Lihat ke Halaman Asli

JepretPotret

........ ........

Menjaga Keberlangsungan Alat Putar Miring Pembuat Keramik

Diperbarui: 15 Februari 2017   10:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ki-ka; Suharno, Sri Jarwanti, Prieska Mayestika [dok.Pribadi]

Ada sebuah nama desa di Kabupaten Klaten Jawa Tengah yang telah sejak dahulu kala dikenal sebagai sentra pengrajin keramik/gerabah. Desa Pagerjurang Meliakan Kecamatan Bayat hingga kini masih melestarikan keunikannya dalam kegiatan produksi keramik. Penggunaan Teknik Alat Putar Miring masih dipakai sebagai alat produksi keramik oleh para perajin di desa tersebut.  

Teknik tertua ini diperkirakan mulai berawal dalam masa Sunan Padang Aran di kawasan Bayat Klaten. Seiring perkembangan zaman yang serba modern, begitu banyak tantangan dalam upaya melakukan regenerasi serta menjaga tradisi turun temurun ratusan tahun ini. Kriya (kerajinan) keramik ini harus dimaknai tak hanya sebagai benda kesenian semata, namun juga bernilai budaya serta memiliki nilai fungsional dalam kehidupan masyarakat.

Suharno yang merupakan salah satu pengrajin keramik Bayat, turut hadir dalam pagelaran Meet The Makers 11 yang diselenggarakan pada akhir bulan Oktober 2016 lalu di Alun-Alun Indonesia Grand Indonesia Thamrin Jakarta Pusat. Meet The Makers merupakan ajang tahunan yang mengusung 'craft as art', di mana berkumpulnya para pengrajin, desainer, komunitas seniman hingga organisasi akar rumput di Indonesia.

Suharno (48 tahun) didampingi sang istri Sri Jarwanti (47 tahun) & sang putri bernama Priesta Mayestika Karunia Devi. Mereka bertiga turut mendemonstrasikan penggunaan alat putar miring tersebut selama beberapa hari. Selain mendemonstrasikan penggunaan alat putar miring, Suharno juga bercerita sambil curhat tentang teknis alat putar miring hingga perkembangan terkini dalam upaya melakukan regenerasi.

Menurut Suharno sendiri diperkirakan bahwa alat putar miring ini telah setua desa Pagerjurang Bayat. Ini dengan melihat sendiri tak ditemukannya semacam artefak di area makam Sunan Bayat, yang menerangkan fakta penggunaan alat putar miring di Desa Pagerjurang. Awalnya alat produksi keramik diputar mendatar. Dahulu mayoritas para pengrajin keramik adalah kaum perempuan, yang saat itu menggunakan kain jarik & kebaya. Agar terjaga nilai kesopanan dan estetikanya, maka alat putar keramik dimiringkan rata-rata antara 40° hingga 60°.

Kemudian Suharno yang mantan  seorang pengajar Bahasa Inggris di salah satu SMA di Kecamatan Bayat, mulai mengisahkan perkenalannya dengan seorang Profesor Universitas Kyoto Seika Jepang yang bernama Chitaru Kawasaki pada tahun 1990. Datang ke Desa Pagerjurang untuk melakukan penelitian alat putar miring, dalam rangka persiapan Festival Ibaraki di tahun 1991.

Profesor Kawasaki kemudian datang lagi pada tahun 1997 dalam misi kebudayaan dan memutuskan untuk menetap hingga tahun 2014. Kawasaki sangat berjasa dalam memperbaiki kualitas produksi keramik serta turut mendukung terbentuknya lembaga pendidikan menengah kejuruan khusus keramik. Qatar Foundation bersama Titian Foundation yang merupakan lembaga pengembangan tanggung jawab sosial (CSR) Lily Kasoem, merealisasikan terbentuknya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri Rota dengan program khusus Kriya Keramik & Kriya Tekstil (batik) pada tahun 2009.

Namun dalam perjalanan waktu ternyata tidak sesuai harapan semula, yaitu menarik minat generasi muda untuk mendalami kriya keramik dan kriya batik. Kedua jurusan tersebut semakin sedikit diminati oleh para siswa, terbukti hingga dibukanya jurusan baru teknik multimedia dan teknik otomotif sepeda motor sejak tahun 2012. Menurut Suharno yang dapat menyelamatkan eksistensi alat putar miring ini adalah tingkat kesejahteraan. Apabila alat putar miring ini dapat memberikan pendapatan & tingkat kesejahteraan, maka otomatis dipastikan orang akan tertarik dengan sendirinya.


Sementara itu Priesta sendiri oleh Suharno mulai diperkenalkan alat putar miring ini sejak tahun 2014 ini. Namun baru beberapa bulan ini menekuni dengan serius. Tentu diberi wejangan bahwa jika pintar secara akademik terlalu banyak saingan (meski pintar it's ok), namun prestasi non-akademik akan dapat memberikan dampak yang lain. Selain itu juga 'diiming-imingi' bahwa kelak akan relatif mudah untuk dapat merasakan naik pesawat,  tidur di hotel, hingga disenangi oleh banyak orang. Priesta sendiri yang masih berstatus pelajar setingkat kelas 3 SMP, terlihat sudah mahir membuat keramik dengan alat putar miring tersebut. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline