Alert merupakan kosakata yang jika diartikan akan bermakna "sinyal / tanda". Dapat juga bermakna "berjaga-jaga / siap siaga". Dari kelestarian kawasan hutan, kita akan dapat memperoleh "tanda" sampai sejauh mana ekosistem lingkungan hidup tetap terjaga. Apabila ekosistem lingkungan hutan terganggu, maka tentunya akan turut mempengaruhi kualitas kehidupan manusia di sekitarnya.
Ada ALeRT di kawasan Taman Nasional Way Kambas Propinsi Lampung sejak tahun 2010. Apakah ada sinyal berbahayakah di Taman Nasional yang terkenal dengan kecerdasan gajah-gajahnya? Ternyata oh ternyata, ALeRT itu adalah sebuah lembaga bernama Aliansi Lestari Rimba Terpadu. ALeRT ini telah menjalin kolaborasi bersama Balai Taman Nasional Way Kambas (TNWK), untuk melakukan reforestasi kawasan Taman Nasional Way Kambas dengan pelibatan masyarakat dan pemangku kepentingan (stakeholders).
ALeRT dalam diskusi Pojok Iklim KLHK yang diselenggarakan pada 5 Juli 2017 lalu, mempresentasikan bagaimana reforestasi yang telah berjalan selama ini. Presentasi ini dibawakan oleh Drh.Marcelus Adi CT Riyanto (Direktur ALeRT), yang dihadiri oleh para pemerhati lingkungan hidup.
Adi mengatakan bahwa TNWK selain dihuni oleh gajah, namun juga menjadi habitat bagi badak, harimau dan tapir. Di lahan 125 ribu hektar TNWK, telah mencapai 50% terdegradasinya hutan menjadi lautan alang-alang yang dapat menjadi bahan bakar alami saat musim kering. Dikatakan bahwa kawasan hutan TNWK sangat rawan kebakaran, ini dikarenakan sebelum menjadi kawasan Taman Nasional merupakan kawasan hak pengusahaan hutan (HPH).
Maraknya aktivitas ilegal di kawasan hutan TNWK, selepas berhentinya aktivitas HPH. Banyak api timbul dari berbagai kegiatan masyarakat yang masuk kawasan TNWK. Mulai dari api yang dibuat untuk melokalisir satwa buruan, hingga untuk pengecohan petugas kehutanan saat hendak memasuki TNWK dari kawasan tertentu. Kegiatan selain berburu dan pengambilan kayu, juga membuka kawasan seperti penanaman kopi & coklat.
Pada tahun 1997, hampir 70% kawasan terbakar sempat membuat ketinggian dinding api mencapai tiga meter, sangat mengganggu kehidupan satwa liar & regenerasi hutan. Setiap tahun kebakaran hutan menjadi seperti sebuah rutinitas. Masih seringnya kebakaran di tahun 2016, namun sangat terbantu sering turunnya hujan.
Lalu bagaimana melaksanakan reforestasi yang sederhana namun sangat efektif? Api merupakan masalah utama. Pertama yang dilakukan adalah pemetaan lokasi pintu masuknya kegiatan perambahan dan aktivitas masyarakat. Ada empat lokasi yang menjadi titik yaitu Mataram Bungur (sejak 2010), Bambangan (sejak 2012), Sandat (2014), Susukan Baru (sejak 2015).
Dari seluruh kegiatan reforestasi, yang terpenting adalah perlindungan kawasan. Maka masyarakat lokal sekitar TNWK dilibatkan dengan turut menjaga di posko (camp) reforestasi yang dibangun. Selain sebagai petugas jaga, juga dilatih sebagai petugas pengendalian kebakaran hutan (Dalkarhut).
Kemudian dilakukan penanaman tumbuhan pionir seperti sempu dan puspa, yang merupakan tanaman 'tahan' api. Diusahakan tanaman tak terbakar dalam tiga tahun penanaman, agar akar telah kuat dan dapat tumbuh kembali lebih cepat seandainya nanti pun terbakar. Yang utama adalah penambahan pakan dan tanaman, untuk menjaga populasi badak dan gajah yang termasuk terbesar diantara taman nasional lainnya. Lalu dibuat pula embung-embung untuk sumber air pada musim kering, serta ketika terjadi kebakaran hutan. Idealnya memang dibuat sumur dalam dilengkapi pompa otomatis dengan energi matahari.
Salah satu kawasan desa kini telah menjadi ekowisata unggulan, dengan dilakukan pembinaan desa dalam penyiapan fasilitas penginapan camping, kegiatan atraksi berbasis alam seperti pengamatan burung liar (bird watching) yang merupakan salah satu destinasi terbaik di Asia. Kemudian ada pula kegiatan penanaman pohon, juga tak ketinggalan atraksi seni budaya masyarakat.
Potensi ekowisata sangat tinggi, dengan kehadiran rutin tahunan pelajar dan mahasiswa yang berasal dari Australia. Ada pula rombongan komunitas jeep yang pernah datang langsung ke dalam desa wisata.