Saat itu dalam kurun waktu 2005-2010, ada seorang direksi PT Astra Nissan Diesel memiliki kebiasaan untuk merekam jejak perjalanannya dengan kamera. Kapan saja dan dimana saja, insan Astra yang bernama Henry C Widjaja sangat rajin memotret kegiatan kesehariannya. Hal itu dilakukan di sela waktu bekerja di dalam negeri maupun perjalanan dinas ke luar negeri.
Berbagai karya hasil jepretannya, telah banyak dapat dinikmati di berbagai jaringan situs komunitas fotografi berbasis mailing-list di Indonesia. Namun keunikan foto hasil pengembaraannya merekam sebuah "perjumpaan" ini, memiliki ciri khas berupa foto yang dilengkapi untaian puisi. Sinergi antara Puisi dan Foto yang menjadi Puisi Foto, telah dapat dinikmati dalam sebuah buku yang berisi kumpulan PuisiFoto hitam putih karya Henry C Widjaja berjudul "Celebrating The Moment".
Buku terbitan Gramedia Pustaka Utama bulan Juli 2010 ini, kebetulan memang baru saja dihadiahkan oleh sang pemotret sekitar seminggu yang lalu. Buku setebal 129 halaman dan ber-ISBN: 978-979-22-5797-7 , dapat dibaca dalam dwibahasa yaitu Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia.
Dalam sekapur sirih buku ini, Henry mengatakan bahwa dirinya sebagai pemotret "dadakan" merasakan keasyikan dalam menggali pesan atas momen beku yang diselipkan semesta dalam kartu memorinya. Pesan yang muncul dituliskan dan dijadikan perayaan. Kata orang "hidup bukan kebetulan", dan memang bukan sebuah kebetulan gambar yang terbekukan dalam kameranya.
>>>>>>>>
Puisi Foto pun dimulai...
Cekrek.. Cekrek... Cekrek....
"Sapa Tersembunyi" (A Hidden Greeting)
Rontok daun setiap hari
Apa pentingnya lagi
Pagi ini siapa peduli
Pada sapa tersembunyi
>>>>>>>>
Dan momen pun berdenyut, mengantarkan Henry melintasi waktu untuk merayakan perjumpaan bersama Sang Momen.
Mulai dari merasakan kala senja di pedestrian kaki lima di Zurich, menyusuri lorong-lorong kota tua Innsbruck, menghadiri pentas tari Rotterdam, melewati pematang sawah Sangkan Hurip, hingga menyusuri bilangan Kali Besar.
Di salah satu sudut Kali Besar, Henry mendengar panggilan dengan nada agak kasar. Berjalan terus sambil berpura-pura tak mendengar, namun akhirnya menengok dan mendekat setelah terus menerus dipanggil. Ternyata di lantai dasar sebuah gedung tua yang menjadi tempat tinggal beberapa orang, termasuk keluarga pemilik sebuah warung dekat gedung tua. Sepasang suami-istri pemilik warung baru saja melaksanakan perayaan pernikahan putrinya di ruang yang sama. "Yaaah, ngawinin anak cuman begini doang," keluh sang istri. Akhirnya Henry pun tergerak menjadi tukang potret dadakan bagi kedua mempelai bernama Nur dan Irvan.