Bekerja Dalam Sunyi Memberi Solusi Di Pelosok Negeri. Adakah? Pastinya telah ada individu maupun kelompok yang mencurahkan hidupnya bagi kesejahteraan masyarakat setempat, namun memang jumlahnya tak terlalu banyak serta nyaris tak pernah terekspos. Mereka ini akan semakin mengedepankan hati dalam aktivitas pemberdayaan masyarakat.
Fakta yang mengejutkan adalah semakin meningkatnya kesadaran generasi millenials untuk turut aktif berperan serta. Padahal 'Kids Zaman Now' ini telah digeneralisasi sebagai generasi yang "tunduk" pada gadget, serta menginginkan kehidupan glamour serba instan. Tak percaya?
Ada yang bernama Ronaldus Asto Dadut, pemuda berusia 25 tahun asal Tambolaka, Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur. Asto, panggilan akrabnya, telah menginisiasi Jaringan Relawan untuk Kemanusiaan (J-RUK) Sumba pada tahun 2012. Relawan yang mayoritas anggotanya anak muda ini, melakukan sosialisasi gerakan Stop Bajual Orang. Mereka berpartisipasi sebagai agen pencerdasan dalam upaya edukasi preventif bahaya human trafficking di Tambolaka.
Ada yang bernama Triana Rahmawati, gadis berusia 25 tahun kelahiran Palembang Sumatera Selatan. Triana yang menimba ilmu di jurusan Sosiologi FISIP Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Jawa Tengah, dengan welas kasih menunjukkan kepeduliannya kepada orang-orang masalah kejiwaan (ODMK) di sekitaran kampusnya. Bersama dua teman kampusnya Wulandari dan Febrianti Dwi Lestari, Triana menggagas pembentukan Embrio Griya Schizophren dengan filosofi Social, Humanity Friendly pada tahun 2013. Mereka melakukan kegiatan pendampingan dan perawatan bagi OMDK yang terjaring dalam razia jalanan maupun yang keluarganya tak mampu. Para relawan muda Griya Schizophren tak mengenal lelah di tengah beratnya kendala mengedukasi masyarakat untuk menerima kehadiran ODMK di tengah lingkungannya.
Ada yang bernama Jamaluddin, seorang mantan pemuda putus sekolah yang akhirnya dapat lulus S2 Magister Manajemen Universitas Muslim Indonesia Makassar. Pemuda kelahiran Kamreapia Gowa berusia 29 tahun ini, melihat meskipun tingkat ekonomi masyarakat mencukupi dari sektor pertanian namun tingkat pendidikannya masih rendah. Pernikahan dini penduduk sangat tinggi, karena ada kecenderungan lebih suka menikahkan anak pada usia belia.
Diawali dengan sosialisasi kepada petani betapa pentingnya rajin membaca dan berorganisasi pada tahun 2011. Maka Jamaluddin menginisiasi pendirian tempat para petani untuk membaca dan belajar berorganisasi, yang dinamakan Rumah Koran pada tahun 2016. Gerakan cerdas anak petani ini, akan dapat mewujudkan pemberantasan buta huruf dan mengurangi angka putus sekolah yang tinggi.
Ada yang bernama Ritno Kurniawan, pemuda asal Padang Pariaman Sumatera Barat. Selepas menyelesaikan studi di Universitas Gajah Mada Jogjakarta pada tahun 2012, Ritno pulang kampung dan melihat kerusakan hutan adat akibat pembalakan liar. Pemandangan hutan rimbun menjadi tanah yang gersang. Pastinya galau to the max, kalau katanya Kids Zaman Now.
Maka terpikirlah menjual potensi ekowisata dusun Gamaran Lubuk Alung, dengan wisata Air Terjun Nyarai. Meskipun awalnya kurang dapat diterima kehadirannya, namun Ritno berhasil membaur dan meyakinkan tokoh sentral masyarakat setempat. Ditemani empat pemuda, Ritno membuka jalur tracking dengan jembatan sederhana. Promosi dimulai bersamaan ajang balap sepeda Tour de Singkarak.
Masyarakat perlahan tertarik beralih profesi dari pembalak liar menjadi pemandu wisata. Ini setelah melihat sendiri keramaian pengunjung yang terus meningkat. Para wisatawan diwajibkan turut menanam pohon dalam kawasan hutan lindung. Maka terbentuklah Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) bernama Lubuk Alung (LA) Adventure pada tahun 2013, untuk melegalkan perizinan pengelolaan kawasan wisata. Kini 80 persen dari 170 pemandu LA Adventure adalah mantan pembalak liar.
Ada yang bernama Bambang Sardi, seorang dosen jurusan Teknik Kimia Universitas Tadulako Palu. Pria 31 tahun ini tergerak untuk mengoptimalkan potensi pengolahan kelapa di Sulawesi Tengah yang dikenal sebagai salah satu daerah penghasil kelapa terbesar di Indonesia.
Selama ini masyarakat lebih banyak menjual butiran kelapa maupun sebagai bahan dasar kopra. Meskipun ada yang berusaha mengolahnya menjadi virgin coconut oil (VCO), namun masih dengan metode pemanasan dan penambahan cuka. Maka Bambang Sardi berinovasi membuat VCO menggunakan metode fermentasi anaerob, dimana tak perlu menggunakan bakteri dan tak perlu oksigen dalam proses penguraiannya. Air dan amplas kelapa juga dimanfaatkan dalam produksi VCO, sehingga tak ada yang terbuang percuma. Produk VCO ini memiliki kandungan anti virus, anti jamur dan anti bakteri, karena adanya kandungan asam laurat lebih dari 50 persen.