada anak-anak yang tak mampu. Namun tak pernah mendapatkan kesempatan saja," lanjut Aguslina Angkasa, mengutip pernyataan Prof Yohanes Surya.